Batu Sawan, Tempat Keramat Suku Batak dengan Air yang Memiliki Rasa Asam

Batu Sawan, Tempat Keramat Suku Batak dengan Air yang Memiliki Rasa Asam

Tim detikSumut - detikSumut
Minggu, 26 Feb 2023 07:31 WIB
Batu Sawan di Samosir
Foto: Batu Sawan di Samosir (Instagram Alvinibakara)
Medan -

Batu Sawan di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara (Sumut) menjadi salah satu tempat yang dikeramatkan oleh suku Batak. Air yang mengalir di Batu Sawan memiliki rasa yang unik, yaitu asam.

Batu Sawan ini terletak di sebelah barat daya Gunung Pusuk Buhit, tepatnya di Kecamatan Sianjur Mula Mula, Kabupaten Samosir.

Batu Sawan ini merupakan aliran mata air yang mengalir dari puncak dan melewati tebing batu. Air ini mengalir dan ditampung di sebuah batu berbentuk cawan. Oleh karena itu, orang di sana juga sering menyebut tempat tersebut Batu Cawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa wisatawan yang ke sana menyebut bahwa air tersebut berbeda dengan air biasanya. Ada rasa asam seperti jeruk purut yang terasa di lidah saat air masuk ke mulut.

Dari informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, konon katanya, air ini dulunya merupakan tempat pemandian suci dari Si Raja Uti, salah satu leluhur orang Batak. Raja Uti ini adalah putra sulung dari Guru Tatea Bulan, anak dari Si Raja Batak.

ADVERTISEMENT

Di kalangan masyarakat Batak Toba, Si Raja Uti dijadikan sebagai seorang utusan yang membawa kebenaran ajaran leluhur Batak. Oleh karena itu, masyarakat mempercayai bahwa air dan lokasi tersebut sangatlah sakral.

Tak heran jika banyak masyarakat atau wisatawan yang datang ke lokasi tersebut, baik untuk berwisata atau berziarah. Bahkan, banyak yang berharap kedatangan mereka ke lokasi tersebut dapat menyembuhkan penyakit.

Oleh karena itu, nggak heran jika banyak masyarakat yang melakukan ritual 'Pangurason' atau penyucian diri. Ritual itu bertujuan untuk mengusir roh-roh jahat yang ada dalam diri seseorang atau untuk menghilangkan penyakit.

Selain itu, ritual tersebut juga menjadi bentuk pensucian jasmani dan rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ritual ini ada beberapa sesajen yang harus disajikan.

Setelah ritual tersebut selesai, beberapa peziarah akan mengambil air dari Batu Sawan itu untuk dibawa pulang. Mereka mempercayai air itu akan menjadi obat bagi mereka.

Selama berada di lokasi Batu Sawan itu, pengunjung diimbau untuk tidak berbicara sembarangan. Pasalnya, lokasi itu menjadi tempat yang saklar bagi Suku Batak.

Namun, Batu Sawan ini jarang diketahui oleh wisatawan dari luar daerah. Pasalnya, tidak ada satupun situs Pemerintah Kabupaten Samosir atau Provinsi yang membahas objek wisata ini secara rinci dan lengkap.

Pada laman Pemerintah Kabupaten Samosir hanya menampilkan nama Batu Sawan pada daftar wisata potensi unggulan di sana. Namun tidak dibahas lebih lengkap mengenai Batu Sawan ini.

Sehingga hal tersebut membuat orang jarang mengetahui adanya tempat wisata yang bernuansa sejarah budaya Batak di lokasi tersebut.

Baca selengkapnya di halaman berikut....

Lantas bagaimana kegiatan tersebut dalam kacamata Antropolog? Dosen Antropologi Universitas Negeri Medan, Erond L Damanik mengatakan kebiasaan mensakralkan suatu benda kerap ditemukan di tengah-tengah masyarakat.

"Banyak kebiasaan-kebiasaan kita 'tradisi' gitu, itu kan banyak yang mensakralkan hal-hal yang seperti itu, Batu Sawan, ini kan nggak jauh beda dengan Batu Hobon yang di sampingnya itu," kata Erond L Damanik kepada detikSumut.

"Itu kan batu biasa sebenarnya, tapi dia numpuk dia di situ, sebiji dia gitu, terus orang bilang ini batu bertuah, ini batunya Sisingamangaraja, ini batu segala macam, dan itu banyak terjadi di berbagai tempat di Indonesia," imbuhnya.

Kebiasaan masyarakat yang mensakralkan tersebut tidak terlepas dari kontruksi berpikir masyarakat. Sedangkan secara akademik, hal tersebut tidak ada yang istimewa.

"Jadi, kalaupun akhirnya katakanlah disakralkan sehingga ada ritual di situ, sehingga ada situs-situs yang lain di situ, ini kan tidak terlepas dari kontruksi berpikir masyarakat kita. Kalau saya sih memandangnya nggak ada apa-apa nya kalau dari segi akademis, saya sudah beberapa kali ke sana bawa mahasiswa, isinya biasa saja," ujarnya.

Namun, jika mendengar dari juru pemelihara lokasi tersebut, Erond mengungkapkan kita akan mendengar cerita yang luar biasa bombastis. Seperti adanya harta karun di lokasi tersebut dan ada orang yang berusaha mencuri harta karun itu.

"Tapi kalau kita mendengarkan cerita dari juru pemelihara itu kan wah kali, bombastis. Misalnya kalau di Batu Hobon itu katanya ada harta karun di tengah-tengah batu, lalu orang berusaha untuk mencuri atau membelah (batu), di Batu Sawan itu seperti itu juga," ungkapnya.

Meskipun hal itu di luar nalar, namun masyarakat sudah terlanjur percaya akan hal itu. Lokasi itu juga telah dijadikan tempat yang sakral.

"Nggak masuk akal sebenarnya, tapi masyarakat kita sudah terlanjur kadung, apalagi dibuat event-event berkala di situ, lama-lama kan menjadi sakral dalam persepsi orang," bebernya.

Erond menyebutkan adanya kepercayaan terhadap sakralnya lokasi itu dipengaruhi tingkat pendidikan yang dienyam oleh masyarakat di sekitar lokasi itu.

"Itu kan mohon maaf kalau saya bilang, itu kan ciri dari masyarakat yang belum (berpendidikan). Jadi, kalau cara berpikirnya masih mitos ya begitu dia, coba kalau dia sudah berpendidikan, nalarnya sudah ada, apakah mungkin ada harta karun di situ, apa mungkin batu-batu seperti itu bertuah, darimana ceritanya, itu kalau sudah bernalar," ucapnya.

Menurutnya, ada tiga motif masyarakat sehingga berkunjung ke lokasi tersebut. Mulai dari karena penasaran hingga tujuan wisata dengan merawat mitos tersebut.

"Motifnya ada tiga, yang pertama kedatangannya ke situ karena penasaran, betul nggak batunya seperti ini. Yang kedua, memang ingin menambah ilmu gaib, mana tahu bisa betul ya udah lakukan ritual," sebutnya.

"Yang ketiga, memang dia sudah tahu itu tidak betul, tapi ini penting untuk wisata, akhirnya biarpun itu mitos yang terbangun ya tetap dipelihara dan terbukti efektif mendatangkan wisatawan," sambungnya.

Reporter: Finta Rahyuni, Nizar Aldi, Farid Achyadi Siregar

Editor: Ahmad Arfah Fansuri Lubis

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Sorotan Komisi VII DPR soal Status Geopark Danau Toba Terancam Dicabut"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)


Hide Ads