Kasus Rismayani, ibu rumah tangga (IRT) yang digugat ibu mertuanya gegara rumah warisan yang sebelumnya dikuasai suaminya kini bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran. Persoalan itu bermula ketika pihak keluarga memberikan pinjam pakai tanah kepada suami dari tergugat.
"Klien kita ada lima orang ibu dengan empat anaknya. Memiliki sebidang tanah peninggalan suaminya di tahun 85. Terus ada pinjam pakai kepada salah seorang anaknnya yang sekarang itu sudah meninggal yang menjadi tergugat satu itu isterinya," kata Julheri Sinaga, kuasa hukum penggugat saat ditemui di PN Kisaran kepada wartawan, Senin (24/10/2022).
Dijelaskan Julheri, satu ketika kliennya itu (Nurhaida Panjaitan) memberikan pinjam pakai lahan kepada anaknya yakni almarhum Budi Parlindungan Nasution (suami tergugat) untuk dijadikan modal sekaligus tempat usaha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah tiba-tiba setelah anak klien kami ini meninggal muncul sertifikat (BPN). Jadi karena kita merasa klien kami memiliki atas objek tanah tersebut sehingga dia merasa keberatan muncul sertifikat hak milik atas nama anaknya tapi kan ada ahli waris yang lain," tambah Julheri.
Dalam kasus ini kedua belah pihak sebelumnya pernah saling melaporkan ke Polda Sumatera Utara (Sumut) namun kedua laporan tersebut sama sama dihentikan penyidikannya hingga akhirnya pihak mertua sebagai penggugat mendaftarkan kasus tersebut ke PN Kisaran.
"Dari warkah yang kita tahu ketika di BPN itu ternyata surat hibah, padahal klien kami merasa tidak menghibahkan tanah tersebut dan setelah diteliti ada empat pemalsuan tanda tangan yang diduga dengan sengaja agar muncul sertifikat (BPN)," ujarnya.
Penggugat yakni mertua dan empat anaknya dalam perkara itu menggugat lima pihak yakni Rismayanti selaku menantu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Asahan dan Batu Bara serta Bank Mandiri cabang Pematang Siantar dan Tebing Tinggi.
Sementara itu Rismayani selaku tergugat tetap merasa yakin bahwa sertifikat tanah atas nama suaminya itu sah dengan bukti jual beli sebesar Rp 400 juta yang saat ini menjadi buktinya.
"Saya tidak mengetahui mengenai perjanjian (pinjam pakai) itu. Yang saya tahu suami saya ada membeli rumah dengan bukti kuitansi yang sempat saya dapatkan sebelum rumah itu dikuasai mertua saya," kata Rismayani.
Dia mengatakan penerbitan sertifikat oleh BPN tahun 2015 itu dilakukan oleh suaminya. Sementara pihak keluarga mertuanya tak pernah menyebutkan adanya surat perjanjian pinjam pakai di tahun 2009.
"Selama saya menikah sampai almarhum suami saya meninggal itu saya tak pernah ditunjukkan adanya surat pinjam pakai. Ini tiba-tiba suami saya meninggal baru tau ada surat pinjam pakai. Ini janggal juga," katanya.
Rismayani malah mempertanyakan dari mana mertuanya yakin jika tanda tangan ahli waris pada pengurusan sertifikat BPN di tahun 2015 itu dipalsukan sementara belum pernah ada keputusan final berdasarkan hukum terkait pemalsuan tanda tangan tersebut.
Sidang digelar di PN Kisaran dengan hakim ketua Miduk Sinaga tersebut beragendakan jawaban dari pihak tergugat yang disampaikan secara tertulis berlangsung kurang dari 10 menit hingga akhirnya diskors dengan agenda replik untuk pekan depan.
(afb/afb)