Pakpak merupakan salah satu etnis suku Batak yang berada di Sumatera Utara (Sumut). Di rumah adat ini ada simbol cicak dan payudara wanita, apa maknanya?
Rumah adat Pakpak memiliki persamaan dengan ruah adat orang Batak dari segi fungsi, alat-alat yang dipergunakan, teknik pembuatan, ornamen dan lain-lainnya yang kesemuanya itu merupakan peninggalan (warisan) dari nenek moyang berupa hasil arsitektur rakyat Batak. Rumah adat Pakpak disebut sebagai Sopo Jojong.
"Rumah adat masyarakat Pakpak disebut sapo jojong yaitu sebuah rumah panggung terdiri dari ijuk sebagai atap yang bertingkat. Dua ornamen utamanya terdiri dari ukiran atau lukisan yang agak mirip dengan rumah adat Karo dan Toba, di atas pintu rumah biasanya terdapat gambar sepasang cicak dan payudara wanita yang melambangkan kesuburan, bentuk rumah adat Pakpak cenderung mirip dengan rumah adat Karo," demikian tertulis di laman Direktorat Warisan dan Diplomasi, Kemendikbud yang dilihat, Kamis (20/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat empat jenis bangunan sopo hingga rumah adat Pakpak. Setiap bangunan memiliki fungsi yang berbeda-beda mulai dari bangunan yang sederhana berbentuk sopo hingga rumah adat.
1. Sopo Juma
Rumah ini didirikan di daerah perladangan sebagai tempat tinggal sementara bagi keluarga yang sedang menjaga padinya hingga selesai diketam
2. Pajek-pajek Tanggiang
Rumah ini di bangun di daerah perkampungan sebagai tempat tinggal keluarga untuk jangka waktu yang panjang. Tiang rumah ini dibuat dari batang pakis yang besar yang banyak di daerah ini
3. Rumah Kalang
Menurut keterangan orang tua-tua di daerah ini, rumah kalang termasuk ke dalam jenis rumah yang seakan-akan belum sempurna pembuatannya. Dibangun dari bahan-bahan kayu yang masih bulat disusun secara bertingkat, sebagai tempat tinggal keluarga dalam jangka waktu yang panjang
4. Rumah Jojong
Jojong berarti menara rumah. Rumah jojong maksudnya adalah rumah yang memakai menara. Menara ini ditempatkan ditengah-tengah bubungan atap rumah yang melengkung. Sedangkan kedua ujung bubungan diberi hiasan dalam bentuk seni bangunan dapat digolongkan ke dalam kategori arsitektur rakyat khas daerah, yang dapat menunjukkan identitas ataupun ciri tertentu dari masyarakat Pakpak itu sendiri.
Sebuah rumah adat Pakpak memperlihatkan bagian-bagian bangunan dan hiasan luar, yaitu sebagai berikut :
1. Tanduk kerbau
2. Susuk mpinat
3. Dilah paying
4. Gajah dompak
5. Jengger
6. Bengbeng hari
7. Bengbeng hari
8. Bengbeng hari
9. Bengbeng hari
10. Melmelen bonggar
11. Gajah dompak
12. Tarum
13. Nderpih
14. Melmelen
15. Pandak/tiang binangan
16. Ardan
17. Tabal melmelen
18. Rancang
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Sejajar dengan tungku di sebelah atas dibuat para-para yang dapat dipergunakan sebagai tempat menyalai padi atau benda-benda basah lainnya. Tiap-tiap keluarga menggantungkan batang kayu yang ada cangkoknya sebagai tempat untuk menyangkutkan tempat air (kiong).
Batas pemisah antar satu kelompok dengan kelompok lainnya dibuat dinding tikar yang disebut dabuhan. Memang demikian halnya, pada waktu siang hari tikar itu dinaikkan dan jika malam hari diturunkan.
Khusus untuk raja tempatnya agak tinggi jika dibandingkan dengan keluarga yang lain. Tempat raja tersebut disebut papan si medem berbentuk balai-balai dan di dindingi dengan kain yang dinamakan tabir sintak, tabir berarti dinding dan sintak berarti tarik.
Ruangan sebelah bawah rumah disebut tongkaran. Di sini hewan ternak kecil (babi dan ayam) dibiarkan berkembang biak. Di samping itu dapat juga dipergunakan sebagai tempat menyimpan alat-alat pertanian.
Pada bagian depan rumah di sebelah kiri dan kanan sebelum masuk kedalam rumah dibuat beranda yang dinamakan ture. Anak-anak gadis, ibu-ibu biasanya berkumpul disini sambil menganyam tikar atau sumpit, kaum muda mudi mempergunakannya sebagai tempat bertamu.
Loteng rumah disebut bonggar, biasanya mayat seorang raja yang telah diawetkan disimpan disini. Hal ini dihubungkan dengan tradisi rakyat Pakpak, bahwa jenazah raja tidak dikuburkan melainkan disimpan baik-baik dan setahun sekali diadakan upacara pemujaan dengan berziarah ketempat tersebut.
Untuk itu mereka menghidangkan sejenis tepung yang mereka makan bersama-sama dan ada pula yang sengaja dipersiapkan untuk ditaburkan ke atas tubuh mayat tersebut. Tepung pemujaan ini disebut Nditak.
Menjorok agak ke dalam dari arah depan tongkaran rumah adat dibuat tangga, jadi tangga bangunan tersebut berada dibawah rumah. Tangga rumah adat terdiri dari induk dan anaknya, sedangkan tangannya tidak ada.
Sebagai ganti tangannya digantungkan sehelai rotan besar, sejajar dengan kepala ketika naik ke rumah. Gunanya sebagai pegangan agar jangan jatuh, rotan itu disebut balno.
Sebagai dinding rumah adat dipasang melmelen yaitu sekeping kayu yang tebalnya lebih kurang 15 cm, lebarnya kira-kira 1 meter dan panjangnya melebihi ukuran rumah. Sedangkan melmelen balai lebih pendek dan tipis.
Jika rumah adat itu dihuni oleh raja dan keluarga dekatnya, maka balai khusus dipergunakan sebagai tempat musyawarah, tempat bermalam tamu yang datang menghadap raja dan bagi kalangan muda disepakati sebagai tempat pertemuan sesamanya.
Simak Video "Video: Mengulik Filosofi Rumah Adat Baduy"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)