PSMS Medan dan Persija Jakarta kerap disebut musuh bebuyutan di era 70-an hingga 80-an. Rivalitas dimulai saat keduanya bertemu di laga final Kejurnas PSSI tanggal 26 Desember 1954 silam.
Pertandingan final tersebut dilaksanakan di Lapangan IKADA Jakarta. Dalam laga tersebut, PSMS meninggalkan lapangan sebelum pertandingan selesai karena merasa wasit tidak adil, kejadian tersebut akhirnya disebut sebagai 'Insiden IKADA'.
Pemerhati sepakbola asal Sumatera Utara Indra Efendi Rangkuti mengatakan PSMS melaju ke putaran 6 besar Kejurnas PSSI setelah juara wilayah Sumatera, sedangkan Persija juara Jawa bagian Barat. Selain mereka ada juga tim Persebaya, Persema Malang, Persis Solo, dan PSM Makassar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada putaran 6 Besar Kejuaraan Antar Perserikatan 1953/1954 PSMS datang dengan kepercayaan diri yang tinggi sebagai Juara Wilayah Sumatera. Persija sendiri mewakili juara wilayah Jawa bagian Barat," kata Indra Efendi Rangkuti, Senin (22/8/2022).
Sebelum bertemu di babak final, PSMS dan Persija menyapu bersih kemenangan di empat laga dan sama-sama mengemas 8 poin. Namun, PSMS kalah di selisih gol dan harus mengalahkan Persija jika ingin mengangkat Piala Kejurnas PSSI.
"Jelang pertemuan terakhir Kejurnas PSSI 1954 yang diadakan pada tanggal 26 Desember 1954, posisi Persija berada di atas angin walaupun memiliki poin sama dengan PSMS tetapi unggul dalam selisih gol. PSMS harus mengalahkan Persija jika ingin menjadi juara di Kejurnas PSSI 1954 ini. Sebaliknya Persija cukup meraih hasil seri karena unggul selisih gol," ucapnya.
Ramlan Yatim menjadi kapten PSMS Medan saat itu, sedangkan Persija dikapteni oleh Djamiat Dhalhar. Saat itu, lini serang PSMS diperkuat Ramlan Yatim, Ramli Yatim, Yusuf Siregar, Syamsudin, dan Ahmad Kadir.
Dalam laga final tersebut, PSMS Medan terlebih dahulu unggul lewat gol yang diciptakan Syamsuddin. Gol bermula saat lini tengah Persija melakukan kesalahan dan Yusuf Siregar berhasil mengirim umpan kepada Syamsuddin dan membuahkan gol.
"PSMS kemudian berhasil membuka keunggulan terlebih dahulu. Berawal dari kesalahan umpan di lini tengah Persija, striker PSMS Yusuf Siregar berhasil mengirim umpan kepada Syamsudin dan dia tidak menyia-nyiakan peluang yang ada. Tendangan keras Syamsudin membuat menggetarkan gawang Persija yang dikawal Van Der Vin," terang Indra.
![]() |
Kemudian Persija berhasil membalas dan berbalik unggul sementara dengan skor 2-1, gol Persija tersebut masing-masing dicetak oleh Djamiat Dhalhar dan Hong Sing. Beberapa saat kemudian, terjadi keributan akibat pinalti yang didapatkan oleh PSMS dibatalkan wasit setelah kapten Persija melakukan protes.
"Setelah kedudukan menjadi 2-1 untuk Persija keributan pun terjadi akibat Hasan yang bermain kasar terhadap pemain PSMS Yusuf Siregar. Keributan ini sampai harus ditenangkan oleh Yusuf Yahya, Ketua Umum Persija kala itu. Pada awalnya wasit Van Yperen memberi penalti kepada PSMS namun kemudian dibatalkan akibat protes dari kapten Persija Djamiat Dhalhar," tuturnya.
Permain kala itu semakin memanas, puncaknya di menit ke-73, saat pemain muda PSMS Ahmad Kadir terkapar di lapangan setelah diganjal Tamaela. Namun, wasit tidak memberikan hukuman kepada pemain Persija dan akhirnya para pemain PSMS menyerang Tamaela. Bahkan berujung pemain PSMS walkout dari laga tersebut.
"Puncak dari panasnya pertandingan adalah di menit ke-73 ketika bintang muda PSMS yang ketika itu baru berusia 18 tahun Ahmad Kadir diganjal dan dihantam dengan keras hingga terkapar di lapangan oleh Tamaela namun tidak diberi hukuman oleh wasit. Para pemain PSMS langsung menyerang Tamaela yang dianggap tidak bermain dengan sportif. Sempat terjadi tawuran antar pemain yang harus ditenangkan oleh ofisial kedua tim," ungkapnya.
"Ketua Umum sekaligus Manajer PSMS Muslim Harahap kemudian meminta agar wasit diganti namun ditolak oleh panita pelaksana. Akhirnya dengan tegas Muslim Harahap meminta seluruh pemain PSMS meninggalkan lapangan. Persija pun kemudian dinyatakan sebagai pemenang dan menjadi Juara Kejurnas PSSI," sambungnya.
Indra menyebutkan, Muslim Harahap menganggap kepemimpinan wasit saat itu kontroversial dan berat sebelah. Sehingga dia tidak mengakui kekalahan dari Persija dan menganggap kemenangan PSMS dirampok.
"Walau tidak mengakui kekalahan dari Persija dan menganggap kemenangan PSMS 'dirampok', Muslim Harahap menjelaskan bahwa tidak ada perselisihan antara Persija dan PSMS. Yang disalahkan oleh Muslim Harahap adalah kepemimpinan wasit Van Yperen yang kontroversial dan berat sebelah," sebutnya.
Meskipun gagal meraih kemenangan karena adanya insiden tersebut, rombongan PSMS tetap disambut hangat di Medan. Bahkan Wali Kota Medan saat itu H. Moeda Siregar mengadakan acara tepung tawar.
"Walau kalah dengan cara yang menyakitkan rombongan PSMS Medan tetap disambut hangat ketika tiba di Medan. Bahkan diadakan acara tepung tawar oleh Wali Kota Medan waktu itu H. Moeda Siregar sebagai penanda bahwa di hati masyarakat Medan Sang Juara sesungguhnya adalah PSMS Medan," ucapnya.
Indra mengatakan PSMS sebenarnya lebih unggul dari Persija. Ini dibuktikan dari jumlah pemain PSMS yang ikut Timnas Indonesia saat itu. Kepemimpinan wasit lah yang membuat kekisruhan laga final antara Persija melawan PSMS tersebut.
"Sebagai bukti dari keunggulan PSMS Medan atas Persija, Timnas yang dibentuk PSSI beberapa bulan kemudian justru dihuni dan didominasi oleh pemain-pemain PSMS (6 pemain) dan Persija (2 pemain) serta tiga pemain dari tim perserikatan lainnya. Jelas bahwa kekisruhan pertandingan Persija vs PSMS akibat wasit yang kontroversial," katanya.
Duel final 1954 walau harus berakhir akibat ulah wasit yang kontroversial. Namun inilah yang oleh beberapa media disebut awal rivalitas hebat antara PSMS dengan Persija hingga muncul istilah musuh bebuyutan diantara kedua tim hingga era tahun 70-an dan awal 80-an.
(dpw/dpw)