Kriminal Heboh 2023: Kasus AKBP Achiruddin hingga Waria Diperas Oknum Polisi

Kaleidoskop 2023

Kriminal Heboh 2023: Kasus AKBP Achiruddin hingga Waria Diperas Oknum Polisi

Finta Rahyuni - detikSumut
Selasa, 19 Des 2023 17:22 WIB
AKBP Achiruddin usai menjalani sidang tuntutan di PN Medan. (Raja Malo Sinaga/detikSumut)
Foto: AKBP Achiruddin usai menjalani sidang tuntutan di PN Medan. (Raja Malo Sinaga/detikSumut)
Medan -

Beragam kasus kriminal di Sumut terjadi sepanjang 2023, sebagian kasus tersebut menyita perhatian publik. Di antaranya ada kasus penganiayaan yang menyeret AKBP Achiruddin dan anaknya Aditya Hasibuan hingga dua waria yang diperas empat oknum polisi sebesar Rp 50 juta.

Dua kasus ini cukup menarik perhatian publik, baik di Sumut maupun secara nasional. Apalagi kasus AKBP Achiruddin, perwira Polda Sumut yang terseret penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya kepada Ken Admiral.

Berawal dari kasus ini, mantan Kabag Bin Ops Ditresnarkoba Polda Sumut kemudian dijadikan tersangka untuk sejumlah kasus lainnya termasuk solar ilegal. Namun, belakangan, Achiruddin dan dua tersangka lainnya dinyatakan bebas dalam kasus solar ilegal itu, sedangkan di kasus penganiayaan Achiruddin divonis enam bulan dan diperberat Pengadilan Tinggi Medan menjadi delapan bulan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana perjalanan kedua kasus tersebut? Berikut penjelasannya:

1. AKBP Achiruddin dan Anaknya Terseret Kasus Penganiayaan

Tersingkapnya tabir buruk AKBP Achiruddin diawali dari keterlibatan anaknya Aditya Hasibuan yang melakukan penganiayaan terhadap Ken Admiral. Penganiayaan tersebut bermula dari Ken Admiral bertanya ke Aditya terkait hubungannya dengan SH melalui chatting.

ADVERTISEMENT

Penganiayaan itu terjadi pada 21 Desember 2022 sekitar pukul 22.00 WIB. Awalnya, Aditya memberhentikan Ken Adrial yang saat itu mengendarai mobil saat berada di SPBU, Jalan Ringroad, Kota Medan.

Selanjutnya, pada 22 Desember sekitar pukul 02.30 WIB Ken bersama dengan temannya mendatangi rumah Aditya di Jalan Karya, Kecamatan Medan Helvetia, tujuannya untuk menanyakan kasus pemukulan serta pengerusakan terhadap mobil Ken. Saat itu lah terjadi penganiayaan.

Di lokasi kejadian, turut ada AKBP Achiruddin, abang Aditya Hasibuan dan sejumlah rekan dan Ken dan Aditya. Saat terjadi penganiayaan, AKBP Achiruddin tidak melerai keduanya. Bahkan, dia sempat melarang seorang pria untuk menghentikan penganiayaan itu. AKBP Achiruddin juga sempat memerintahkan rekan dari Aditya untuk mengambil senjata api laras panjang dari dalam rumahnya.

Satu hari setelah kejadian, keduanya diketahui saling melapor di Polrestabes Medan. Kemudian pada Maret 2023, laporan tersebut ditarik ke Polda Sumut.

Namun, kasus tersebut baru heboh pada bulan April 2023, saat video penganiayaan Aditya terhadap Ken Admiral yang disaksikan oleh AKBP Achiruddin beredar di media sosial. Polda Sumut kemudian angkat bicara dan menetapkan Aditya Hasibuan (AH) sebagai tersangka.

"Kita sudah bisa menetapkan tersangka atas nama AH," sebut Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Sumaryono, Selasa (25/4/2023).

Selain itu, AKBP Achiruddin diberi sanksi ditempatkan di tempat khusus (Patsus). AKBP Achiruddin juga dicopot dari jabatannya karena persoalan ini. Hal itu karena terbukti melanggar kode etik Pasal 13 huruf M Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022.

AKBP Achiruddin dikawan personel dari Propam saat akan menuju ruang pemeriksaan. (Finta Rahyuni/detikSumut)AKBP Achiruddin dikawan personel dari Propam saat akan menuju ruang pemeriksaan. (Finta Rahyuni/detikSumut)

Dipecat dari Polri

Selang beberapa waktu, AKBP Achiruddin menjalani sidang kode etik buntut dari penganiayaan yang dilakukan anaknya. Hasilnya, Achiruddin dijatuhi sanksi PTDH atau pemberhentian tidak dengan hormat.

"Berdasarkan pertimbangan, komisi sidang sudah memutuskan perilaku melanggar kode etik profesi Polri. Sehingga majelis komisi etik memutuskan untuk dilakukan PTDH," ujar Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, Selasa (2/5) malam.

Panca menyebut AKBP Achiruddin terbukti melanggar kode etik karena membiarkan anaknya, Aditya Hasibuan menganiaya Ken Admiral. Dia terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 13 sebagaimana tertera dalam Perpol No 7 Tahun 2022.

Jenderal bintang dua itu mengatakan hal yang memberatkan putusan tersebut, karena Achiruddin membiarkan penganiayaan itu terjadi. Padahal, saat kejadian, Achiruddin berada di lokasi tersebut.

Achiruddin 4 Kali Langgar Disiplin

Sebelum dipecat, Achiruddin tercatat pernah melanggar disiplin Polri sebanyak empat kali. Hal itu jugalah yang membuat majelis sidang memutuskan untuk memecat Achiruddin. Pelanggaran itu pernah dilakukan Achiruddin pada tahun 2017 dan 2018.

"Sudah empat kali pelanggaran disiplin dan satu kali pelanggaran kode etik, itu yang memberatkan kami melakukan PTDH kepada yang bersangkutan," kata Kabid Propam Polda Sumut Kombes Dudung Adijono, saat itu.

Atas pemecatan itu, AKBP Achiruddin mengajukan banding ke Mabes Polri. Sejauh ini, belum diketahui pasti hasil dari sidang banding tersebut.

Gudang Solar Ilegal di Dekat Rumah Achiruddin

Kasus penganiayaan itu pun terus bergulir. Saat proses penyelidikan itu, ditemukan pula gudang solar ilegal di dekat rumah Achiruddin.

Gudang solar itu belakangan diketahui milik PT Almira Nusa Raya (ANR). Di gudang itu, Achiruddin menjadi pengawas.

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, petugas kepolisian menetapkan Achiruddin sebagai tersangka terkait operasional dan perizinan gudang itu. Selain Achiruddin, Ditreskrimsus juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Almira Edy dan pekerja bernama Parlin.

"Terkait gudang solar itu ada tiga orang yang ditetapkan jadi tersangka. Dua orang dari PT Almira, Edy sebagai Direktur Utamanya dan Parlin (orang lapangan). Sedangkan satu lagi AH (Achiruddin Hasibuan)," kata Dirreskrimsus Polda Sumut Teddy Marbun kepada detikSumut, Kamis (25/5).

Achiruddin diketahui menjadi pengawas di gudang itu sejak tahun 2018 hingga kasus itu terungkap pada 2023. Achiruddin pun menerima sejumlah uang setoran dari gudang tersebut.

Awalnya, Achiruddin mengaku hanya menerima uang setoran sebesar Rp 7,5 juta dari PT Almira. Namun, berdasarkan hasil penyelidikan, Achiruddin ternyata menerima uang setoran hingga Rp 30 juta per bulannya.

"Awalnya pengakuan AH mendapat uang sebesar Rp 7,5 juta, namun hasil lidik dan sidik ditemukan penerimaan dana dari PT ANR baik cash dan transfer sebesar Rp 20 juta- 30 juta," kata Teddy Marbun saat dikonfirmasi detikSumut.

Teddy mengatakan uang Rp 20- 30 juta itu diterima Achiruddin sejak tahun 2018 hingga akhirnya kasus itu terungkap.

Atas penerimaan uang itu, Polda Sumut pun menetapkan Achiruddin sebagai tersangka kasus gratifikasi. Penetapan tersangka itu dilakukan sejak Jumat (9/6).

Polisi saat memeriksa gudang solar diduga milik AKBP Achiruddin. (Goklas Wisely/detikSumut)Polisi saat memeriksa gudang solar diduga milik AKBP Achiruddin. (Goklas Wisely/detikSumut)

Achiruddin Tersangka TPPU

Penyidik kemudian mendalami soal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas kasus itu. Setelah diselidiki Polda Sumut pun kembali menetapkan Achiruddin sebagai tersangka TPPU.

"Sudah (tersangka)," kata Teddy Marbun, saat dikonfirmasi detikSumut, Jumat (23/6).

Kasus yang menjerat Achiruddin itu pun bergulir ke persidangan. Dalam kasus penganiayaan, Achiruddin dituntut 21 bulan penjara. Namun, hakim menyunat tuntutan itu dan memvonis Achiruddin enam bulan penjara.

Jaksa lalu mengajukan banding atas putusan tersebut. Hasilnya, Pengadilan Tinggi Medan memperberat hukuman Achiruddin menjadi delapan bulan.

Lalu, untuk kasus solar ilegal, AKBP Achiruddin divonis bebas. Padahal sebelumnya, Achiruddin dituntut enam tahun penjara. Selain Achiruddin, dua tersangka lainnya juga divonis bebas. Keduanya awalnya dituntut empat tahun penjara.

Sementara, untuk kasus lainnya yang menjerat Achiruddin, saat ini masih sedang berproses.

Baca kasus dua waria dimedan diperas oknum polisi di halaman berikutnya...

2. Dua Waria di Medan Diperas 4 Polisi

Kasus yang tak kalah heboh dari kasus Achiruddin, adalah pemerasan terhadap dua orang waria di Kota Medan. Akibat kasus ini, sebanyak empat polisi diberi hukuman demosi.

Adapun dua waria yang diperas itu adalah Deca alias Kamaluddin (27) dan Fury alias Rianto (26). Uang yang diduga diperas dari dua waria itu adalah Rp 50 juta.

Berdasarkan kronologi yang disampaikan dua waria tersebut, dugaan pemerasan itu terjadi setelah keduanya ditangkap di sebuah hotel di Kota Medan. Awalnya Deca dan Fury diajak threesome oleh seorang pria bernama Hans melalui pesan WhatsApp pada Senin (19/6). Keduanya menerima permintaan itu dengan bayaran sekitar Rp 1,8 juta.

Kemudian, keduanya berangkat ke hotel di Jalan Ringroad dan masuk ke kamar nomor 301. Belum melakukan aktivitas seksual, ada sekitar delapan polisi yang menggerebek. Setelah itu, Deca dan Fury dibawa ke Polda Sumut untuk diperiksa.

Esok harinya, Deca ditawari untuk membayar Rp 100 juta agar dapat lepas oleh petugas di Polda Sumut. Deca mengaku jika angka segitu lebih baik ditahan saja. Terakhir, Deca membayar Rp 50 juta. Lalu, dia dan Fury dilepas dan diantar oleh petugas ke sekitar Pengadilan Agama Medan.

Tak lama, Deca mengadu persoalan itu ke LBH Medan hingga membuat laporan di Polda Sumut terkait dugaan tidak pidana pemerasan yang dilakukan oknum polisi.

Deca dan Fury, 2 waria yang mengaku diperas polisi saat memberikan keterangan di LBH Medan. (Foto: Tim detikSumut)Deca dan Fury, 2 waria yang mengaku diperas polisi saat memberikan keterangan di LBH Medan. (Foto: Tim detikSumut)

Empat Personel Terindikasi Memeras

Terkait laporan itu, Polda Sumut masih melakukan penyelidikan. Empat personel Ditreskrimum Polda Sumut pun diperiksa. Dari keempat itu, satu di antaranya berpangkat Ipda berinisial PG.

"Penyidik propam secara berkesinambungan melakukan pemeriksaan terhadap empat oknum anggota Polda Sumut yang disebutkan dalam laporan saudara D (Deca) dan rekannya. (Bertugas) di Ditreskrimum," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Selasa (27/6).

"Empat yang terindikasi (pelanggaran), dan itu pemeriksaan masih berjalan," ujarnya.

Propam Tawarkan Uang Rp 50 Juta Dikembalikan

Lalu, pada saat pemeriksaan Deca dan Fury di Bidpropam Polda Sumut Senin (26/6), polisi sempat menyatakan akan mengembalikan Rp 50 juta kepada Deca dan Fury, tetapi tawaran itu ditolak.

"Saat itu, korban diperiksa di Propam Polda Sumut. Di situ mereka minta setelah pemeriksaan, korban ikut siaran pers atas perintah dari Pak Kapolda Sumut," kata Direktur LBH Medan Irvan Syahputra kepada detikSumut, Kamis (29/6).

Irvan mengatakan, pejabat Polda yang menyampaikan penawaran kepadanya adalah Kabid Propam Polda Sumut saat itu, yakni Kombes Dudung.

"Nah, Kabid Propam bilang pas siaran pers itu akan ada pengembalian uang dan mereka meminta korban mengucapkan terima kasih kepada Pak Kapolda Sumut," ujarnya.

Kombes Dudung Adijono tak menampik bahwa dirinya sempat menawarkan agar uang Rp 50 juta itu dikembalikan. Menurutnya, itu adalah niat baik dari pihaknya.

"Kita niat baik untuk mengembalikan, itu kewajiban kita. Kita masih komunikasikan dengan pengacaranya, akan kita kembalikan," kata Dudung Adijono, Sabtu (1/7).

4 Polisi Dipatsus

Empat personel yang diduga memeras dua waria itu pun lalu ditempatkan di penempatan khusus (patsus). Patsus itu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan kepada keempatnya.

"Sudah dipatsus, dipatsus dalam rangka pemeriksaan," kata Dudung, Jumat (7/7).

Keempat Polisi Didemosi 4 Tahun

Atas kasus tersebut, keempat polisi itu pun disidang etik. Mereka dijatuhi sanksi demosi selama empat tahun karena terbukti melanggar.

"Berdasarkan putusan sidang KKEP terhdap 4 orang terduga pelanggar dijatuhi hukuman sanksi administrasi, yakni mutasi bersifat demosi selama empat tahun," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Rabu (12/7).

Selain itu, keempatnya juga dijatuhi sanksi penempatan khusus (patsus) selama tujuh hari. Sanksi patsus itu kata Hadi, telah dilalui oleh keempatnya sebelum disidang etik.

"Sanksi penempatan khusus selama tujuh (tujuh) hari dan sudah dijalani sejak tanggal 3 Juli- 10 Juli 2023," pungkasnya.

4 Polisi Minta Maaf

Selain demosi, keempatnya juga dijatuhi sejumlah sanksi lainnya. Mereka diberikan sanksi berupa sanksi etika dan administrasi.

Sanski etika, yakni keempat polisi tersebut harus meminta maaf secara lisan saat sidang etik. Selain itu, keempatnya juga harus membuat permintaan maaf secara tertulis kepada pimpinan Polri.

"Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan," kata Hadi.

Kemudian, sanksi etika yang juga harus dilakukan keempat oknum polisi itu adalah mengikuti pembinaan rohani, mental dan pengetahuan profesi selama satu bulan.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Alasan 'Si Mulet' Bacok Petugas Polisi saat Hendak Tawuran"
[Gambas:Video 20detik]
(nkm/nkm)


Hide Ads