Kesaksian Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E menjadi pembuka kebenaran dibalik kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Salah satu tersangka dibalik kematian Brigadir J itu mengungkapkan sejumlah fakta yang terjadi di rumah pimpinannya Irjen Ferdy Sambo.
Mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara mengatakan Bharada E mengakuai bahwa dia menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo. Deolipa Yumara menceritakan pengakuan Bharada E. Sore saat peristiwa itu terjadi, dalam kesaksiannya Bharada E, dia dipanggil oleh ajudan Ferdy Sambo lainnya, yaitu Bripka Ricky Rizal, ke sebuah ruangan di rumah dinas bosnya.
Di sana, ia melihat Sambo sudah memegang pistol HS-9 milik Yosua. Di ruangan itu, ada juga asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma'ruf. Yosua, kata Bharada E, sudah dalam posisi berlutut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tembak, oi! Tembak! Tembak!" kata Bharada E dalam kesaksiannya sebagaimana diceritakan Deolipa dikutip dari detikX.
Kesaksian Richard itu ditulis dalam empat carik kertas yang akhirnya diserahkan kepada penyidik Polri. Butuh waktu setidaknya enam jam untuk Richard menuliskan semua kesaksian tersebut. Setelah membaca bersama-sama, penyidik Polri yang memeriksa kesaksian Richard itu mengatakan bahwa ceritanya sesuai dengan hasil pemeriksaan sejumlah saksi lain dan barang bukti.
"Akhirnya kami sepakat, nih, dicap jempol di atas dan tanda tangan. Selesai, langsung kami masukkan BAP," ucap Deolipa.
Dalam keterangan awal yang disampaikan polisi, Brigadir J dilaporkan terbunuh dalam 'baku tembak' di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Namun pengakuan Bharada E tersebut membuat skenario untuk menutupi pembunuhan berencana terhadap Bintara Polri gagal. Bharada E ditetapkan sebagai tersangka, namun otak pelaku pembunuhan berencana adalah pimpinannya, Irjen Ferdy Sambo.
Penetapan tersangka inilah, tutur Deolipa, yang membuat Bharada E merasa harus menarik kesaksiannya di BAP. Bharada E tidak mau dihukum berat atas kejahatan yang tidak pernah ingin dia lakukan. Bharada E merasa bersalah terhadap Yosua dan keluarganya.
"Hampir gila si Bharada E. Bunuh teman sendiri depan matanya, otak dia gimana?" ungkap Deolipa.
Itulah mengapa Bharada E berjanji bakal menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo kepada dua penyidik timsus yang memeriksanya kala itu. Namun ia tidak sanggup menyampaikan kesaksian itu secara verbal.
Bibirnya kelu. Tubuhnya gemetar dan air matanya tidak berhenti menitik. Richard masih trauma. Dia pun akhirnya meminta beberapa carik kertas kepada penyidik. Richard bilang,
"Tidak usah ditanya, Pak, biar saya tulis sendiri."
Sejak pagi, lanjut Deolipa, Bharada E menulis kesaksiannya dalam beberapa carik kertas. Namun beberapa kali juga dia berhenti dan mengubah kesaksiannya. Deolipa bilang, waktu itu Bharada E masih terngiang skenario lama yang dibuat Ferdy Sambo. Dia menulis dalam tekanan dan rasa takut lantaran khawatir terjadi apa-apa pada dirinya dan keluarga jika dia menceritakan kisah yang sebenarnya.
(bpa/bpa)