Kesultanan Asahan merupakan salah satu pemerintahan yang cukup berpengaruh dalam penyebaran ajaran Islam, di mana cakupannya kejayaannya di wilayah pesisir pantai timur Sumatera pada abad ke-17 Masehi.
Namun sayangnya tak banyak bukti monumental yang tersisa dari masa kejayaan Kesultanan Asahan itu kecuali bangunan Masjid Raya Sultan Ahmadsyah yang terletak di Jalan Masjid, Kelurahan Indra Sakti, Kota Tanjungbalai Sumatera Utara (Sumut).
Masjid bercorak melayu ini diklaim menjadi tertua di Sumatera Utara karena dibangun sekitar tahun 1884 hingga 1888, lebih dahulu dari Masjid Raya Al-Mahsun di Kota Medan yang baru dibangun pada tahun 1909.
Tepatnya, masjid Raya Sultan Ahmadsyah di Kota Tanjungbalai yang dibangun pada masa Sultan Asahan ke-IX, Tuanku Ahmadsyah. Bentuk bangunan lama masjid ini juga banyak yang tak berubah.
Kini pengelolaan masjid masih dipercayakan kepada anak-anak keturunan Kesultanan Asahan, salah satunya adalah Tengku Alexander (66) anak ke delapan dari Sultan Saibun, yang naik tahta menjadi Sultan Asahan ke XI.
"Iya kalau menurut informasi yang saya dapat (masjid) ini memang tertua. Dibangun tahun 1884. Bentuk asli masjid juga enggak banyak yang berubah, pilar - pilarnya masih kokoh," kata Tengku Alexander saat ditemui detikSumut, akhir pekan lalu.
Berdiri tegak selama hampir satu setengah abad, masjid ini memiliki bagian yang unik di ruang utamanya, di mana tak terdapat tiang pondasi sehingga jamaah yang melakukan ibadah tidak terhalang pandangannya ke arah mimbar ketika melaksanakan salat.
"Kalau terhalang tiang kan barisan shaf salat menjadi putus," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kemudian, terdapat pilar tiang pondasi masjid berjumlah 40 buah terdapat di bagian teras bangunan yang berdiri kokoh. Konon saat pembangunan pilar tiang pondasi ini ketika itu tidak menggunakan semen melainkan campuran tanah liat, pasir dan batu.
Hal lain menandakan masjid ini sebagai bangunan kuno terdapat pada bagian mimbarnya yang berukir khas dengan kayu jati tempat khatib menyampaikan ceramaah terutama pada salat Jumat.
Gaya mimbar yang berdiri tegak di depan shaf jamaah ini sendiri lebih ke ornamen China-Melayu menandakan bahwa daerah pesisir Asahan ketika itu juga mendapatkan pengaruh dari saudagar Cina yang mencari peruntungan di sana untuk berdagang sebab berbatasan langsung dengan selat Malaka.
Kemudian di masjid yang berkapasitas hampir dua ribu jamaah ini terdapat satu kubah yang mana jika masjid umumnya kubah berada di tengah-tengah bangunan namun kubah masjid Sultan Ahmadsyah ini berdiri di bagian teras.
Dibagian belakang masjid atau menghadap depan arah kiblat di luar ruangan terdapat puluhan makam keluarga atau kerabat kesultanan Asahan. Beberapa nisan tampak terlihat kuno menandakan bahwa makan tersebut boleh jadi lebih dulu ada ketimbang bangunan masjid.
Inilah Masjid Agung Sultan Ahmadsyah di Kota Tanjungbalai, menjadi bukti salah satu kejayaan Islam pada masa kesultanan Asahan saat berkuasa.
(dpw/dpw)