Jejak Bung Karno di Bengkulu: Gelorakan Pembaharuan hingga Bertemu Fatmawati

Bengkulu

Jejak Bung Karno di Bengkulu: Gelorakan Pembaharuan hingga Bertemu Fatmawati

Hery Supandi - detikSumut
Senin, 06 Jun 2022 10:39 WIB
Sosok Sukarno tak dapat dilepaskan bila bicara kemerdekaan Indonesia. Presiden pertama Indonesia itu juga dikenal memiliki kedekatan dengan sejumlah tokoh dunia
Predisen Soekarno. (Foto: Getty Images)
Bengkulu -

Presiden pertama RI Soekarno sempat diasingkan Provinsi Bengkulu. Bung Karno diasingkan di daerah berjuluk Bumi Rafflesia itu selama empat tahun, sejak 1938 hingga 1942. Sebelum di Bengkulu, Bung Karno diasingkan di Ende, Flores NTT.

Saat tiba di Bengkulu, Soekarno pertama sekali menginjakkan kaki di Kelurahan Pintu Batu, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu. Kedatangan Presiden pertama RI itu telah diketahui tokoh pergerakan kemerdekaan di Bengkulu.

''Setiba di Kota Bengkulu, Bung Karno menginap di penginapan di Kelurahan Pintu Batu Kecamatan Teluk Segara KOta Bengkulu. Beliau di sana selama satu minggu,'' kata Sekretaris Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, Almidianto, Jumat pekan lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Almidianto menjelaskan, saat diasingkan di Bengkulu, Bung Karno belum mengetahui akan tinggal di mana, karena itulah Bung Karno berjalan sendiri mencari tempat akan tinggal.

Bung Karno kemudian menemukan satu rumah di Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Batu Samban. Belakangan, rumah itu ditempati menjadi tempat pengasingan.

ADVERTISEMENT

Rumah yang ditemukan Bung Karno itu, kemudian dibersihkan dan disewa oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai tempat tinggal Bung Karno selama di Bengkulu. Rumah itu sendiri merupakan rumah milik pedagang Tionghoa bernama Lion Bwe Seng.

Setelah dua pekan tinggal di sana, istri Bung Karno, Inggit Ganarsih beserta anak angkatnya Ratna Djuami dan Hanafi menyusul ke Bengkulu.

Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu.Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu. (Foto: Hery Supandi/detikSumut)

Udara dan tanah Bengkulu yang lebih baik mengembalikan kesehatan semangat perjuangan Bung Karno sewaktu di Ende.

Setelah sembuh dari sakit yang dideritanya sejak dari Ende, Bung Karno membangun masjid dan mengundang warga berdiskusi tentang kebangsaan dan kemerdekaan, guna mengambil hari rakyat Bengkulu pada masa itu.

Bung Karno juga banyak berdiskusi dan berteman baik dengan pimpinan Muhammadiyah Cabang Bengkulu dan tokoh agama lain serta tokoh-tokoh setempat.

Tidak hanya itu, Soekarno juga merangkul kaum muda. Bahkan, Bung Karno mengambil alih klub musik Monte Carlo yang dikembangkan menjadi sandiwara musik (Tonil), sebagai media penyebarluasan gagasan perjuangannya.

''Saat massa Pengasingan Bung Karno diperbolehkan beraktivitas di luar rumah hanya saja tidak diperkenankan keluar dari Kota Bengkulu dengan radius 40 kilometer dan tetap mendapat pengawasan polisi Belanda,'' ungkap Almidianto.

Ternyata awal kedatangan Bung Karno ke Bengkulu tidak disukai warga Bencoolen atau Bengkulu karena mereka takut Sang Plokmator akan membuat pembaharuan yang tidak diinginkan masyarakat. Banuak warga di sana yang menolak gagasan Bung Karno.

Pun begitu, justru warga menganggap Bung karno sebagai tempat bertanya berbagai masalah, mulai dari urusan agama, rumah tangga, politik hingga urusan mencari jodoh bagi anak gadis setempat. Tidak tanggung-tanggung ada 300-an anak gadis yang meminta dicarikan jodoh.

Banyaknya warga yang mendatangi rumah Bung Karno membuat Belanda gerah dan mengirim intel untuk mengawasi tamu. Mereka khawatir Bung Karno akan menularkan semangat perjuangan dan perlawanan.

Akibatnya warga tidak berani datang kecuali tokoh-tokoh setempat, sahabat dan teman seperjuangan serta LCM Jaquet, pegawai Hindia Belanda yang mengurus tunjangan Bung Karno yang lama-lama kagum pada Bung Karno yang ramah dan bersahabat.

''Meski di tengah pengasingan dan pengawasan ketat polisi Belanda, perjuangan terus digencarkan Bung Karno, guna membangkitkan nasionalisme, kemerdekaan,'' cerita Almidianto.

Selain menjadi guru agama, kiprah Bung Karno di Bengkulu ditandai dengan banyaknya perjumpaannya dengan banyak orang. Bekerja di perusahaan mebel milik Oey Tjeng Hien Abdul Karim.

Bung Karno juga aktif menulis di majalah, terlibat sebagai pengurus organisasi Islam Muhammadiyah, menganjurkan perempuan terlibat dan belajar banyak hal termasuk politik, serta mengajak para pemuda berolahraga dan berkesenian.

Bung Karno juga melakukan modernisasi. Mulai dari membuka tabir pemisah laki-laki dan perempuan di masjid dan mushola, mewajibkan para tokoh membawa istri dalam pertemuan di rumahnya.

Semasa pengungsian Bung Karno di Bengkulu, dia sempat mengenal sosok Fatmawati. Awal perkenalan Soekarno dengan anak tunggal dari Hassan Din dan Siti Khadijah ini, ketika Hassan menitipkan anaknya, Fatmawati dengan keluarga Soekarno berserta istri.

Amanat menitipkan Fatmwati itu lantaran Hassan Din dan Siti Khadijah ini kerap melakukan perjalanan ke luar kota atau ke Jakarta.

Penitipan tersebut juga menginginkan agar Fatmawati bisa bersekolah di Bengkulu. Kepercayaan Hassan Din dan Siti Khadijah ini membuat mereka akrab dengan keluarga Soekarno.

Memasuki masa SMA, anak angkat Bung Karno, Ratna Djuami melanjutkan sekolah di Yogyakarta. Keputusan sekolah di Yogyakarta tersebut membuat istri Bung Karno, Inggit Ganarsih ikut mendampingi Ratna untuk bersekolah di sana.

Kepergian Inggit dan anak angkatnya membuat semua pelayanan dalam rumah tangga semasa Bung Karno di pengasingan, dilayani Fatmawati.

Akhirnya, muncul benih-benih cinta antara Bung Karno dan Fatmawati. Sehingga Bung Karno berpamitan dengan sang istri, Inggit untuk menikahi Fatmawati. Namun, hal tersebut ditolak Inggit lantaran tidak ingin dimadu.

Tetapi, berkat peran dari Mohammad Hatta dan Buya Hamka yang memberikan penjelasan kepada Inggit, pernikahan tersebut berlangsung pada tahun 1943. Usai menikah, Fatmawati diboyong ke Jakarta untuk mendampingi Presiden Soekarno.

Bung Karno sangat menyayangi istrinya, Inggit yang lembut tersebut. Selama 20 tahun mengarungi rumah tangga, Inggit memiliki peran sangat besar dalam episode perjuangan Bung Karno.

Inggit tidak berada di samping Bung Karno, saat kemerdekaan diproklamasikan. Namun, kehadiran dalam kehidupan dan perjuangan Bung Karno sangat luar biasa. Ketika Bung Karno menyatakan keinginan menikah lagi agar mempunyai keturunan, Inggit tetap tegar dan tabah dan memilih untuk dikembalikan ke keluarganya di Bandung, Jawa Barat.

''Pada tahun 1943, Soekarno menikah dengan Fatmwati di Bengkulu. Pernikahan tersebut diwakilkan dengan opsir dari Belanda. Setelah menikah Fatmawati langsung berangkat ke Jakarta,'' jelas Almidianto.

Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu.Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu. (Foto: Hery Supandi/detikSumut)

Rumah itu, kini menjadi saksi sejarah kehidupan Bung Karno di Bumi Rafflesia. Jalan di depan rumah berarsitertur Eropa dan Cina itu juga diabadikan dengan nama Jalan Soekarno-Hatta.

Ada sejumlah peninggalan Bung Karno yang masih tersimpan di rumah pengasingan itu, antara lain 303 judul buku dengan bahasa Belanda yang terdapat di ruang kerja Bung Karno bagian depan, 120 pakaian pentas sandiwara Monte Carlo, koleksi foto sebanyak 22 buah, tempat tidur, termasuk 1 unit sepeda ontel.

Semasa kemerdekaan rumah pengasingan ini pernah dijadikan sebagai markas perjuangan PRI, rumah tinggal AURI, Stasiun RRI, dan kantor pengurus KNPI Dati I dan II.

''Bangunan itu telah ditetapkan menjadi benda cagar budaya sejak tahun 2004 melalui keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor KM.10/PW.007/MKP/2004,'' papar Almidianto.

Pada bagian belakang rumah pengasingan Bung Karno terdapat satu buah sumur tua. Konon, air sumur tersebut dapat membuat awet muda dan bagi yang jomblo akan segera mendapatkan pasangan, bahkan tak jarang calon legislatif sebelum mengikuti pemilu mencuci muka di sumur tua tersebut agar mendapatkan restu.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads