Oknum polisi bernama Aipda Alfi Hariadi Siregar (AHS) menjadi otak pelaku penjualan sisik trenggiling sebanyak 1.180 kg. Aksi ini dilakukan Alfi bersama tiga pelaku lainnya yang merupakan oknum TNI, yakni Serka Muhammad Yusuf (48) dan Serda Rahmadani Syahputra (35).
Selain itu, ada seorang warga sipil bernama Amir Simatupang (45) yang juga terlibat. Keempatnya, kini telah menjalani persidangan. Untuk dua oknum TNI divonis penjara satu tahun.
Sementara terdakwa Amir divonis 3 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut 7 tahun penjara. Alhasil, JPU mengajukan banding atas putusan majelis hakim tersebut. Hasil banding, Amir dikenakan 7 tahun penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terbaru, Pengadilan Negeri Kisaran menjatuhkan vonis 9 tahun penjara kepada terdakwa Alfi Hariadi. Lalu, seperti apa awal mula pengungkapan sindikat ini? Berikut penjelasannya:
Pengungkapan ini berawal dari Tim Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumut membongkar sindikat penjualan sisik trenggiling sebanyak 1.180 kg di Kabupaten Asahan pada 2024 lalu.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan pengungkapan itu berawal saat pihaknya menerima informasi dari masyarakat soal adanya perdagangan sisik trenggiling. Usai mendapatkan informasi itu, petugas lalu menyelidikinya hingga akhirnya menangkap para pelaku, Senin (11/11/2024).
"Tim berhasil menangkap pelaku AS bersama tiga oknum aparat saat diduga akan mengirimkan sembilan kardus berisi 322 kilogram sisik trenggiling melalui bus di Jalan Jenderal Ahmad Yani Kisaran," kata Rasio saat konferensi pers di Medan, Selasa (26/11/2024).
Setelah itu, keempatnya dibawa Subdenpom I/1-4 Kisaran. Kemudian, petugas menggeledah rumah MYH di Kelurahan Siumbut Umbut, Kecamatan Kisaran Timur.
Di rumah itu, ditemukan 21 karung sisik trenggiling dengan berat 858 kilogram.
Total sisik trenggiling yang diamankan petugas dari dua lokasi tersebut adalah 1.180 kilogram. Menurutnya saat itu, pengungkapan itu menjadi pengungkapan terbesar kasus sisik trenggiling yang dilakukan pihaknya.
Rasio menyebut bahwa perdagangan sisik trenggiling ini merupakan kejahatan yang luar biasa. Dia mengatakan untuk mendapatkan 1,1 ton sisik itu, ada 5.900 trenggiling yang dibunuh.
Sisik Trenggiling Diambil dari Gudang Polres Asahan
Sisik trenggiling itu disebut awalnya diambil dari gudang Polres Asahan. Hal ini tertuang dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) seperti dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Kisaran untuk perkara dengan terdakwa Amir Simatupang. Perkara tersebut terdaftar dengan nomor: 168/Pid.Sus-LH/2025/PN Kisaran.
Dalam dakwaan dijelaskan bahwa peristiwa itu bermula pada 9 Oktober 2024. Saat itu, terdakwa Rahmadani Syahputra menerima transferan uang sebesar Rp 3,5 juta dari Alex yang merupakan calon pembeli sisik trenggiling.
Uang itu ditransfer melalui nomor rekening terdakwa Amir Simatupang. Rinciannya sebesar Rp 3 juta untuk keperluan pengiriman barang menggunakan bus PT RAPI dan uang sebesar Rp 500 ribu untuk terdakwa Amir Simatupang.
Kemudian Alfi Hariadi Siregar menelepon anggota TNI Serda Rahmadani Syahputra untuk memindahkan suatu barang dari gudang Polres Asahan karena akan ada pimpinannya yang mengunjungi Polres Asahan.
"Alfi Hariadi Siregar menelepon Rahmadani Syahputra (anggota TNI) meminta tolong untuk memindahkan barang yang ada di gudang Polres Asahan menuju rumah Muhammad Yusuf (anggota TNI) karena adanya kunjungan pimpinan ke Polres Asahan," demikian isi dakwaan itu seperti dikutip detikSumut, Kamis (18/9/2025).
Lalu, Yusuf pun menghubungi Rahmadani untuk bertemu di depan Rumah Sakit Wirahusada Kisaran. Saat itu, Rahmadani terlebih dahulu menitipkan sepeda motornya di RS itu.
Lalu, kedua anggota TNI itu berangkat menuju Polres Asahan menggunakan mobil yang dikemudikan Yusuf. Di tengah perjalanan, Rahmadani menghubungi Alfi dan memberitahu bahwa keduanya sudah mendekati Polres Asahan dan menanyakan tempat lokasi barang yang akan dipindahkan tersebut.
Kemudian Alfi menyuruh keduanya untuk masuk ke dalam Polres Asahan dan mengarah lurus dari pos jaga menuju jalan belakang. Setelah tiba di gudang yang berada di bagian belakang Polres Asahan itu, Alfi membuka gudang dan di dalam gudang itu ada terparkir mobil pikap yang ditutupi terpal.
Rahmadani pun menanyakan isi karung yang hendak dipindahkan tersebut. Lalu, Alfi mengatakan bahwa karung goni tersebut berisi sisik trenggiling.
Setelah itu, M Yusuf mengemudikan mobil pikap berisi sisik trenggiling itu ke luar dari Polres Asahan dan diarahkan langsung oleh Alfi sampai ke luar dari pagar Polres. Lalu, karung goni berisi sisik trenggiling itu dipindahkan ke salah satu kios milik Yusuf.
Usai dipindahkan, mobil pikap pengangkut sisik trenggiling itu dikembalikan kepada Alfi di Polres Asahan.
Pada 10 November 2024, pelaku Rahmadani, Yusuf dan Amir mengemas sisik trenggiling dengan cara memindahkannya dari karung goni yang besar ke karung goni yang kecil.
Kemudian, sisik trenggiling itu dikemas lagi ke dalam kardus sebanyak sembilan buah dengan berat 320 kilogram. Setelah itu, seluruh kardus dimasukkan ke dalam satu unit mobil jenis Daihatsu Sigra B 1179 COB yang terparkir di depan rumah M Yusuf sekira pukul 22.00 WIB. Proses pengemasan sisik trenggiling itu dilakukan di dalam gudang yang berada di depan rumah Yusuf.
Lalu, pada 11 November 2024 sekira pukul 09.00 WIB, Amir Simatupang dan Rahmadani bersama-sama berangkat ke sebuah warung dekat loket bus PT RAPI yang berada di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sei Dadap, dengan sepeda motor dinas babinsa. Saat itu, Rahmadani meminta Amir untuk menunggu.
Sekira pukul 11.00 WIB, Rahmadani masuk ke loket bus PT RAPI. Tak lama, Yusuf datang dengan mengendarai mobil Sigra berwarna silver yang mengangkut sembilan kotak berisi sisik trenggiling tersebut dan berhenti di depan loket bus PT RAPI.
Selang beberapa waktu, tim gabungan dari Gakkum KLHK, Pomdam I/BB dan Polda Sumut yang telah mengintai para pelaku pun mengamankan keempatnya.
Dalam persidangan terdakwa Amir Simatupang terungkap bahwa sisik trenggiling itu bersumber dari Alfi Hariadi Siregar. Sisik trenggiling itu disebut diambil dari gudang di Polres Asahan.
"Kalau yang saya tahu, dari fakta di persidangan dari saksi kunci yang sebelumnya pada saat sidang atas nama Amir Simatupang itu menerangkan bahwa barang bukti sisik trenggiling itu, keterangan yang jadi saksi dan terdakwa Amir Simatupang menerangkan bahwa barang bukti sisik itu sumbernya dari AHS. Mereka yang mengaku dari gudang yang ada di Polres, itu fakta persidangan," kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Asahan Heriyanto Manurung saat dikonfirmasi detikSumut, Rabu (17/9).
Polres Asahan Bantah
Namun, Kapolres Asahan AKBP Revi Nurvelani membantah hal itu. Dia mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan terkait hal itu.
"Dari hasil pemeriksaan kami dan pengecekan TKP itu tidak bisa kita faktakan sesuai dengan apa ceritanya. Hasil pemeriksaan propam, penyelidikan yang menangani dari LHK itu tidak ditemukan petunjuk untuk mengarah bahwa itu dari gudang, tidak ada," kata Revi saat dikonfirmasi detikSumut, Kamis (18/9).
Revi menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pemegang kunci gudang. Hasil pemeriksaan, kata Revi, tidak ada yang membuktikan bahwa sisik trenggiling itu diambil dari gudang Polres Asahan.
"Hasil pemeriksaan mulai dari pemeriksan pemegang kunci gudang, pemeriksaan yang di lapangan, hanya taunya datang dari arah polres saja (bukan dari dalam polres)," sebutnya.
Oknum Polisi Dituntut 9 Tahun Penjara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan 9 tahun penjara kepada Alfi dalam kasus sindikat penjualan sisik trenggiling itu.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Asahan Heriyanto Manurung mengatakan tuntutan itu dibacakan pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kisaran, Selasa (25/11).
"(Meminta majelis hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Alfi Hariadi Siregar pidana penjara selama sembilan tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan," kata Heriyanto mengulang tuntutan yang disampaikan JPU saat persidangan, Rabu (26/11).
Selain tuntutan sembilan tahun penjara, JPU juga menuntut Alfi membayar denda sebesar Rp 500 juta. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka Alfi harus menjalani hukuman pengganti selama enam bulan penjara. Dalam tuntutannya, jaksa menilai Alfi telah melanggar Pasal 40 A Ayat (1) Huruf f Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana sebagaimana dalam surat dakwaan tunggal.
Oknum Polisi Divonis 9 Tahun Bui
Pengadilan Negeri (PN) Kisaran menjatuhkan vonis 9 tahun penjara kepada oknum polisi bernama Aipda Alfi Hariadi Siregar (AHS) atas kasus penjualan sisik trenggiling sebanyak 1.180 kg. Selain itu, Alfi juga dibebankan membayar denda Rp 500 juta.
Juru Bicara PN Kisaran, Taruna Prisando mengatakan vonis ini sama dengan tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU).
"Untuk putusan sama dengan tuntutan (JPU), 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta," kata Prisando saat dikonfirmasi detikSumut, Senin (15/12/2025).
Prisando mengatakan jika Alfi tidak bisa membayar denda tersebut, maka terdakwa harus menggantinya dengan penjara selama enam bulan.
Simak Video "Video: Oknum Polisi di Jambi Bunuh Dosen Wanita, Diduga Karena Asmara"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)











































