Mahfud mengatakan, kasus pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong terjadi sejak tahun 1989 atau sekitar 34 tahun lalu. Saat itu, di Indonesia belum ada Undang-Undang (UU) HAM dan UU Peradilan HAM.
"UU HAM itu baru lahir tahun 1999, UU Pengadilan HAM tahun 2000. Kemudian dikatakan yang mendapat rehabilitasi oleh negara itu harus ditetapkan oleh Komnas HAM, bahwa itu adalah pelanggaran HAM berat," kata Mahfud kepada wartawan di Rumoh Geudong, Senin (26/6/2023).
Menurut Mahfud, Komnas HAM baru memutuskan di sana terjadi pelanggaran HAM berat pada tahun tahun 2018. Dia menilai penyelesaian kasus itu terbilang cepat.
"Ini baru ditetapkan oleh Komnas HAM pada 2018 dan kita tidak bisa menyatakan sesuatu itu pelanggaran HAM berat kalau Komnas HAM tidak menyatakan itu," ujarnya.
Penyelesaian yang dilakukan pemerintah saat ini yakni secara non-yudisial. Penyelesaian itu fokus ke pemulihan atau rehabilitasi dan pemenuhan hak-hak korban.
"Ini non-yudisial. Yang yudisial nanti di pengadilan itu urusan Komnas HAM," ujarnya.
"Data non-yudisial itu bukan untuk menggantikan yudisial. Jadi datanya nggak akan ada yang terganggu. Yang yudisial itu Komnas HAM bersama Jaksa Agung dan DPR nanti," lanjut Mahfud.
(agse/dpw)