Sebuah kawasan hutan mangrove di pesisir pantai Batu Bara dibuat unik dan berkonsep ala Jepang untuk menarik wisatawan datang berkunjung. Lokasinya berada di Pantai Sejarah, Desa Perupuk, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
Dengan tiket masuk terjangkau per orang seharga Rp 5.000 untuk hari biasa dan Rp 10 ribu untuk hari libur, wisatawan yang datang begitu tiba langsung disambut dengan Torii atau gerbang tradisional yang biasa dilihat pada kuil-kuil di Jepang.
Terik dan panasnya pesisir pantai di kawasan tersebut tidak membuat pengunjung yang berkeliling resah sebab daerah itu dikelilingi hutan bakau dengan terpaan angin pantai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk berkeliling menikmati keasrian hutan bakau ini, ada jembatan kayu yang dicat bercorak merah serta warna-warni replika bunga sakura bernuansa Jepang yang memanjakan mata sepanjang jalan dan Instagramable atau bagus untuk dijadikan spot foto.
Selain menarik wisatawan datang karena banyak spot untuk berfoto di lokasi ini juga ramai dipenuhi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dari warga sekitar.
"Mengembangkan wisata itu kita dari pemerintah daerah terus berupaya menghidupkan sektor perekonomian masyarakat sekitar juga jadi wisatanya hidup masyarakat sekitar pun diuntungkan dengan usahanya," kata Bupati Batu Bara, Zahir yang baru meresmikan tempat tersebut pada Sabtu (31/12/2022) siang kemarin.
Pantai Sejarah di Kabupaten Batu Bara ini merupakan tempat pertama didaratkannya kapal - kapal perang di Sumut oleh tentara Jepang setelah perang dunia pertama atau pada tahun 1942.
Menurut Zahir, hal inilah yang menjadi alasan mengapa kawasan hutan mangrove tersebut dibentuk sedemikian rupa berkonsep ala Jepang.
"Inilah kenapa disebut sebagai pantai sejarah karena tentara Jepang pertama kali mendarat di pantai ini sebelum akhirnya menjajah wilayah pesisir Timur," ujarnya.
Selain memanjakan pengunjung dengan banyak menyediakan spot foto di sini juga terdapat paviliun atau bangunan seperti rumah tinggal berbentuk kamar - kamar. Ada pula terdapat fasilitas umum lain seperti toilet dan musala.
Kemudian pengelola objek wisata menambahkan sejumlah wahana permainan seperti sepeda gantung, flying fox, hingga rumah pohon menjadikan pengunjung memiliki banyak pilihan untuk menikmati keindahan alam dan bermain di kawasan hutan bakau itu.
Pengelola tempat wisata, Azizi mengatakan, dukungan dan promosi dari Pemkab turut membantu mendongkrak kunjungan masyarakat yang sebelumnya puluhan pelaku UMKM di sana selama pandemi tidak bisa mendapatkan penghasilan sama sekali.
"Dengan ide dan konsep bernuansa Jepang seperti ini dan promosi dari pemerintah kabupaten, rata-rata kunjungan meningkat hampir 5 kali lipat. Biasanya kurang dari 100 orang per hari ini rata-rata sudah mencapai 500 pengunjung per hari," kata dia.
Muhammad Taufik, wisatawan warga Kisaran yang datang ke lokasi tersebut mengaku puas bisa jalan-jalan dan menikmati keindahan pantai di atas jembatan kayu di dalam kawasan hutan mangrove itu.
"Apalagi konsepnya dibuat berbeda dengan model Jepang begini jadi banyak spot fotonya dan kita bisa menikmati hutan mangrove," terangnya.
(nkm/nkm)