Pengertian dan Asal Usul Halal Bihalal, Tradisi Idul Fitri di Indonesia

Pengertian dan Asal Usul Halal Bihalal, Tradisi Idul Fitri di Indonesia

Dostry Amisha - detikSumut
Senin, 01 Apr 2024 09:13 WIB
ilustrasi lebaran
Ilustrasi Halal Bihalal (Foto: iStock)
Medan -

Usai bulan Ramadan umat Muslim akan menyambut Idul Fitri. Halal Bihalal menjadi salah satu tradisi yang melekat saat Idul Fitri dan hanya ada di Indonesia.

Halal bihalal merupakan satu tradisi dan biasanya dilakukan dengan bersilaturahmi ke rumah saudara, kerabat, dan tetangga. Pada tradisi ini, tiap orang akan saling bersalaman dan saling bermaafan.

Lantas bagaimana sejarah tradisi halal bihalal yang dilakukan setiap Idul Fitri? Berikut penjelasan dan asal usul tradisi halal bihalal yang dirangkum detikSumut dari berbagai sumber.

Pengertian Halal Bihalal

Dilansir dari Jurnal Kemenag RI berjudul Makna Halal Bihalal, pengertian halal bihalal dapat ditinjau melalui 3 pendekatan, yakni bahasa, hukum, dan Al-Quran.

Dari pendekatan bahasa, halal bihalal berasal dari bahasa Arab "Halla atau Halala". Kata tersebut memiliki banyak arti seperti meluruskan benang kusut, menyelesaikan masalah, mencairkan yang beku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Dari segi hukum, kata halal diartikan sebagai sesuatu yang bukan haram, haram sendiri merupakan tindakan yang menyebabkan dosa. Oleh karena itu, bagi orang yang melakukan halal bihalal akan terbebas dari semua dosa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halal bihalal diartikan sebagai hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang. Halal bihalal merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia.



Asal usul halal bihalal

Dikutip dari Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu berjudul Halal Bihalal Dalam Perspektif Adat dan Syariat oleh Maisarotil Husna, tradisi halal bihalal awalnya diperkenalkan oleh KGPAA Mangkunegara I atau dikenal Pangeran Sambernyawa. Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya setelah shalat Idul Fitri Pangeran Sambernyawa melakukan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.

Seluruh punggawa dan prajurit melakukan sungkem terhadap raja dan permaisuri secara tertib. Hal yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa ditiru oleh organisasi Islam dan dikenal istilah halal bihalal.

Tradisi setelah shalat Idul Fitri yang dilakukan Pangeran Sambernyawa kemudian meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Negara-negara Islam di Timur tengah dan Asia selain Indonesia, tidak memiliki tradisi berjabat tangan untuk saling memaafkan setelah melaksanakan shalat Idul Fitri.

Menurut versi lain, asal usul halal bihalal yang dilansir dari laman NU Online, saat era revolusi pada tahun 1948 tepatnya pertengahan bulan Ramadan, Soekarno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara untuk dimintai saran terkait situasi politik Indonesia yang tidak baik kala itu. KH Wahab Chasbullah menyarankan Soekarno untuk melakukan silaturahim.

Soekarno kemudian mengundang seluruh tokoh politik pada saat Idul Fitri untuk mengadakan silaturahim. Kegiatan silaturahim tersebut dinamai halal bihalal.

Dalam acara tersebut, seluruh tokoh politik duduk dalam satu meja untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa. Hingga kini kegiatan halal bihalal tersebut menjadi tradisi umat Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dalam versi yang lain, seperti dikutip dari laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, asal usul halal bihalal berawal dari pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar tahun 1935-1936. Saat itu martabak merupakan makanan yang masih baru di Indonesia.

Pedagang martabak asal India dibantu oleh pekerja pribumi kemudian mempromosikan martabaknya dengan kata-kata 'Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal'. Sejak saat itu istilah halal bihalal populer di kalangan masyarakat Solo.

Masyarakat kemudian memakai istilah halal bihalal sebagai sebutan ketika pergi ke Sriwedari di hari lebaran. Istilah halal bihalal kemudian berkembang sebagai acara silaturahmi saling memaafkan saat lebaran.

Artikel ini ditulis Dostry Amisha, mahasiswa peserta magang merdeka di detikcom




(afb/afb)


Hide Ads