Kisah Mahasiswa Asal Batam di Perang Sudan: Tempat Tinggal Kena Mortir

Kepulauan Riau

Kisah Mahasiswa Asal Batam di Perang Sudan: Tempat Tinggal Kena Mortir

Alamudin Hamapu - detikSumut
Sabtu, 06 Mei 2023 21:37 WIB
Tempat tinggal Fikri Wahyudi Maulana yang rusak terkena mortir akibat perang saudara di Sudan.(Dok Fikri).
Tempat tinggal Fikri Wahyudi Maulana yang rusak terkena mortir akibat perang saudara di Sudan.(Dok Fikri).
Batam -

Dua mahasiswa Sudan asal Kota Batam, Kepulauan Riau, Fikri Wahyudi Maulana (22) dan Abdurrahman Tsani (23) berkisah tentang pengalaman mereka yang sempat terjebak dalam konflik perang di Sudan. Tempat tinggal mereka sampai hancur terkena serangan mortir.

Awalnya Fikri dan Abdurrahman mengaku sempat pasrah melihat situasi di sana. Keduanya bahkan tidak terpikir bakal dievakuasi Pemerintah Indonesia.

Fikri mahasiswa Gabra Scientific Collage mengatakan pada 15 April 2023, ia yang kesehariannya mengurus masjid di Kota Khartoum mendengar suara ledakan. Namun ia tidak menghiraukan dan dianggap hanya demonstrasi masyarakat sipil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namanya di pusat kota saya pikir demo masyarakat di sana. Tapi suara ledakan dan tembakan semakin sering saya dengar. Jadi saya naik ke menara masjid untuk melihat asal suara ledakan dan ternyata itu suara saling tembak. Saya cek di grup WhatsApp ternyata terjadi perang saudara," kata Fikri saat ditemui di kediamannya, Sabtu (6/5/2023).

Fikri Wahyudi Maulana (kiri) dan Abdurrahman Tsani (kanan) Mahasiswa Sudan asal Batam saat mengisahkan pengalaman keduanya saat terjebak konflik. (Alamudin).Fikri Wahyudi Maulana (kiri) dan Abdurrahman Tsani (kanan) Mahasiswa Sudan asal Batam saat mengisahkan pengalaman keduanya saat terjebak konflik. (Alamudin/detikSumut)

Fikri menyebut rekannya yang mengetahui konflik itu langsung mengungsi ke tempat yang lebih aman. Namun tidak dengan Fikri yang memilih menetap di tempat tinggalnya di daerah Arked, Kota Khartoum.

ADVERTISEMENT

"Karena menurut saya itu hanya bentrokan biasa dan tidak akan lama. Masyarakat sekitar tetap bersikap baik dengan kami di daerah tersebut jadi tidak terlalu khawatir," ujarnya

Namun usai Idul Fitri, Fikri memutuskan untuk mengungsi. Hal itu karena tempat tinggalnya yang bersebelahan dengan masjid rusak terkena ledakan mortir.

"Saat itu habis salat Idul Fitri sekitar pukul 10 pagi saya berencana ke rumah warga sekitar untuk mengecas handphone. Karena sudah hampir 12 hari listrik di daerah saya. Saya berencana pulang jam 12 siang. Tapi jam 11.30 saya dapat informasi tempat saya hancur kena mortir," ceritanya.

"Alhamdulillah, Allah masih sayang dengan saya. Saya diselamatkan dari kejadian itu. Saya akhirnya memilih untuk mengungsi ke tempat warga di sana yang tak jauh dari tempat tinggal," tambahnya.

Fikri mengisahkan selama pecah perang saudara di Sudan, suara ledakan terdengar setiap saat. Ia juga pernah mendapati peluru nyasar yang mengenai lemari pakaiannya.

"Pintu lemari pakaian saya berlubang, saat saya cek rupanya akibat peluru nyasar," ujarnya.

Fikri menyebut bahwa akibat perang saudara di Sudan aliran listrik terputus. Namun beruntung jaringan internet masih bisa digunakan, sehingga ia bisa mengabari keadaannya kepada keluarga dan abangnya yang tinggal cukup jauh dari tempat tinggalnya.

"Alhamdulillah internet tidak mati. Jadi saya komunikasi lancar ke keluarga dan abang saya yang juga di Sudan. Pas orang tua dengar tempat tinggal yang hancur jadi khawatir, namun di sisi lain bersyukur karena saya selamat," ujarnya.

Kisah Abdurrahman di halaman berikutnya...

Abdurrahman menambahkan asrama tempat tinggalnya yang berada di daerah Maududi, Khartoum, Sudan itu berdekatan dengan markas pemberontak. Ia mengatakan jarak rumah dan markas pemberontak berjarak 100-200 meter dengan dipisahkan jalan raya.

"Asrama kami dekat markas pemberontak. Sering terdengar suara tembakan. Kami di asrama ada 70 an orang mahasiswa Indonesia," kata mahasiswa International University of Africa (IUA) itu.

Posisinya yang cukup dekat dengan markas pemberontak membuat Abdurrahman dan rekan-rekannya mengalami kekurangan bahan pangan dan air. Mereka harus bersusah payah untuk mendapatkan makanan.

"Untuk makan dan minum saat sahur dan buka agak susah kami dapat. Tapi Alhamdulillah kami tidak sampai kelaparan meski banyak toko tutup," ujarnya

Abdurrahman juga menyebutkan sejak perang saudara di Sudan pecah, suara tembakan dan ledakan bom cukup familiar di telinga. Hal yang paling tidak bisa dilupakan ialah proses evakuasi mereka ke kantor Persatuan Pelajar Indonesia (PPI).

"Proses evakuasi kami dari asrama ke kantor PPI agak susah karena lokasi berdekatan dengan markas pemberontak. Kami disediakan dua bus untuk menjemput namun ditahan sehingga satu bus yang bisa menjemput sehingga harus dua kali bolak balik. Cukup dramatis karena bus saat kembali menjemput saya dan teman lainnya sempat dilarang tapi akhirnya diijinkan sehingga kami berhasil di evakuasi.," tuturnya.

Cerita selanjutnya baca di halaman terakhir..

Abdurrahman mengaku saat pecah perang saudara di Sudan ia tidak bisa mengunjungi adiknya Fikri. Kakak beradik asal Batam, Kepri bisa bertemu saat di evakuasi pemerintah Indonesia, keduanya bertemu saat tiba di Jakarta.

"Alhamdulillah saya dan adik saya dan WNI yang berada di Sudan dapat pulang dengan selamat ke Indonesia. Sekarang kami menunggu kepastian pendidikan kami pasca konflik di Sudan. Kami berharap ada solusi terbaik agar kami bisa melanjutkan pendidikan," ujarnya

Kini untuk mengisi kesehariannya Abdurahman dan Fikri membantu orang tuanya mengajar mengaji di rumahnya yang berada di kelurahan Batu Merah, Batu Ampar. Keduanya berharap perang di Sudan cepat berakhir.

"Kegiatan saat ini membantu orang tua ngajar ngaji sehabis subuh dan sore hari. Sambil mengupdate perkembangan kelanjutan perkuliahan kami di Sudan," ujarnya.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Momen TNI AL Tangkap Kapal Bawa 1,9 Ton Narkotika di Perairan Kepri"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)


Hide Ads