Masyarakat Melayu Riau punya berbagai sejarah serta tradisi, misalnya dari suku Petalangan dan Talang Mamak, ada Upacara Belian. Tradisi ini dikenal untuk menolak hal-hal yang buruk dan mengganggu.
Ajaran leluhur ini ingin mengajak manusia agar menjaga keseimbangan hidup dengan alam, manusia, dan makhluk yang tak terlihat. Serta mengajak manusia untuk bersyukur kepada Tuhan.
Untuk itu, detikSumut telah menyajikan penjelasan dari Tradisi Belian. Simak hingga akhir detikers!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal Usul Tradisi Belian
Dilansir dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, Belian yakni jenis kayu keras tahan lama. Disebut juga "kayu putih sangko bulan" yang berarti tempat tinggal makhluk gaib menurut Kemantan (orang yang dapat berkomunikasi dengan makhluk gaib)
Kata Belian juga berarti persembahan, maka tradisi ini layaknya upacara persembahan kepada Tuhan agar diselamatkan. Sehingga adanya kesembuhan serta perlindungan dari beragam penyakit dan gangguan makhluk yang jahat.
Dikutip dari laman Budaya Indonesia, ada empat hal tujuan dari terlaksananya upacara belian:
1. Mengobati orang sakit
2. Membantu orang melahirkan
3. Mengobati kemantan
4. Menolak wabah penyakit
Upacara Belian yang bermula dari suku talang mamak dan petalangan punya dua hal, yakni belian kocik (kecil) atau biaso (biasa) dan belian bose (besar) atau polas (khusus).
Untuk belian biaso, upacara untuk orang hamil yang dikhawatirkan sulit saat melahirkan serta menolak gangguan atau wabah. Jika tidak bisa, maka belian bose bisa diadakan, keduanya tetap sama namun adanya perbedaan waktu upacara.
Peran dan Tokoh Utama Upacara Belian
1. Kemantan
Ahli dalam mengobati berbagai jenis penyakit, menghadapi binatang buas, serta berkomunikasi dengan makhluk gaib.
2. Pebayu
Seorang yang melancarkan dan mempersiapkan alat-alat upacara dan menemani Kemantan saat ritual berjalan. Pebayu juga menerjemahkan ucapan Kemantan seperti obat-obatan dan menolong jika kemantan pingsan atau tersesat
3. Bujang Belian
Memiliki tugas untuk membunyikan gendang ketobung selama ritual berlangsung. Sebelum upacara dimulai, ada juga mantra khusus yang dibacakan untuk Gendang
Peralatan dan Bahan
Dilansir dari laman Budaya Indonesia, saat upacara adat belian juga memerlukan berbagai alat sebagai berikut:
- Puan: rangkaian daun kelapa muda yang dihiasi bunga-bunga
- Dame (damar) : sebuah obor dari kayu damar yang dihaluskan
- Dian: lilin besar dari sarang lebah yang dilekatkan pada tempurung kelapa
- Gonto: genta dari: kuningan
- Pending: kepala ikat pinggang dari kemantan yang dibuat dari bahan perak atau kuningan
- Kain Kesumbo: Sebuah kain warna merah
- Destar atau Tanjak: ikat kepala yang dipakai kemantan
- Mangkuk putih: tempat untuk meramu limau dan cincin dari orang yang butuh obat
- Cincin perak: obat dari orang yang sakit
- Padi
- Mayang: sejenis palem atau daun kepau
- Kayu gaharu
- Pisau kecil dan lainnya
- Proses Pelaksanaan
Dikutip dari sumber yang sama, berikut proses pelaksanaan tradisi Belian:
1. Persiapan
Bermula dengan musyawarah antara pemangku adat dan keluarga persukuan orang yang akan diobati untuk menentukan jenis upacara. Setelah kesepakatan, pemangku adat menyampaikan keputusan kepada monti rajo, kemudian musyawarah sekampung dengan orang tertentu untuk menentukan waktu.
Hasil musyawarah disampaikan kepada tuo longkap dan pebayu, serta kembali kepada monti rajo dan desa. Pergi ke rumah kemantan untuk menentukan jenis upacara dan mengumumkan keputusan kepada seluruh masyarakat, mengumpulkan biaya, dan kebutuhan upacara.
Selanjutnya membersihkan rumah sebagai tempat upacara dan memasak hidangan, dengan para kerabat membawa bahan-bahan dapur sesuai kemampuan.. Selain itu, siapa yang akan pergi ke hutan untuk meramu kayu, mencari rotan, pucuk kepau, atau pelepah pohon kelubi, dipimpin oleh seorang dukun yang mengetahui mantra kayu untuk mencegah gangguan makhluk gaib selama upacara.
2. Pelaksanaan
Saat pagi hari, dukun memimpin beberapa orang mengambil kayu di hutan guna ritual beramu. Syaratnya batang lurus, tidak cacat, dan tidak sedang berbunga atau berbuah.
Mulai duduk di dekat pohon, membakar kemenyan, dan membaca doa monto kayu untuk memohon izin mengambil kayu. Setelah itu, kayu ditebang dan dibawa pulang sebagai syarat upacara.
Sore hari, pebayu menyampaikan hajat pengobatan kepada kemantan, berdoa dan meminta bantuan doa agar upacara berjalan lancar. Selanjutnya, bujang belian mengambil gendang ketobung, kemudian ditaburi padi, diasapi kemenyan, dan dibacakan mantra untuk mengobati orang sakit.
Pebayu juga membaca doa sambil meracik limau dan merendam cincin perak milik orang yang sakit, agar cincin bisa menyembuhkan pemiliknya. Kemantan melanjutkan dengan membaca doa agar limau dan cincin semakin mujarab.
Upacara belian dimulai dengan membunyikan ketobung, Kemantan duduk bersila, dikerudungi kain, membunyikan genta, dan membaca mantra. Dalam kondisi kerasukan, kemantan menari di atas tikar putih yang digelar pebayu, melantunkan mantra, dan melakukan perjalanan spiritual.
Setelah itu, kemantan meminta obat secara spiritual dan mengobati orang sakit dengan mantra atau ramuan. Pengobatan diakhiri dengan memberikan persembahan kepada akuan yang memberikan obat, diiringi tarian dan dialog antara kemantan dan pebayu, terakhir memastikan persembahan diterima.
3. Penutup
Terakhir kemantan mengambil perapian dan mengusapkan kemenyan ke wajahnya dan mengelingin asapnya. Kemantan sadar dan upacara selesai.
Pantangan atau Larangan Tradisi Belian
Merujuk pada laman budaya Indonesia, berikut larangan saat pelaksanaan upacara belian:
- Upacara tidak boleh digelar pada siang hari;
- Upacara tidak boleh digelar dalam bulan puasa, kecuali untuk menolak wabah penyakit ganas atau binatang buas yang tiba-tiba mengamuk;
- Upacara tidak boleh digelar pada malam Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha
Demikianlah penjelasan terkait Tradisi Belian dari Riau. Semoga menambah wawasan ya detikers.
Artikel ini ditulis oleh Elisabeth Christina Hotmaria Simanjuntak, Mahasiswa Peserta Magang Merdeka di detikcom.
(afb/afb)