Penyidik Kejati Aceh menyita duit Rp 17 miliar dalam kasus dugaan korupsi dengan tersangka Sekda Aceh Jaya berinisial TR dan anggota DPR Kabupaten (DPRK) berinisial S. Uang itu disita dari koperasi dan pihak ketiga.
Pantauan detikSumut, uang itu dihadirkan dalam konferensi pers di Kejati Aceh, Rabu (13/8/2025). Uang tersebut terdiri dari pecahan Rp 2 ribu, Rp 5 ribu, Rp 50 ribu, Rp 100 ribu serta uang logam.
Uang terlihat terbalut dalam beberapa plastik. Setelah konferensi pers, uang itu dibawa ke tempat penyimpanan dengan pengawalan polisi bersenjata dan personel TNI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejumlah uang tersebut telah dititipkan pada RPL001 KT Aceh," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Aceh Muhammad Ali Akbar kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).
![]() |
Menurutnya, uang itu disita dalam perkara tindak pidana korupsi dugaan penyimpangan Program Peremajaan Sawit Rakyat di Kabupaten Aceh Jaya yang bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS). Kasus itu melibatkan Koperasi Pertanian Sama Mangat/Koperasi Produsen Sama Mangat tahun anggaran 2019 sampai dengan 2023.
"Uang Rp 17 miliar itu disita dari koperasi dan pihak ketiga," jelasnya.
Selain itu, penyidik Kejati Aceh hari ini juga menahan ketiga tersangka. Ketiganya adalah S Ketua Koperasi Pertanian Sama Mangat yang saat ini menjabat anggota DPRK Aceh Jaya periode 2024-2029.
Tersangka kedua TM merupakan Kepala Dinas Pertanian periode 2017-2020 dan Plt Kepala Dinas Pertanian periode Januari 2023-2024. Tersangka ketiga adalah Sekda Aceh Jaya berinisial TR yang juga mantan Kepala Dinas Pertanian.
Ali menjelaskan, kasus yang merugikan negara Rp 38,4 miliar itu bermula saat S mengusulkan proposal permohonan dana bantuan PSR dengan jumlah pekebun sebanyak 599 orang dengan lahan seluas 1.536,7 hektare untuk tahap 1,2,3 dan 4 kepada Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya pada 2019 hingga 2021.
Pihak Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya melakukan verifikasi teknis dan administrasi terhadap usulan proposal Koperasi Produsen Sama Mangat (KPSM) untuk mengidentifikasi apakah usulan telah memenuhi kriteria PSR. Setelah ada hasil verifikasi, Dinas Pertanian menerbitkan rekomendasi teknis terhadap proposal PSR KPSM dan meneruskan secara berjenjang kepada Dinas Perkebunan Aceh, Kementerian Pertanian RI dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Menurutnya, pihak BPDPKS menyalurkan dana PSR sesuai dengan perjanjian kerjasama 3 pihak yakni BPDPKS, pihak Bank dan Koperasi. Dana PSR dikucurkan lewat rekening pekebun Escrow dan masuk ke rekening KPSM sebesar Rp38,4 miliar.
"Namun pada kenyataannya, berdasarkan database Kementerian Transmigrasi RI lahan PSR yang diusulkan oleh KPSM di antaranya adalah bukan lahan milik pekebun melainkan lahan milik eks. PT. Tiga Mitra yang berada dalam kawasan HPL Kementerian Transmigrasi RI yang masih menjadi kewenangan Kementerian Transmigrasi," jelasnya.
![]() |
Berdasarkan analisis lahan PSR menggunakan hasil citra satelit multitemporal yang akuisisi tahun 2018-2024 pada kawasan kajian melalui pengumpulan citra dengan menggunakan software GEID, Google Earth dan Imagery tahun 2024, hasil dari perekaman drone yang dilakukan analisis oleh Ahli Geographic Information System (GIS) Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala ditemukan lahan PSR yang diusulkan oleh KPSM fiktif.
"Tidak ditemukan adanya tanaman sawit masyarakat di lokasi itu, dan lahan milik eks. PT. Tiga Mitra dengan kondisi hutan dan semak-semak," ungkap Ali.
"Dengan kondisi tersebut, pihak Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya tetap menerbitkan rekomendasi dan SK CP/CL sehingga menjadi dasar pihak BPDPKS menyalurkan dana bantuan PSR kepada KPSM. Akibatnya pengelolaan dana PSR tidak sesuai persyaratan PSR dan negara tidak mendapatkan haknya terhadap penyaluran dana PSR yaitu realisasi program peremajaan atau penggantian kelapa sawit dengan kriteria sesuai dengan regulasi," lanjutnya.
(agse/dhm)