Makna Tersembunyi di Balik Marawa, Lambang Kehormatan Minangkabau

Sumatera Barat

Makna Tersembunyi di Balik Marawa, Lambang Kehormatan Minangkabau

Aisyah - detikSumut
Senin, 13 Okt 2025 22:20 WIB
Rumah adat Sumatera Barat
Foto: Rumah adat Sumatera Barat (Dok: Kemendikbud)
Padang -

Di setiap sudut Ranah Minang, saat perhelatan adat digelar, bendera tiga warna yang gagah berkibar menjadi penanda. Itulah Marawa, bendera kebesaran yang bukan sekadar umbul-umbul atau hiasan, melainkan sebuah pusaka visual yang sarat akan filosofi, sejarah, dan identitas masyarakat Minangkabau.

Mengutip buku Kajian Masyarakat Indonesia & Multikulturalisme Berbasis Kearifan Lokal karya M. Japar, dkk., Bendera Marawa adalah simbol yang merepresentasikan masyarakat, alam, dan budaya Minangkabau. Dengan tiga warnanya, yaitu hitam, merah, dan kuning. Marawa sekilas terlihat seperti bendera Jerman. Akan tetapi, yang membedakannya adalah urutan warnanya yang unik dan berfungsi sebagai identitas bagi setiap luhak.

Seringkali orang menganggap urutan warnanya sama, padahal setiap luhak memiliki susunan khasnya sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Marawa bukanlah lambang baru. Warnanya bersumber dari Tambo Alam Minangkabau dan telah digunakan sejak zaman Kerajaan Pagaruyung pada abad ke-14. Lebih dari sekadar bendera, Marawa adalah representasi keselarasan alam, masyarakat, dan adat yang menjadi pilar kehidupan orang Minang.

Lalu, apa sebenarnya makna di balik setiap helai warnanya? Mari kita selami lebih dalam.

ADVERTISEMENT

Dua Jenis Marawa, Dua Makna Kebesaran

Menurut adat, terdapat dua jenis Marawa yang digunakan dalam upacara yang berbeda, masing-masing dengan corak dan makna khususnya sendiri.

1. Marawa Kebesaran Adat Minangkabau (Empat Warna)

Marawa ini adalah yang paling sakral, terdiri dari perpaduan empat warna: hitam, kuning, merah, dan putih. Marawa ini khusus digunakan pada upacara adat kebesaran, seperti pelantikan atau pengambilan sumpah seorang Pangulu, Manti, Malin, dan Dubalang.

Setiap warnanya memiliki makna filosofis yang mendalam:

  1. Hitam: Melambangkan sifat tahan tempa (tahan tapo), serta memiliki akal dan budi. Ini adalah cerminan dari kaum Ninik Mamak (pemangku adat).
  2. Kuning: Melambangkan keagungan, serta adanya undang-undang dan hukum yang dijunjung tinggi. Warna ini identik dengan Cadiak Pandai (kaum cerdik pandai).
  3. Merah: Melambangkan keberanian yang didasari oleh perasaan dan pertimbangan (raso jo pareso). Warna ini mewakili Alim Ulama.
  4. Putih: Melambangkan kesucian, kemurnian, serta kebaikan yang bersumber dari ajaran agama Islam.
  5. Tiang: Tiang Marawa pun punya arti, yaitu mambasuik dari bumi (muncul dari bumi), menyimbolkan bahwa segala sesuatu berakar dari bawah.

Ketiga unsur utama (Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama) ini dikenal sebagai falsafah Tigo Tungku Sajarangan, yaitu tiga pilar kepemimpinan yang saling menopang di Minangkabau.

2. Marawa Kebesaran Alam Minangkabau (Tiga Warna)

Inilah Marawa yang paling sering kita jumpai. Bendera tiga warna ini merupakan lambang atau pencerminan dari wilayah adat Luhak Nan Tigo, tiga daerah induk di Minangkabau. Meskipun warnanya sama (hitam, kuning, merah), susunannya berbeda-beda tergantung pada luhak tempat acara diadakan.

Susunan warna ini dipasang secara vertikal (tegak), yang melambangkan falsafah tagak samo tinggi, duduak samo randah (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah).

Marawa Sebagai Identitas Wilayah Luhak Nan Tigo

Urutan warna Marawa masing-masing Luhak. (dok. buku Kajian Masyarakat Indonesia & Multikulturalisme Berbasis Kearifan Lokal karya M. Japar, dkk.).Urutan warna Marawa masing-masing Luhak. (dok. buku Kajian Masyarakat Indonesia & Multikulturalisme Berbasis Kearifan Lokal karya M. Japar, dkk.).

Perbedaan susunan warna pada Marawa tiga warna menjadi identitas unik bagi setiap luhak. Warna yang berada di sisi paling luar (paling kanan, menjauhi tiang) adalah warna kebesaran luhak tersebut.

1. Luhak Tanah Datar (Nan Tuo)

Susunan: Hitam - Merah - Kuning (kuning di sisi luar).

Filosofi: Melambangkan keagungan, hukum, dan undang-undang. Luhak Tanah Datar adalah luhak tertua dan dianggap sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Pagaruyung.

2. Luhak Agam (Nan Tangah)

Susunan: Hitam - Kuning - Merah (merah di sisi luar).

Filosofi: Melambangkan keberanian, ketegasan, dan memiliki pendirian yang kuat (urang bagak bapandirian).

3. Luhak Limo Puluah Koto (Nan Bungsu)

Susunan: Kuning - Merah - Hitam (hitam di sisi luar).

Filosofi: Melambangkan kesabaran, kebijaksanaan, dan ketabahan (tabah bijaksano saba jo rela).

Penggunaan Marawa dalam Adat dan Keseharian

Marawa adalah atribut wajib dalam berbagai ritus adat, terutama Batagak Pangulu (penobatan penghulu). Kehadirannya menjadi penanda sahnya sebuah perhelatan adat besar.

Namun, penggunaannya tidak terbatas pada upacara sakral. Marawa juga dipasang di segala penjuru akses jalan untuk menandai adanya sebuah hajatan (alek), seperti:

  • Pesta pernikahan (baralek).
  • Pesta rakyat (alek nagari).
  • Peringatan hari besar Islam (Idul Fitri, Maulid Nabi).
  • Peringatan hari besar nasional (17 Agustus).
  • Penyambutan tamu agung atau pejabat.

Ketika Marawa dipasang, ia berfungsi sebagai undangan terbuka bagi masyarakat sekitar untuk turut serta dalam kemeriahan. Pemasangannya sering kali diiringi oleh atribut lain seperti gaba-gaba (gerbang dari bambu dan janur) dan bunyi aguang (gong) yang menggema.

Setiap kibaran warnanya menceritakan kisah tentang adat yang luhur, kepemimpinan yang seimbang, dan persatuan yang kokoh. Memahami Marawa berarti memahami salah satu denyut nadi kebudayaan Minangkabau yang agung.




(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads