Museum Aceh, Sejarah, Lokasi dan Daya Tariknya

Museum Aceh, Sejarah, Lokasi dan Daya Tariknya

Gilby Zahrandy - detikSumut
Sabtu, 16 Sep 2023 06:00 WIB
Museum Aceh. (Wikimedia commons)
Foto: Museum Aceh. (Wikimedia commons)
Aceh -

Halo detikers, yang ingin berakhir pekan! Sudah menentukan akan kemana di akhir pekan ini? Jika belum detikSumut punya rekomendasi untuk detikers yang mungkin lagi di Aceh atau berencana ke Aceh.

Provinsi paling ujung Indonesia ini memiliki museum dengan koleksi beragam benda benda zaman prasejarah, masa kerajaan hingga kolonial Belanda.

Dilansir dari laman resmi Pemerintah Aceh dan laman resmi Museum Aceh, berikut detikSumut sajikan informasi mengenai Museum Aceh mulai dari sejarah, lokasi, jam buka hingga harga tiket.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah

Museum Aceh adalah salah satu museum tertua di Indonesia, dengan usia lebih dari 100 tahun. Museum ini terletak di Jalan SA Mahmudsyah, Kota Banda Aceh, dan memiliki sejarah yang kaya sebagai bagian dari warisan budaya Aceh.

Awalnya, bangunan ini adalah Rumah Tradisional Aceh atau "Rumoh Aceh." Bangunan ini sebenarnya berasal dari Paviliun Aceh yang awalnya dipamerkan dalam "Pameran Kolonial" di Semarang pada tahun 1914, antara tanggal 13 Agustus hingga 15 November.

ADVERTISEMENT

Paviliun Aceh ini memamerkan banyak koleksi yang sebagian besar dimiliki oleh FW Stammeshaus, kurator pertama Museum Aceh. Di antara koleksinya, terdapat barang-barang pusaka milik tokoh-tokoh Aceh.

Setelah Indonesia merdeka, museum ini menjadi milik Pemerintah Aceh. Pada tahun 1969, museum ini dipindahkan ke lokasi saat ini di Jalan SA Mahmudsyah atas inisiatif Panglima Kodam I, Brigjen Teuku Hamzah Bendahara.

Selanjutnya, pada tahun 1975, pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Kebudayaan dan Pendidikan. Statusnya pun dinaikkan menjadi "Museum Negeri Aceh" pada tahun 1980.

Pada tahun 2000, pengelolaan museum ini kembali berpindah tangan, kali ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Aceh, dan statusnya tetap sebagai museum negeri.

Lokasi

Objek wisata ini berlokasi di Jalan Sultan Mahmudsyah Nomor 10, Peuniti, Baiturrahman, Kota Banda Aceh.

Karena letaknya yang sangat sentral di pusat kota, museum ini sangat dekat dengan berbagai tempat kuliner terkenal di Aceh.

Detikers memiliki beberapa pilihan transportasi untuk mencapai objek ini, dapat menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi sendiri.

Harga Tiket

Harga tiket Museum Aceh terbilang sangat murah. Berikut daftar harganya:

Rp 2.000,00 (Anak)

Rp 3.000,00 (Dewasa)

Rp 5.000,00 (Wisatawan Asing)

Jam Buka

Untuk jam buka, museum ini buka setiap hari kecuali pada hari Jumat. Jika detikers ingin masuk ke ruang pameran dan Rumoh Aceh maka bisa mengunjunginya dalam dua sesi waktu yaitu pagi serta siang.

Jam kunjungan dua fasilitas tersebut untuk sesi pagi adalah dari pukul 09.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB. Sementara untuk sesi siang hari, jam kunjungan buka mulai dari pukul 13.30 WIB sampai dengan 16.15 WIB.

Pada waktu-waktu tertentu museum ini biasanya ramai oleh pengunjung. Jika hal itu terjadi, siap-siap untuk bersabar mengantri giliran ya detikers!

Daya Tarik Museum Aceh

Terdapat beberapa koleksi yang cukup populer dari museum ini dan menjadi daya tarik Museum Aceh. Dilansir dari laman resmi Museum Aceh, berikut detikSumut lansir beberapa koleksi populer yang menjadi daya tarik dari museum ini:

Lonceng Cakra Donya

Lonceng ini adalah sebuah lonceng yang usianya telah mencapai 1400 tahun. Lonceng tua ini adalah sebuah simbol bersejarah dari persahabatan antara Kesultanan Samudera Pasai dan Kaisar Tiongkok pada tahun 1409 Masehi.

Awalnya, lonceng ini digunakan sebagai alat pemanggil di kapal perang Sultan Iskandar Muda yang bernama "Cakra Donya" (1607-1636) dalam situasi berbahaya di laut.

Fungsinya juga meluas sebagai alat komunikasi dalam peperangan. Setelah pengambilalihan kapal oleh Portugis, lonceng ini dikembalikan ke Kesultanan Aceh dan digunakan di kompleks Istana Darud Dunia sebagai alat azan dan penanda waktu berbuka puasa.

Sebelumnya, lonceng ini juga digunakan sebagai penanda berkumpul untuk mendengarkan maklumat Sultan. Pada tahun 1915, lonceng Cakra Donya ditempatkan di Museum Aceh, di mana ia tetap menjadi bagian penting dari warisan bersejarah Aceh hingga hari ini.

Rumoh Aceh

Replika ini adalah tiruan rumah tradisional masyarakat Aceh di masa lampau. Rumah ini memiliki lantai setinggi 9 kaki yang diangkat oleh tiang-tiang kayu jati.

Desainnya menyerupai rumah panggung dengan warna merah dan hitam yang khas. Untuk menjaga kelestariannya, replika rumah ini ditempatkan dengan aman di dalam Museum Aceh, sehingga pengunjung masih dapat mengamatinya dan belajar lebih lanjut tentang sejarahnya.

Manuskrip Kuno

Z

Museum Aceh. (Wikimedia commons)Museum Aceh. (Wikimedia commons) Foto: Museum Aceh. (Wikimedia commons)

Pada ruang pameran temporer Museum Aceh, terdapat koleksi filologika Sumatera. Berasal dari abad ke-17, beberapa manuskrip kuno ini tertulis dalam berbagai aksara seperti Arab, Jawa, Aceh, dan Melayu.

Beberapa dari naskah-naskah ini menceritakan kisah-kisah kerajaan pada masa lalu serta perjuangan para pahlawan.

Sayangnya, tidak banyak yang mampu memahami isi dari naskah-naskah tersebut karena kurangnya terjemahan teksnya.

Masih ada banyak koleksi lain di Museum Aceh seperti koleksi historika, koleksi etnografika dan koleksi mata pencaharian. Untuk info lebih lanjut mengenai Museum Aceh, detikers bisa mengunjungi Instagram resmi @museum.aceh atau mungkin langsung bertandang ke Museum Aceh itu sendiri, selamat berakhir pekan, detikers!

Artikel ini ditulis oleh Gilby Zahrandy, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(nkm/nkm)


Hide Ads