Psikolog Sebut Pelajar Tendang Nenek di Tapsel Punya Gangguan Perilaku

Psikolog Sebut Pelajar Tendang Nenek di Tapsel Punya Gangguan Perilaku

Kartika Sari - detikSumut
Selasa, 22 Nov 2022 05:31 WIB
Tangkapan layar video viral pelajar tendang nenek di Tapsel
Tangkapan layar video viral pelajar tendang nenek di Tapsel (Istimewa)
Medan -

Kasus pelajar yang menendang seorang nenek tua di Tapanuli Selatan (Tapsel) mendapat sorotan dari Psikolog Anak Irna Minauli. Ia menyebutkan bahwa tindakan pelajar tersebut menunjukkan miskinnya empati dan adab.

"Banyaknya kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh para remaja menunjukkan kurangnya pemahaman sosial tentang norma-norma dan adab yang baik terhadap orang lain, khususnya pada orang yang lebih tua. Mereka kehilangan empati dan tidak bisa membedakan mana nilai-nilai baik dan buruk," ungkap Irna, Senin (21/11/2022).

Dalam amatan Irna, pelajar yang duduk di bangku SMKN 1 Angkola Timur ini memiliki gangguan perilaku dan punya perilaku membangkang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika dilihat dari sisi kepribadian anak, kemungkinan mereka mengalami gangguan perilaku (conduct disorder) atau adanya perilaku pembangkangan (oppositional deviant disorder). Anak menjadi mudah marah dan tersinggung sehingga melawan pada figur otoritas," ujarnya.

Kepribadian yang 'miskin' adab dan sopan santun ini disebutkan Irna dimungkinkan para pelajar tersebut mendapatkan pola asuh yang salah.

ADVERTISEMENT

"Kurangnya role model yang baik dalam lingkungan pergaulan sosial, sekolah maupun keluarga sering menjadi pemicu munculnya masalah-masalah kenakalan pada remaja. Pola asuh yang salah dimana anak terlalu dimanjakan dengan gaya pengasuhan serba boleh atau permisif versus gaya otoriter dari orang tua membuat anak tidak memiliki pemahaman yang baik tentang nilai-nilai sosial," jelasnya.

Berkaitan dengan pola asuh anak, Irna mewanti-wanti para orang tua yang tak jarang salah dalam mengedepankan role model untuk dicontoh oleh sang anak.

"Banyak orang tua yang tadinya ingin menerapkan gaya pengasuhan demokratis namun kemudian kebablasan menjadi gaya pengasuhan permisif yang cenderung menempatkan anak sebagai figur utama dan orang tua melepaskan anak karena sering kali mereka merasa kewalahan dan tidak tahu harus berbuat apa lagi terhadap anak. Kendali yang seharusnya ada pada orang tua kemudian diambil alih anaknya," jelasnya.

Tak hanya itu, Irna juga menyebutkan bahwa faktor minimnya sosok ayah sebagai role model untuk sang anak dinilai kurang. Akibatnya, anak tersebut punya potensi besar untuk melakukan tindak kriminalitas.

"Selain itu kurang berperannya ayah sebagai figur otoritas serta role model yang baik ditengarai menjadi salah satu penyebab kenakalan remaja ini. Penelitian-penelitian tentang fatherless ini menunjukkan korelasi antara kurangnya peran ayah dengan perilaku kriminal terutama pada anak laki-laki," bebernya.

Disamping itu, Irna menyebutkan bahwa situasi rumah tangga yang tidak harmonis baik KDRT ataupun keluarga yang tidak utuh punya potensi untuk terjadinya tindak tidak bermoralnya sang anak.

"Keluarga yang tidak utuh juga memiliki sumbangan terhadap kasus-kasus ini, terutama ketika terjadi konflik disertai dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Anak yang terpapar kekerasan serta adanya masalah akademis dan hubungan sosial membuat anak menjadikan kekerasan sebagai ventilasi dari frustrasi yang dirasakannya," pungkasnya.




(bpa/bpa)


Hide Ads