"Satreskrim Polres Karimun dan Polsek Meral beberapa waktu lalu menggagalkan keberangkatan 7 PMI non prosedural yang hendak berangkat dari Karimun ke Negara Malaysia dan Korea Selatan," kata Kapolres Karimun, AKBP Fadli Agus, Selasa (30/4/2024).
Fadli mengatakan ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus tersebut. Mereka adalah M (31), D (29) dan A (56).
"Ada tiga orang tersangka yakni M, D dan A. Ketiganya ditangkap di lokasi dan waktu yang berbeda dengan dua laporan polisi," ujarnya.
Fadli pengungkapan kasus PMI ilegal pertama dilakukan oleh Polsek Meral, Karimun. Sebanyak 6 orang calon PMI ilegal dan 2 orang tekong kapal diamankan pada Jumat (26/4) di pelabuhan rakyat, Kecamatan Meral, Karimun.
"Sebanyak 6 orang calon PMI ini rencananya akan dibawa ke Pulau Assan oleh pelaku D dan A. Pulau tersebut berbatasan dengan selat Malaka. Nantinya disana para PMI akan dijemput oleh kapal lain untuk dibawa ke Malaysia," ujarnya.
Hasil pemeriksaan polisi, D dan A merupakan tekong dan ABK kapal yang disuruh oleh pelaku L (DPO). Keduanya dijanjikan upah Rp 1,5 juta jika berhasil mengantarkan para PMI ilegal tersebut.
"Pengakuan D dan A mereka disuruh oleh oleh pelaku L yang masih dalam pengejaran. Keduanya dijanjikan upah Rp 1,5 juta," ujarnya.
Pengungkapan kedua dilakukan oleh Satreskrim Polres Karimun di Pelabuhan Internasional Karimun. Polisi mengamankan pelaku berinisial M dan satu orang calon PMI berinisial F yang hendak diberangkatkan ke Korea Selatan via Malaysia pada Sabtu (27/4).
"Calon PMI berinisial F asal Jawa Timur ini rencananya akan diberangkatkan ke Korea Selatan via Malaysia," ujarnya.
Hasil pemeriksaan polisi, diketahui calon PMI berinisial F itu untuk berangkat ke Korea Selatan via Malaysia harus mengeluarkan biaya Rp 35 juta. Uang tersebut diminta oleh M untuk biaya pengurusan.
"Tersangka berinisial M meminta uang untuk perjalanan atau ongkos sebesar Rp. 35 juta untuk pengurusan keberangkatan saudara F dari Surabaya hingga ke Korea Selatan," ujarnya.
Atas perbuatannya para pelaku yakni M, D dan A dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Pekerja Migran. Ketiganya terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar.
(mjy/mjy)