Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Pematangsiantar inisial JS ditetapkan menjadi tersangka kasus retribusi parkir di RS Vita Insani Pematangsiantar. Begini modus yang dilakukan JS dalam kasus itu.
Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar AKP Sandi Riz Akbar mengatakan kasus itu berawal dari Direktur Utama RS Vita Insani Pematangsiantar yang mengirimkan surat ke Dinas Perhubungan Pematangsiantar pada 3 Mei 2024. Surat itu berisi pemberitahuan soal adanya renovasi cover depan RS Vita Insani yang berada di Jalan Merdeka itu.
Merespons surat itu, Dishub Pematangsiantar mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar Nomor : 017/500.11.33.1/1504/V.2024 tentang izin penutupan area trotoar dan parkir tepi jalan umum dalam rangka renovasi cover depan RS Vita Insani itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surat ditandatangani JS selaku Kadis Perhubungan dengan isi surat keputusan adalah memberikan rekomendasi dan analisa dampak yang terjadi akibat pembangunan cover depan RS Vita Insani dengan kewajiban mengganti rugi parkir tepi jalan umum di lingkungan pembangunan cover depan RS," kata Sandi, Selasa (29/7/2025).
Dalam surat itu, dirinci bahwa pihak rumah sakit harus memberikan uang ganti rugi. JS dalam surat itu menjelaskan bahwa potensi parkir per hari di tempat itu sekitar Rp 300 ribu dan dikalikan selama 61 hari, yakni masa renovasi RS itu.
Dengan begitu, 61 x Rp 300.000= Rp 18.300.000. Lalu, biaya untuk pemasangan plang lalu lintas sebesar Rp 1 juta, biaya pengendalian lalu lintas Rp 3 juta, biaya administrasi survei dan lainnya sekitar Rp 2 juta.
"Jadi, total keseluruhan Rp. 24.300.000. Masa berlaku izin penutupan area trotoar dan parkir tepi jalan umum renovasi cover depan RS Vita Insani Pematangsiantar ini sampai dengan tanggal 30 Juni 2024," jelasnya.
Kemudian, pada 7 Mei 2024, pihak RS Vita Insani menindaklanjuti surat Dishub itu dengan menyerahkan uang ganti rugi parkir sebesar Rp 24.300.000 yang diserahkan kepada anak buah JS berinisial TL. Hal itu juga dibuktikan dengan kuitansi yang ditandatangani TL.
Namun, ternyata pembangunan cover RS itu belum selesai hingga waktu yang ditentukan itu. Alhasil, pihak RS Vita Insani kembali mengirimkan surat perpanjangan izin penutupan area trotoar dan parkir di tepi jalan pada 26 Juni 2024.
Kemudian pihak Dishub kembali mengeluarkan surat perpanjangan waktu rekomendasi penutupan area parkir tepi jalan itu. Dalam surat itu, pihak Dishub meminta RS Vita Insani mengganti rugi potensi parkir dengan perhitungan Rp 300.000 x 31 hari= Rp 9,3 juta.
Selain itu, pihak RS juga diwajibkan membayar biaya pemasangan palang Rp 1 juta, biaya pengendalian lalu lintas Rp 3 juta, biaya administrasi survei Rp 2 juta. Dengan begitu, totalnya adalah Rp 15.578.000.
"Masa berlaku rekomendasi penutupan area parkir tepi jalan umum ini sampai dengan tanggal 31 Juli 2024," jelasnya.
Pihak Rumah Sakit Vita Insani pun kembali membayar uang ganti rugi potensi parkir sebesar Rp 15.578.000. Saat itu, pihak RS sempat meminta pengurangan biaya ganti rugi ke TL. Lalu, TL pun menyetujui pengurangan itu menjadi Rp 12 juta.
Pihak RS pun menyerahkan uang sebesar Rp 12 juta ke TL dan dibuktikan dengan kuitansi bermaterai yang ditandatangani oleh TL.
Namun, karena proses pembangunan RS itu belum juga selesai, Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar tanggal 29 Juli 2024 tentang perpanjangan waktu rekomendasi penutupan area parkir tepi jalan umum.
Saat itu, JS melalui keputusannya meminta pihak RS mengganti uang ganti rugi potensi parkir dengan perhitungan Rp 300.000 x 31 hari= Rp 9,3 juta. Lalu, pihak RS juga diwajibkan membayar biaya pemasangan plang lalu lintas Rp 1 juta, biaya administrasi survei dan lainnya sebanyak Rp 2 juta. Jadi, totalnya ada Rp 12,3 juta.
Masa penutupan itu berlaku hingga 31 Agustus 2024. Pihak RS pun menyetorkan uang ganti rugi itu sebesar Rp 12,3 juta kepada TL.
Namun, ternyata keputusan penutupan area trotoar dan parkir yang ditandatangani oleh JS itu tidak sesuai dengan Peraturan Walikota Pematangsiantar Nomor 42 Tahun 2023.
"Selama proses pembangunan cover depan RS Vita Insani Pematangsiantar, bahwa di depan RS masih tetap dilakukan pengutipan biaya retribusi parkir oleh petugas parkir dan penanggung jawab Jalan Merdeka depan RS Vita Insani yang ditugaskan oleh Dishub Siantar selama periode Mei-Agustus 2024 dan melakukan kewajibannya dengan menyetorkan uang parkir depan RS Vita Insani ke kas umum Pemko Pematangsiantar," jelasnya.
Sandi menjelaskan bahwa uang ganti rugi potensi parkir yang diterima JS dan TL dari pihak RS Vita Insani Pematangsiantar dengan total sebesar Rp 48.600.000. Uang tersebut diserahkan TL kepada JS secara bertahap sebanyak 3 kali. Dari total uang tersebut TL mendapatkan bagian Rp 8,6 juta, sedangkan sisanya dipegang oleh JS.
"Intinya, Kadishub menerbitkan 3 surat keputusan terkait izin penutupan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan, yang seharusnya harus walikota atau atas nama walikota. Jadi, itu tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di mana pihak RS membayar sekitar Rp 48 juta yang terbagi dalam tiga tahap, di mana hal tersebut untuk kompensasi penutupan sementara area trotoar dan parkir untuk keperluan renovasi, itu bukan merupakan retribusi resmi daerah dan tidak tercatat dalam sistem keuangan daerah serta tidak memiliki dasar hukum yang sah, sehingga terdapat adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi," jelasnya.
Perwira pertama polri itu menyebut uang tersebut dipakai JS untuk kepentingan pribadinya. Sandi mengatakan JS sempat menyetorkan uang itu ke pihak Pemko Pematangsiantar. Namun, uang itu diserahkan JS setelah kasus itu sudah naik ke tahap penyidikan.
"Sudah sempat dipakai untuk kepentingan pribadi. Kan sempat ada dia bilang sudah dibuatkan bukti penerimaan uang yang kepada pemko, itu memang diserahkan ke pemko, diserahkan bukan ke rekening retribusi untuk penerimaan pajak, tapi ke bank Sumut Pemko yang dia untuk semua uang itu masuk, bukan untuk peruntukannya. Namun, dia menyerahkan itu pada saat laporan terkait Tipikor ini dalam penyidikan, bukan saat penyelidikan atau klarifikasi," ujarnya.
Sandi menjelaskan bahwa anak buah JS, yakni TL juga telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus itu. Dia sendiri belum memerinci jabatan TL.
"Keseluruhannya (kerugian) sekitar Rp 48,6 juta. Ini bukan masalah berapa kecilnya kerugian negara, tapi seharusnya terkait retribusi parkir ini kan tidak boleh, karena tidak sesuai dengan perda atau perwal yang ada. Ini baru satu tempat, gimana kalau di tempat lain kita telusuri," pungkasnya.
Sebelumnya, Sandi menyampaikan bahwa JS saat ini telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi retribusi parkir sebesar Rp 48,6 juta di RS Vita Insani. Sejak penetapan tersangka itu, JS memang tidak ditahan karena kooperatif.
Lalu, setelah berkas perkara tersebut dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan atau P21, penyidik pun memanggil JS. Namun, pada pemanggilan pertama itu, JS berdalih sedang sakit dan tengah dirawat di salah satu rumah sakit. Kemudian, saat petugas kepolisian mengecek ke RS tersebut, JS ternyata tidak berada di rumah sakit itu.
Saat ditanyakan kembali, JS berdalih bahwa dirinya telah berada di rumah. Petugas kepolisian pun menuju rumah JS, tetapi tidak juga ditemukan.
"Setelah P21, kami panggil tersangka pertama kali, dia alasan sakit dia sampaikan dia RS, kami cek ke sana, ternyata dia tidak di sana. Katanya sudah pulang, kami cek ke rumahnya juga nggak ada," kata Sandi.
Perwira pertama polri itu menyebut pihaknya lalu melayangkan panggilan kedua ke JS. Namun, JS tetap tidak menghadiri panggilan itu.
Pada akhirnya, petugas menjemput RS dan membawanya ke Polres Pematangsiantar, Senin (28/7) subuh. Saat ini, kata Sandi, JS telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Pematangsiantar.
"Tadi subuh sekitar setengah 5 atau jam 5, kami amankan, kita bawa ke polres, dan hari ini tahap 2 ke Kejari Siantar," pungkasnya.
(nkm/nkm)