Tari Payung Asal Sumbar, Berkisah Tentang Suami yang Meninggalkan Istri

Sumatera Barat

Tari Payung Asal Sumbar, Berkisah Tentang Suami yang Meninggalkan Istri

Cory Patricia Siahaan - detikSumut
Rabu, 22 Mei 2024 06:00 WIB
Tari Payung (Foto: Instagram Tari Payung Rajo)
Foto: Tari Payung (Foto: Instagram Tari Payung Rajo)
Padang -

Tari Payung merupakan sebuah warisan budaya yang kaya akan sejarah dan makna dalam kehidupan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Tari ini tidak hanya sekadar pertunjukan seni, namun juga mencerminkan nilai-nilai kehidupan serta tradisi yang turun temurun di kalangan masyarakat Minangkabau.

Melalui artikel ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai sejarah, fungsi, properti, keunikan dan makna yang terkandung dalam Tari Payung.

Sejarah Tari Payung

Berdasarkan informasi dari Jurnal Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Tari Payung adalah sebuah tarian tradisional yang memiliki latar belakang kuat dalam budaya masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awalnya, tari ini muncul sebagai bagian dari pertunjukan teater di Sumatera Barat yang dipengaruhi oleh pertunjukan seni dari Semenanjung Malaya pada tahun 1920-an. Kelompok seniman dari Semenanjung Malaya membawa pertunjukan seni mereka ke berbagai wilayah di Nusantara, termasuk Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Dampak dari pertunjukan ini adalah lahirnya berbagai bentuk teater tradisional di Indonesia, termasuk Randai di Sumatera Barat.

ADVERTISEMENT

Pengaruh komedi bangsawan Melayu dari Semenanjung Malaya tidak hanya mempengaruhi seni Randai, tetapi juga menciptakan seni drama yang dikenal sebagai toonel di Sumatera Barat pada masa penjajahan Belanda.

Toonel diperkenalkan pertama kali di sekolah raja di Bukittinggi oleh tokoh teater modern Minangkabau, Wakidi. Dalam pertunjukan toonel, tari Melayu Minangkabau, termasuk tari Payung, dijadikan bagian dari pertunjukan sebagai pengisi selingan antara babak ke babak.

Muhammad Rasjid Manggis, seorang pelajar Normalschool Bukittinggi, adalah salah satu yang pertama kali menata tari Payung dalam bentuk Theatrical Dance pada awal tahun 1920-an. Tari Payung pada awalnya memiliki tema pergaulan muda-mudi yang bercerita tentang sepasang muda-mudi yang pergi tamasya ke Sungai Tanang, tempat rekreasi pemandian di Bukittinggi.

Tataan awal tari Payung dimainkan oleh penari perempuan, dengan penari laki-laki digantikan oleh penari perempuan, dan demikian pula dengan pemain musik yang dimainkan oleh perempuan.

Fungsi Tari Payung

Berdasarkan informasi dari Jurnal Seni Tari Universitas Negeri Medan. Berikut adalah fungsi-fungsi dari Tari Payung.

1. Tari Payung berperan sebagai bagian dari upacara adat yang dilaksanakan selama malam kesenian sikambang. Upacara ini bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan bagi komunitas yang melakukannya.

2. Tari Payung juga berfungsi sebagai pertunjukan seni yang menarik perhatian dan memberikan kepuasan estetis kepada penonton. Melalui tontonan ini, penonton dapat merasakan pengalaman baru, meningkatkan pemahaman seni, dan mungkin mengalami perubahan dalam cara pandang mereka.

3. Tari Payung juga berfungsi sebagai media pendidikan, Tari Payung memiliki peran dalam menjaga keberlangsungan budaya daerah serta mengajarkan nilai-nilai tradisional kepada generasi muda. Ini membantu melindungi mereka dari pengaruh budaya asing dan mempromosikan kekhasan budaya lokal.

4. Tari Payung juga memberikan pelajaran kepada para pelakunya, baik penari maupun pemain musik, serta penonton, untuk mengembangkan sensitivitas estetis. Melalui persiapan sebelum, selama, dan setelah pertunjukan, mereka dapat menikmati keindahan gerakan, busana, dan properti tari, sehingga meningkatkan pemahaman mereka tentang estetika seni, bahkan bagi mereka yang awalnya kurang tertarik.

Properti Tari Payung

Dilansir dari Jurnal Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dalam pertunjukan tari Payung, properti tari seperti payung digunakan oleh penari laki-laki, sementara selendang dipakai oleh penari perempuan. Secara umum, payung berfungsi sebagai perlindungan dari panas dan hujan, sementara selendang adalah kain panjang yang biasanya digunakan sebagai hiasan atau aksesoris kepala.

Namun, dalam konteks tari Payung, properti payung melambangkan persatuan, kedekatan, atau kemesraan antara pasangan penari, dan digunakan untuk menciptakan gerakan-gerakan yang menarik. Demikian pula, penggunaan selendang oleh penari perempuan dalam tari Payung memiliki makna yang serupa dengan properti payung, yaitu sebagai bagian dari pakaian aksesoris yang melengkapi penampilan seorang perempuan.

Makna dan Keunikan Tari Payung

Dilansir dari Jurnal Universitas Negeri Medan, makna simbolis dari Tari Payung adalah menggambarkan kisah sepasang suami istri yang baru menikah. Suami harus meninggalkan istrinya untuk berlayar melintasi Selat Malaka dalam pencarian nafkah di luar negeri.

Meskipun perpisahan ini menyedihkan, suami merasa terpanggil untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah, menggunakan perahu pincalang untuk membawa dagangannya dari Pulau Poncan Ketek ke Pulau Pinang Malaysia. Sebelum berangkat, suami menyampaikan pesan-pesan nasihat melalui pantun, merasa sedih meninggalkan istrinya yang baru saja menjadi pengantin baru.

Sebagai respons terhadap kesedihan suaminya, sang istri membalas pantun suaminya dengan menyampaikan harapannya. Meskipun merasa kehilangan, suami menempuh perjalanan dengan air mata mengalir, namun dengan keyakinan bahwa tujuannya adalah untuk mencari nafkah demi keberkahan bagi keluarganya.

Dapat disimpulkan bahwa Tari Payung bukan hanya sekadar tarian tradisional, tetapi juga sebuah perwujudan dari kekayaan budaya dan kesenian masyarakat Minangkabau. Melalui setiap gerakannya, tarian ini mempersembahkan cerita yang menghormati warisan leluhur, sementara tetap relevan dan menginspirasi di tengah-tengah dinamika zaman modern.

Artikel ini ditulis Cory Patricia Siahaan, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads