Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Pematangsiantar JS mengaku diperas oknum polisi sebesar Rp 200 juta di kasus retribusi parkir. Di kasus tersebut, JS sudah ditetapkan sebagi tersangka oleh polisi.
Pengakuan itu diungkapkan JS lewat akunnya di Facebook. Dalam unggahan itu, JS mengaku dimintai uang Rp 200 juta oleh Kanit Tipikor Satreskrim Polres Pematangsiantar Ipda LH. JS berdalih uang tersebut untuk menghentikan dumas kasus retribusi parkir di RS Vita Insani Siantar yang menjerat JS.
"Saya utarakan Kanit Tipikor LH meminta saya Kadis Perhubungan Rp 200 juta atas dumas retribusi parkir RS Vita Insani agar diberhentikan (yang mengetahui pak sekda, inspektorat, sekretaris dishub/kasi dishub). Karena saya tidak mampu membayar Rp 200 juta, ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang menjadi P21," demikian kata JS dalam unggahannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini sederet fakta yang dirangkum detikSumut soal pengakuan Kadishub Siantar. Simak selengkapnya sampai akhir.
1. Polisi Pertanyakan Bukti
Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar AKP Sandi Riz Akbar membantah anggotanya memeras JS. Dia mengaku telah mengklarifikasi itu ke LH.
"Sudah saya klarifikasi ke kanit (tipikor) dengan kapolres juga, saya pastikan, saya yakin sama anggota saya, nggak ada anggota saya begitu (memeras)," kata Sandi saat dikonfirmasi detikSumut.
Menurutnya, JS boleh-boleh saja jika ingin mengungkapkan isi pikirannya di media sosial. Namun, kata Sandi, harus ada bukti yang kuat terkait dengan hal itu. Dia pun mempersilakan JS melaporkan soal dugaan pemerasan itu jika memang ada buktinya.
"Terkait dengan itu, sah-sah saja dia mau beropini. Kalau memang ada berkaitan dengan yang diberitakan, silakan buktinya mana, laporkan. Yang pasti kalau misalnya itu terbukti dan memang ada anggota saya yang melakukan pelanggaran atau kesalahan prosedural, itu pasti kami proses," ujarnya.
2. Polisi Tetapkan Kadishub Siantar Tersangka
Sandi menyampaikan bahwa JS saat ini telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi retribusi parkir sebesar Rp 48,6 juta di RS Vita Insani. Sejak penetapan tersangka itu, JS memang tidak ditahan karena kooperatif.
"Jadi, ini terkait dengan retribusi parkir. (Kerugian) keseluruhannya sekitar Rp 48.600.000," ujar Sandi.
Lalu, setelah berkas perkara tersebut dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan atau P21, penyidik pun memanggil JS. Namun, pada pemanggilan pertama itu, JS berdalih sedang sakit dan tengah dirawat di salah satu rumah sakit. Kemudian, saat petugas kepolisian mengecek ke RS tersebut, JS ternyata tidak berada di rumah sakit itu.
Saat ditanyakan kembali, JS berdalih bahwa dirinya telah berada di rumah. Petugas kepolisian pun menuju rumah JS, tetapi tidak juga ditemukan.
"Setelah P21, kami panggil tersangka pertama kali, dia alasan sakit dia sampaikan dia RS, kami cek ke sana, ternyata dia tidak di sana. Katanya sudah pulang, kami cek ke rumahnya juga nggak ada," kata Sandi.
Polisi selanjutnya melayangkan panggilan kedua ke JS. Namun, JS tetap tidak menghadiri panggilan itu.
Pada akhirnya, petugas menjemput RS dan membawanya ke Polres Pematangsiantar, subuh tadi. Saat ini, kata Sandi, JS telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Pematangsiantar.
"Tadi subuh sekitar setengah 5 atau jam 5, kami amankan, kita bawa ke polres, dan hari ini tahap 2 ke Kejari Siantar," pungkasnya.
3. Kadishub Siantar Gunakan Uang Retribusi Parkir untuk Keperluan Pribadi
Sandi menjelaskan bahwa uang ganti rugi potensi parkir yang diterima JS dan TL dari pihak RS Vita Insani Pematangsiantar dengan total sebesar Rp 48.600.000. Uang tersebut diserahkan TL kepada JS secara bertahap sebanyak 3 kali. Dari toral uang tersebut TL mendapatkan bagian Rp 8,6 juta, sedangkan sisanya dipegang oleh JS.
"Intinya, Kadishub menerbitkan 3 surat keputusan terkait izin penutupan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan, yang seharusnya harus wali kota atau atas nama wali kota. Jadi, itu tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di mana pihak RS membayar sekitar Rp 48 juta yang terbagi dalam tiga tahap, di mana hal tersebut untuk kompensasi penutupan sementara aera trotoar dan parkir untuk keperluan renovasi, itu bukan merupakan retribusi resmi daerah dan tidak tercatat dalam sistem keuangan daerah serta tidak memiliki dasar hukum yg sah, sehingga terdapat adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi," jelasnya.
Sandi menjelaskan bahwa anak buah JS, yakni TL juga telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus itu. Dia sendiri belum memerinci jabatan TL.
"Keseluruhannya (kerugian) sekitar Rp 48,6 juta. Ini bukan masalah berapa kecilnya kerugian negara, tapi seharusnya terkait retribusi parkir ini kan tidak boleh, karena tidak sesuai dengan perda atau perwal yang ada. Ini baru satu tempat, gimana kalau di tempat lain kita telusuri," pungkasnya.
4. Propam Polda Sumut Dalami Pengakuan Kadishub Siantar
Propam Polda Sumut tengah mendalami kebenaran pengakuan JS itu. Kanit Tipikor Ipda LH juga kemungkinan bakal diperiksa.
"Masih dalam pendalaman, masih mengecek kebenaran informasi itu," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan saat dikonfirmasi detikSumut, Selasa (29/7/2025).
Ferry menyebut sejauh ini propam belum memeriksa Kanit Tipikor Ipda LH yang dituding memeras JS. "Belum (diperiksa), itu masih mau dicek, informasi Kabid Propam seperti itu," jelasnya.
Terkait kemungkinan Ipda LH diperiksa dalam kasus ini, Ferry menyebut akan ada kemungkinan. Namun, untuk teknis penyelidikan, dia mengatakan pihak propam yang lebih mengetahui.
"Ada kemungkinan, tapi teknisnya dari propam," pungkasnya.
Simak Video "Video: Nadiem Bikin Grup Bahas Rencana Pengadaan Laptop Sebelum Jadi Menteri"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)