Lalu, Fridolin juga heran dengan pemesanan sianida tersebut. Sebab, sianida yang diduga dipesan oleh Bripka AS melalui toko online itu dipesan bersamaan saat handphone AS disita Polres Samosir.
Fridolin Siahaan menyebut sianida itu diduga dipesan oleh Bripka AS pada Senin (23/1). Pada hari yang sama, Bripka AS disebut dipanggil oleh Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman soal kasus penggelapan pajak itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bripka AS memesan sianida melalui aplikasi online pada tanggal 23 Januari 2023. Sementara pada tanggal 23 Januari Hp Bripka AS telah disita oleh Kapolres. Jadi, pertanyaannya siapa yang memesan sianida itu, karena tanggal 23 Hp sudah disita," kata Fridolin, Selasa (21/3).
Dari keterangan pihak kepolisian sianida itu dipesan oleh Bripka AS dari Bogor, Jawa Barat melalui toko online.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan pihaknya, kata Fridolin, sianida itu tiba pada Senin (30/1) sekitar pukul 21.49 WIB. Paket sianida itu dipesan dengan tujuan UPT Samsat Pangururan dengan sistem pembayaran COD atau bayar di tempat.
"Sejauh ini keterangan polisi yang terima (paket sianida) almarhum langsung, tapi belum bisa dibuktikan juga," ujarnya.
Namun, dia mengaku heran karena paket itu disebut diterima langsung oleh Bripka AS. Padahal, saat itu, kondisi sudah malam dan Bripka AS tengah tidak dalam kondisi bertugas.
"Perlu tanda tanya apakah kantor Samsat tersebut buka sampai malam. Apalagi beliau itu bertugas di Samsat di bagian fisik, dia tidak ada malam. Jadi, dinasnya pagi hingga sore," kata Fridolin.
Menurut keterangan istri Bripka AS, suaminya sempat menyampaikan rencananya untuk membongkar pihak-pihak yang terlibat penggelapan pajak itu. Hal itu disampaikan Bripka AS kepada istrinya, usai dirinya dipanggil oleh AKBP Yogie Hardiman pada Senin (23/1) lalu.
"Almarhum pernah bercerita kepada istrinya mau membongkar seluruh kasus pajak itu supaya terang benderang, dia (AS) tidak mau kena sendiri," kata Fridolin.
"Almarhum pun siap untuk dipenjara, bahkan dipecat dari kesatuannya. Jadi, dugaan kami jangan-jangan Bripka AS ini sengaja dibunuh untuk memutus mata rantai sistem penggelapan pajak di Samsat Pangururan," ujarnya.
Setelah kasus itu terungkap, Fridolin menyebut ada juga pihak yang mengancam akan menyengsarakan keluarga dari Bripka AS. Menurut istri AS, ancaman itu dilakukan oleh AKBP Yogie.
"Berdasarkan cerita almarhum, yang diduga mengintimidasi itu Bapak Kapolres. Almarhum menceritakan diancam (Kapolres) akan disengsarakan anak dan istrinya," sebutnya.
Kejanggalan lainnya yang dirasakan oleh pihak keluarga, yakni soal barang milik Bripka AS yang ditemukan di lokasi kejadian. Menurut Jenni Irene ada sejumlah barang yang diduganya bukan milik suaminya.
Barang tersebut, seperti helm dan sepatu.
"Jadi, waktu ditunjukkan barang bukti itu (helm) memang sama- sama putih luarannya, tapi yang punya almarhum itu dalamannya warna hitam, mereka (polisi) menunjukkannya itu warna merah," ujar Irene.
"Sepatunya itu, dia nggak pernah ya jahit-jahit sepatu, sepatu itu yang ditunjukkan itu yang buruk, ada jahitannya," sambungnya.
Irene mengaku mengenal betul barang-barang dari suaminya itu. Oleh karena itu, dia mengaku heran barang yang ditemukan itu tidak sama dengan milik suaminya.
"Tanda betul, karena kan anak-anak sering mainin helm tadi, jadi saya tau," jelasnya.
(dpw/dpw)