"Kita minta segera ada tindaklanjut dari negara terhadap tiga kasus yang telah ada pengakuan dari presiden, dan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya yang terjadi di Aceh di masa lalu," kata Malik dalam keterangannya, Jumat (3/3/2023).
Penyerahan data korban dilakukan dalam pertemuan di ruang kerja Kemenkopolhukam, di Jakarta, Kamis (2/3). Pertemuan itu juga dihadiri Ketua DPR Aceh Saiful Bahri, Ketua KKR Aceh Masthur Yahya dan lainnya.
Menurut Malik, data korban yang sudah dikumpulkan KKR sebanyak 5 ribu orang. Namun dia meyakini masih banyak korban lain yang belum terdata.
Malik menjelaskan, pelanggaran HAM di Aceh juga terjadi pasca damai salah satunya kasus pembantaian di Atu Lintang, Takengon, Aceh Tengah. Pasca kejadian Atu Lintang, Malik mengaku turun ke lokasi untuk meredam suasana.
"Alhamdulillah, meskipun suasana di lapangan saat itu sangat panas, kita masih bisa mempertahankan perdamaian Aceh," jelas Malik.
"Kita sangat komit dengan perdamaian ini, dan kita juga ingin Pemerintah Pusat komit dengan apa yang telah diatur dalam MoU Helsinki dan UUPA," lanjutnya.
Ketua DPR Aceh Saiful Bahri menjelaskan, pihaknya akan menggelar pertemuan lanjutan terkait kasus pelanggaran HAM berat di Aceh. Mahfud juga disebut berjanji akan menyampaikan hasil pertemuan itu ke Presiden Jokowi.
"Insya Allah, Presiden akan membuat launching pemulihan korban konflik yang akan dimulai dari Aceh. Yang kita ketahui bersama bahwa pelanggaran HAM berat di Aceh bukan hanya tiga titik, tetapi pelanggaran HAM di Aceh lebih banyak lagi," jelas pria akrab disapa Pon Yahya itu.
Diketahui, Presiden Jokowi telah mengumumkan pengakuan negara terhadap 12 pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia. Dari jumlah tersebut, tiga di antaranya merupakan kasus pelanggaran HAM berat terjadi di Aceh seperti kasus Rumoh Geudong-Pos Sattis, Jambo Keupok, dan Simpang KKA.
Sebelumnya, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh menyerahkan nama-nama korban pelanggaran HAM di Tanah Rencong ke DPR Aceh. Ada 5 ribu lebih korban yang mengalami penyiksaan hingga pemerkosaan.
"Itu data seluruh korban yang sudah didata oleh KKR sejak tahun 2017 sampai 2020. Isinya berbagai macam kasus pokoknya lengkap, dari pembunuhan, penculikan, penyiksaan, kekerasan seksual dan lain-lain. Data yang kami kasih itu jumlahnya 5 ribu lebih," kata Ketua KKR Aceh Masthur Yahya kepada wartawan, Rabu (25/1).
Masthur mengatakan, KKR Aceh memiliki mandat non-yudisial sehingga data yang diserahkan nama-nama korban pelanggaran HAM bukan pelanggaran HAM berat. Nama yang diserahkan merupakan korban yang berhasil didata pihaknya di 14 wilayah.
"Wilayah itu mulai dari Kuala Simpang sampai Aceh Selatan kecuali Sabang, Singkil Subulussalam itu belum," jelasnya.
Menurutnya, ada korban yang didata pihaknya mengalami lebih dari satu peristiwa. KKR Aceh tidak mengklasifikasikan korban per peristiwa.
"Jumlah korban ada 5 ribu orang, kalau dihitung 1 orang itu ada yang mengalami lebih dari satu kejadian, maka gak bisa disebutkan berapa kejadian. Satu orang bisa 2 sampe 5 kejadian bahkan pada tahun yang berganti yang berbeda-beda," jelasnya.
(agse/dpw)