Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat tewas ditembak Bharada E alias Richard Eliezer atas 'perintah' atasannya Irjen Ferdy Sambo. Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Dr Panca Sarjana Putra menilai perbuatan Bharada E tidak bisa dikategorikan menjalankan perintah atasan.
"Saya memandang ini bahwa perbuatan Bharada E dan Bripka RR itu tidak bisa dikategorikan sebagai menjalankan perintah," kata Panca kepada detikSumut, Sabtu (13/8/2022).
Kemudian dia merujuk peraturan Polisi No.7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, sudah mengatur soal menjalankan perintah atasan. Tepatnya kata Panca di pasal 6 ayat (2) huruf b, dikatakan bahwa selama tidak bertentangan dengan undang-undang maka bawahan boleh melaksanakan perintah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena dalam kode etik kepolisian pasal 6 ayat (2) huruf b itu jelas bahwa kalau dia menjalankan perintah itu sepanjang itu satu tidak bertentangan dengan undang-undang itu boleh dilaksanakan," ujarnya.
Akan tetapi dalam kasus Brigadir J, Panca menilai hal itu bukan termasuk perintah yang dibenarkan secara undang-undang.
"Namun kalau kita lihat dalam peristiwa matinya Brigadir J saya melihat perintah itu tidak dibenarkan oleh undang-undang sendiri, dengan alasan apapun juga," sambungnya.
Panca menuturkan meskipun atasannya yaitu Ferdy Sambo mengatakan istrinya di lecehkan atau apapun alasannya hal itu tidak dikategorikan sebagai perintah. Sehingga Bharada E ataupun Brigadir J tidak bisa membenarkan dirinya sedang menjalankan perintah.
"Misalnya Bharada E bilang karena perintah, bisa saja kemungkinan saat kejadian dia (Sambo) bilang 'dia sudah mengapakan istriku' dan sebagainya, namun dia (Bharada E) harus pahami itu bahwa kan kemungkinan itu semua, tidak bisa juga dia langsung membenarkan dirinya karena menjalankan perintah," tuturnya.
Panca menyebutkan selama perintah itu bertentangan dengan undang-undang maka itu bukan kategori sebagai menjalankan perintah. Dia yakin keduanya akan dinyatakan bersalah oleh hakim di pengadilan.
"Kalau perintah itu bertentangan dengan undang-undang maka itu tidak bisa dikatakan sebagai menjalankan perintah, saya bukan mau mendahului hakim saat persidangan nanti tapi saya dapat pastikan pasti akan dinyatakan bersalah," sebutnya.
Hal itu dia yakini karena perintah yang diterima itu merupakan perbuatan melanggar undang-undang. Sehingga dalam penegakan hukum tidak diperbolehkan dengan cara melanggar hukum yang ada.
"Karena tidak masuk kategori menjalankan perintah, karena perbuatan itu melanggar undang-undang juga, maka dalam penegakan hukum itu sendiri dengan melanggar hukum itu salah, gitu dia," tutupnya.
Polri Tetapkan 4 Orang Tersangka Kasus Kematian Brigadir J. Baca Halaman Selanjutnya:
Seperti diketahui, kasus pembunuhan terhadap Brigadir J tersebut terjadi pada Jumat (8/7) sore. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lalu membentuk tim khusus untuk mengusut kasus ini. Komnas HAM dan Kompolnas dilibatkan dalam mengusut kasus ini sebagai tim eksternal.
Pada Selasa (9/8) Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Ferdy Sambo menjadi tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. Ada empat orang tersangka di kasus itu, termasuk Ferdy Sambo yang disebut menjadi dalang penembakan dan merekayasa kasus tersebut.
"Timsus menetapkan Saudara FS sebagai tersangka," kata Sigit di Mabes Polri.
Empat tersangka tersebut yakni:
1. Irjen Ferdy Sambo
2. Kuat Ma'ruf, sopir istri Sambo
3. Bharada E atau Richard Eliezer
4. Bripka RR atau Bripka Ricky Rizal
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyebutkan para tersangka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
"Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55-56 KUHP," ujar Agus.
Simak Video "Video: Demo Ojol Sempat Memanas, Massa Nyalakan Flare"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)