Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan fatwa tentang mafia tanah dalam perspektif Hukum Islam dan Adat Aceh. Ulama memfatwakan praktik mafia tanah dan memanfaatkan tanah milik umum untuk kepentingan pribadi hukumnya haram.
"Praktik ghasab, gharar, sariqah, talbis (manipulasi), taghyir manar al-ardhi (mengubah tapal batas) dan ghisysyu (kecurangan) dalam kaitannya dengan tanah adalah termasuk praktik mafia tanah. Praktik mafia tanah hukumnya adalah haram dan termasuk bagian dari dosa besar," kata Plt Kepala Sekretariat MPU Aceh Zulkarnaini saat membacakan draft fatwa itu, Rabu (15/3/2023).
Sidang paripurna fatwa digelar di Gedung Tgk. H. Abdullah Ujong Rimba, MPU Aceh. Ada beberapa poin yang diatur dalam fatwa tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya menjelaskan mafia tanah adalah kumpulan beberapa orang melakukan praktik ilegal yang memiliki jaringan sangat rapi, sistematis, terorganisir, terlihat wajar dan legal. Fatwa itu juga mengatur tentang penggunaan tanah milik umum.
"Memanfaatkan tanah milik umum untuk kepentingan pribadi tanpa izin dari pejabat yang berwenang adalah haram. Pelaku praktik mafia tanah wajib mengembalikan harta dan/atau membayar harga kepada pemiliknya," jelasnya.
Di dalam fatwa itu juga terdapat tausyiah yang berisi 11 poin. Di antaranya MPU Aceh berharap Pemerintah Aceh untuk memfasilitasi pengurusan sertifikat tanah wakaf di seluruh Aceh. Ulama juga mengharapkan agar Pemerintah Aceh membuat qanun yang terkait dengan pertanahan di Aceh.
"Pemerintah Aceh diharapkan pula untuk memastikan status hukum seluruh tanah yang belum jelas statusnya," jelasnya.
Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk Muhammad Hatta, berharap fatwa dan taushiyah ini bisa menjadi panduan bagi seluruh masyarakat dan pihak terkait.
"Mudah-mudahan apa yang telah dihasilkan ini kiranya akan menjadi sebuah landasan atau pencerahan bagi masyarakat kita sehingga fatwa-fatwa yang dihasilkan oleh MPU Aceh ini kiranya akan menjadi sebuah panduan dalam menjalani kehidupan sehari-hari," jelasnya
"Kita harapkan bahwa apa yang kita hasilkan daripada fatwa ini kiranya disosialisasikan kepada masyarakat secara berkala, bertahap dan berkelanjutan," Abiya Hatta.
(agse/dpw)