Adik Irwandi Yusuf Terdakwa Korupsi Jadi Tahanan Kota, Jaksa Kecewa

Aceh

Adik Irwandi Yusuf Terdakwa Korupsi Jadi Tahanan Kota, Jaksa Kecewa

Agus Setyadi - detikSumut
Sabtu, 12 Nov 2022 15:31 WIB
Zaini Yusuf ditahan jaksa usai jadi tersangka korupsi Tsunami Cup.
Zaini Yusuf saat ditahan jaksa. (Foto: Dok. Kejari Banda Aceh)
Banda Aceh -

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh mengabulkan permohonan dua terdakwa kasus korupsi turnamen Aceh World Solidarity Cup (AWSC) 2017 atau Tsunami Cup untuk menjadi tahanan kota. Jaksa kecewa dengan putusan hakim itu.

Putusan peralihan status tahanan itu disampaikan majelis hakim yang diketuai hakim Hendral dengan hakim anggota Sadri dan Elfama Zain dalam sidang, Jumat (11/11). Putusan itu bernomor 59/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Bna.

Kedua terdakwa yang beralih status tahanan adalah Zaini Yusuf yang merupakan adik mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf serta Mirza. Keduanya sebelumnya ditahan di Rutan Kajhu, Aceh Besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kajati Aceh Bambang Baktiar dan Kajari Banda Aceh Edi Ermawan mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim tersebut.

"Kami keberatan dengan penetapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh yang mengalihkan tahanan kedua terdakwa perkara AWSC 2017 yaitu Zaini dan Mirza," kata Bambang dalam keterangannya, Sabtu (12/11/2022).

ADVERTISEMENT

Bambang menjelaskan, pihaknya menilai pertimbangan yang menjadi alasan pengalihan penahanan menjadi tahanan kota tidak logis. Kedua terdakwa juga disebut menjalani persidangan langsung bukan daring.

"Kalau dikatakan karena agar persidangan lebih efektif secara offline atau tidak online, padahal sejak persidangan ke-3 kami sudah menghadirkan terdakwa ke hadapan persidangan secara langsung sehingga alasan tersebut menurut kami kurang tepat dan tidak relevan lagi," jelas Bambang.

Lihat juga video 'Divonis 7 Tahun, Gubernur Aceh Nonaktif: Saya Dicurangi, Dizalimi!:

[Gambas:Video 20detik]



Awal mula kasus di halaman selanjutnya...

Sebelumnya, event AWSC 2017 digelar pada masa kepemimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Nova Iriansyah. Turnamen sepakbola internasional itu diikuti empat negara yakni Indonesia, Kyrgyztan, Mongolia dan Brunei Darussalam.

Pertandingan digelar di Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh, Aceh pada 2 hingga 6 Desember 2017. Turnamen dengan total hadiah Rp 550 juta itu diluncurkan Irwandi Yusuf di sebuah hotel di Banda Aceh.

Irwandi mengatakan, turnamen tersebut digelar sebagai perwujudan dari rasa solidaritas dunia terhadap Aceh yang pernah dilanda tsunami pada 2004 lalu. Awalnya, ada sejumlah negara yang menyatakan bersedia bertanding. Namun karena bersamaan dengan kalender kegiatan FIFA, beberapa negara mundur.

Menurut Irwandi, Pemerintah Aceh melalui program Aceh Teuga (Aceh kuat) mempunyai misi untuk mengembalikan dan meningkatkan prestasi olahraga Aceh, salah satunya melalui peningkatan frekuensi even kompetisi olahraga untuk menjaring bibit-bibit unggul.

Pasca event digelar, aroma korupsi menyeruak. Dua orang saat itu Dia Moh Sa'adan dan Simon Batara diadili dan divonis masing-masing dua tahun penjara.

Dalam kasus itu nama Zaini Yusuf muncul dalam fakta persidangan atas terdakwa Moh Sa'adan dan Simon Batara.
Zaini diketuai menjabat sebagai pembina AWSC.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Kasi Intelijen Kejari Banda Aceh Muharizal, mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan diketahui sumber dana AWSC dari APBA Perubahan tahun 2017 pada Dispora Aceh sebesar Rp 3,8 miliar. Panitia pelaksana juga disebut mendapatkan dana dari sponsor, sumbangan pihak ketiga serta penjualan tiket sebesar Rp 5,4 miliar.

"Penyimpangan anggaran AWSC tahun 2017 mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp 2,8 miliar berdasarkan LHP BPKP Perwakilan Aceh," jelas Muharizal, Selasa (4/10).

Zaini ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (7/9) lalu. Zaini diduga ikut menikmati uang penyimpangan anggaran AWSC sebesar Rp 730 juta.

Sementara Mirza juga ditetapkan sebagai tersangka pada 7 September lalu.

Menurutnya, Mirza ditetapkan sebagai tersangka karena penerimaan dan pengeluaran uang untuk kegiatan AWSC tidak dilakukan sesuai standar baku pengelolaan keuangan. Penggunaan anggaran juga disebut tidak didukung bukti relevan.

"Pengeluaran tidak memperhatikan usulan anggaran yang telah dibuatkan sebagaimana tujuan anggaran, transaksi atau pembiayaan tidak sesuai dengan prosedur baku dan lain sebagainya sehingga menyebabkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp. 2,8 miliar berdasarkan LHP BPKP Perwakilan Aceh," ujarnya.

Halaman 2 dari 3
(agse/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads