Anggota DPD RI asal Sumatera Utara (Sumut) Dedi Iskandar Batubara ikut merespons meledaknya tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), di Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah (Sulteng). Dedi menilai penting penguatan pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang diduga lalai dalam peristiwa itu.
"Tentu bagi kita di DPD RI, ini menjadi perhatian serius, karena menyangkut keselamatan tenaga kerja. Kita belum mendengar ada penyelesaian yang tuntas terkait tindak lanjut perlindungan pekerja, selain belasungkawa dan santunan kepada korban. Sementara sanksi berat bagi perusahaan, jarang sekali kita dengar," kata Dedi Iskandar Batubara dalam keterangannya, Kamis (28/12/2023).
Meskipun demikian, Ketua PW Al-Washliyah Sumut ini memahami bahwa perusahaan juga pasti memiliki kepentingan bagi kebutuhan bisnis. Utamanya, sebagai pihak yang menampung tenaga kerja dengan jumlah besar, dimana muaranya berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi kepentingan itu tidak boleh mengabaikan nyawa orang. Artinya standarisasi kemanusiaan harus berada di atas kepentingan bisnis. Tenaga kerja harusnya menjadi faktor produksi yang sangat penting. Karena sebagai faktor penggerak dalam kegiatan usaha dengan modal tenaga sekaligus pikiran," ucapnya.
Sehingga Dedi Iskandar mengingatkan agar peran pemerintah, khususnya di Sumut untuk lebih aktif melakukan pengawasan terhadap K3 dan yang terpenting, bagaimana menjadikan seluruh perusahaan memastikan diri memiliki sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3). Dengan pertimbangan data BPJS Ketenagakerjaan pada 2022 lalu tercatat ada 10.383 kasus kecelakaan kerja dan periode Januari-September 2023, sebanyak 18.868 kasus.
"Yang jadi pertanyaan, sejauh mana peran pemerintah daerah terhadap wacana K3 ini. Apalagi kita tahu, ada Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi (DK3P) Sumatera Utara yang telah dibentuk berdasarkan SK Gubernur. Sudah sampai dimana keberadaan dan eksistensinya bagi kepastian atas ketentuan K3. Apakah pencanangan pengawasan terhadap K3 berjalan sesuai harapan, agar semua pihak memahami pentingnya memastikan keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja," ujarnya.
Sekretaris DPD KSPSI AGN Sumut, Rio Affandi Siregar, menyebutkan bahwa kejadian di Morowali merupakan tragedi kecelakaan kerja yang sangat memprihatinkan di penutup tahun 2023. Seharusnya K3 menjadi standar utama, prioritas perusahaan, apalagi dengan resiko tinggi.
"Yang perlu diperhatikan adalah SMK3 diperusahaan-perusahaan apakah sudah dibentuk dan sudah berjalan?. Kemudian bagaimana pengawasan yg dilakukan oleh Dinas Ketanagakerjaan (Disnaker) Sumut dan kabupaten/kota," sebut Rio Affandi Siregar.
Rio menilai perlu perhatian terhadap uji kelayakan terhadap alat-alat kerja yang berpotensi K3, sehingga ada uji berkala oleh pengawas ketenagakerjaan dari Disnaker setempat. Setelah itu, penilaian layak akan dikeluarkan dan dicatatkan dalam buku biru.
"Selain itu juga, bila SMK3 telah berjalan dengan benar di dalam perusahaan, maka potensi kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Tetapi sebagai catatan bahwa SMK3 internal perusahaan tersebut benar-benar harus dijalankan, bukan hanya sebagai pelengkap laporan saja," tegasnya.
Untuk itu Rio meminta pihak terkait, khususnya pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih massif terhadap implementasi SMK3 di perusahaan. Sehingga kecelakaan yang merenggut nyawa tidak terjadi di kemudian hari.
"Bahwa K3 ini penting, apalagi masuk dalam standar akreditasi penilaian perusahaan. Apakah sebuah perusahaan punya standar itu dan dapat dipercaya dan baik secara kompetensi, mutu dan kualitasnya," tutupnya.
Seperti diketahui, tungku smelter tersebut meledak pada Minggu (24/12) mengakibatkan 19 orang tewas. Korban terdiri dari 11 warga negara Indonesia dan 8 orang TKA China.
(mjy/mjy)