Di Indonesia, ada berbagai macam kebudayaan yang berasal dari dua budaya atau lebih. Proses akulturasi yang terjadi tidak menyebabkan hilangnya unsur-unsur kebudayaan dari dua atau lebih kelompok masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi.
Salah satu contoh akulturasi budaya di Indonesia adalah Tarian Boria yang ada di Kepulauan Riau. Dikutip dari website resmi Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Boria merupakan salah satu dari dampak akulturasi budaya yang terjalin pada masa kesultanan Riau-Lingga dan Pulau Penang, Malaysia. Seyogyanya Boria merupakan bentuk seni pertunjukkan teater yang di dalamnya mencakup aspek tari dan musik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Boria di Kepulauan Riau
Dikutip dari laman Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau, Permainan Boria ini berasal dari masyarakat India Selatan yang banyak bermukim di Pulau Pinang (Penang), semenanjung Tanah melayu. Boria sangat popular pada masa Pemerintahan Sultan Riau-Lingga yang terakhir, Sultan Abdul Rahman Al-Muazzam Syah (mulai memerintah dari tanggal 18 Februari 1886 di Daik, dan dimakzulkan dengan surat Abdikasi yang dibacakan di gedung Rusydiah Kelab pada 10 Februari 1911).
Yayasan Indra Sakti di Pulau Penyengat menyimpan contoh lirik lagu-lagu yang dinyanyikan oleh perkumpulan Boria ketika menyambut Hari Raya Puasa di depan Sultan Kerajaan Riau-Lingga. Hubungan antara Kerajaan Riau dan Pulau Penang sudah terbina sejak lama. Dan hubungan itu bertambah erat setelah pada pertengahan abad ke-19 rombongan haji dari Riau banyak yang berangkat ke Jeddah dengan alur perjalanan melalui Pulau Pinang dari Singapura.
Di Kepulauan Riau, permainan Boria telah mendapat sentuhan berbeda sehingga mempunyai ciri khas dan sedikit berbeda secara keseluruhan jika dibandingkan dengan Boria di Pulau Pinang itu sendiri. Seniman-seniman daerah setempat telah memasukkan unsur-unsur kesenian yang memang telah lama diakrabi di daerahnya. Di Riau Boria dimainkan pada saat hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, Peringatan naik tahta Sultan, hari-hari besar pemerintahan India-Belanda, dan lain-lain.
Boria sebagaimana yang ada di Riau sejak parohan kedua abad ke-19 adalah sekelompok orang-orang yang berarak mengunjungi rumah-rumah orang yang memberikan sagu hati yang layak. Barisan yang paling depan terdiri atas sekelompok anak-anak yang berpakaian seperti tentara (Eropa) pada masa itu, memperlihatkan kepandaian berbaris dan menari mengikuti irama musik dalam berbagai lagu dan irama.
Rombongan pertama diikuti oleh rombongan kedua, ketiga dan seterusnya yang terdiri atas rombongan pesilat, penari dan ditutup dengan perarakan pengantin (biasanya kanak-kanak yang dikenakan pakaian pengantin) makin panjang dan beragam kelompok itu, makin dipandang baik. Khususnya untuk perarakan pengantin mereka ditanyakan sebagai yang terbaik jika kelompok Boria menyuguhkan perarakan pengantin lengkap dengan segala macam upacara bersanding seperti nasi kunyit, bunga telor dan kedua pengantin melaksanakan upacara bersuap-suap.
Artikel ini ditulis Amanda Amelia, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nkm/nkm)