Perempuan Kretek Pelinting Tembakau Aroma Khas Aceh

Aceh

Perempuan Kretek Pelinting Tembakau Aroma Khas Aceh

Agus Setyadi - detikSumut
Sabtu, 02 Des 2023 22:00 WIB
Enam wanita di Aceh Besar bekerja sebagai pelinting rokok
Foto: Enam wanita di Aceh Besar bekerja sebagai pelinting rokok (Agus Setyadi/detikSumut)
Aceh Besar -

Enam perempuan duduk saling berhadapan yang dipisah meja besar. Tangan mereka dengan cekatan melinting tembakau menggunakan alat tradisional. Dalam hitungan menit, satu rokok selesai diproduksi.

Industri rokok rumahan mulai berkembang di Aceh dalam tiga tahun terakhir. Ada tujuh industri yang memproduksi beragam jenis sigaret kretek tangan (SKT). Pekerja di industri ini kebanyakan perempuan dari yang masih kuliah hingga sudah berumur.

Salah satunya Nurhayati. Perempuan paruh baya ini sudah hampir setahun bekerja di PT Hawa Makmu Beurata berlokasi di Desa Lambeugak, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar yang memproduksi rokok merek Haba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saban hari, Nurhayati menghabiskan waktu di sebuah ruangan bersama lima perempuan lainnya. Dia duduk di meja dengan alat linting yang sudah akrab dengannya. Dia termasuk paling cekatan dalam melinting.

"Sehari itu kalau alatnya lancar bisa melinting 700 batang. Tapi kalau alat macet sekitar 600 batang," kata Nurhayati pertengahan November lalu.

ADVERTISEMENT

Dia diajari melinting setelah diterima bekerja di tempat itu. Proses belajar yang diikuti Nurhayati terbilang singkat, hanya seminggu. Pada awal-awal terjun ke industri rokok, Nurhayati masih kesulitan menakar tembakau sehingga rokok yang dihasilkan tidak sesuai keinginan.

Setelah beberapa Minggu bekerja, persoalan melinting jadi mudah bagi Nurhayati. Dia pun diupah Rp 80 untuk setiap rokok yang dihasilkannya. Uang itu dipakai untuk menambah penghasilan keluarganya.

"Sebulan bisa dapat upah Rp 700 ribu," jelasnya.

Selain melinting rokok, Nurhayati juga memiliki kebun tembakau yang berjarak tak jauh dari lokasinya bekerja. Tembakau yang dipanennya dijual ke pabrik rokok tersebut.

Industri rokok rumahan merek Haba didirikan Taufik (30). Pabrik rokok itu sudah dioperasikannya sejak setahun terakhir. Saban hari, Taufik mampu memproduksi 30 slop rokok yang dijual ke seluruh Aceh serta beberapa daerah lain seperti Kalimantan dan Sulawesi.

"Kita memproduksi sehari sekitar 6 ribu batang. Di sini ada 11 pekerja dan enam orang di antaranya perempuan," jelas Taufik.

Para pekerja di sana memiliki tugas masing-masing mulai menjemur, memotong tembakau hingga melinting. Taufik mempekerjakan warga sekitar di industri yang dibangunnya.

Rokok yang diproduksi Haba menggunakan tembakau asli Aceh Besar tanpa campuran bahan lain. Menurut Taufik, industri rokok di Aceh saat ini masih kalah saing dengan rokok ilegal yang beredar di pasaran.

"Rokok ini kita jual Rp 12 ribu isi 12 batang," jelas Taufik.

Baca selengkapnya di halaman berikut...

Tantangan yang dihadapi Taufik saat ini hanya di pemasaran. Sedangkan bahan baku tembakau dengan mudah didapatkannya. Taufik menggandeng petani setempat untuk memasok tembakau ke pabrik miliknya.

Taufik juga memiliki lahan tembakau yang berlokasi sekitar 500 meter dari tempat pengolahan rokok miliknya. Sementara lahan milik petani sekitar lima hektar yang terletak berdekatan dengan punya Taufik.

Ketua Kelompok Tani Harkat, Amiruddin, mengaku telah menanam tembakau sejak tahun 1982 namun sekarang telah menggunakan teknologi untuk menciptakan rasa dan aroma sesuai diinginkan. Di lahan miliknya saat ini sudah ada tujuh varian tembakau yang ditanam.

"Dari satu lahan itu kita campur karena di campuran itu banyak varian kita tanam itu semakin harum rokok kita nanti yang kita produksi," kata Amiruddin.

Proses menanam tembakau dari proses persiapan lahan hingga panen disebut membutuhkan waktu empat bulan. Sekali tanam, bisa 14 kali panen karena memanennya dimulai dari daun paling bawah.

Bagi Amiruddin, menanam tembakau lebih cuan dari tanaman lainnya. Untuk satu kilogram tembakau kering dijual berkisar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu tergantung jenis tembakau.

"1 hektar lahan itu bisa menghasilkan 2 ton tembakau kering," jelasnya.

Dia menjelaskan, tembakau yang ditanam masyarakat di sana dipasarkan di wilayah Aceh Besar, Banda Aceh, Sabang dan Aceh Barat. Harga tembakau saat ini disebut sudah stabil setelah adanya pabrik rokok rumahan di desa tersebut.

"Sekarang pasar tembakau kita sudah menjangkau Nusantara lewat rokok," jelasnya.

Pj Bupati Aceh Besar Muhammad Iswanto, menilai keberadaan pabrik rokok membuka peluang kerja baru bagi warga sekitar. Rokok produksi masyarakat Aceh Besar itu disebut telah memiliki cukai dan telah beredar di pasaran.

"Artinya ini ada manfaat yang bisa diambil dari sisi peluang kerja untuk masyarakat, pabrik ini pastinya membutuhkan pekerja, hal itu bisa dimanfaatkan untuk mengurangi pengangguran di Aceh Besar," katanya.

Berdasarkan data dirilis BPS tahun lalu, tingkat pengangguran terbuka di Aceh Besar sekitar 8,28 persen. Iswanto berharap rokok asli Aceh Besar itu semakin diminati pecinta tembakau khas Serambi Mekkah.

"Ini peluang besar kita untuk melakukan pengembangan menjadi nilai tambah serta masyarakat akan menikmati hasil positifnya," pungkas Iswanto.

Baca selengkapnya di halaman berikut...

Kepala Bea dan Cukai Aceh Safuadi menyebutkan, industri rokok yang telah mengantongi izin Bea Cukai saat ini berjumlah tujuh industri yang tersebar tiga di Aceh Besar dan empat di Aceh Tengah. Ada ratusan warga kini yang bekerja di tujuh industri rokok tersebut.

Rokok buatan Serambi Mekkah itu sudah dipasarkan hingga ke Pulau Jawa dan Kalimantan. Setiap industri mengeluarkan produk khas untuk memikat konsumen.

Bagi Safuadi rasa dan kualitas rokok yang diproduksi di Aceh tidak kalah dengan di daerah lain. Bahkan di Tanah Rencong ada rokok dari tembakau hijau yang jarang ditemukan ditempat lain.

Tembakau hijau saat ini menjadi primadona karena aroma dan rasanya yang beda. Sekilas aroma tembakau dari dataran tinggi Gayo itu seperti ganja namun tidak memabukkan.

"Rokok tembakau hijau sangat terkenal di berbagai tempat, itu jadi favorit. Rasanya sangat istimewa. Artinya Aceh selalu punya produk unggulan karena memang tanahnya tanah yang mempunyai keistimewaan," kata Safuadi.

Pengusaha rokok di Aceh disebut masih ada yang terkendala di pengemasan. Safuadi mencontohkan satu industri rokok di Aceh Tengah yang mengirim rokok hasil produksinya ke Cilacap Jawa Tengah untuk dibungkus serta dilekatkan pita cukainya.

"Setelah itu dikirim kembali ke Aceh Tengah dan kemudian pemasarannya ke Sumatera Barat, Lampung dan ke Banten dan sejumlah daerah lainnya. Artinya itu masih sebuah kegiatan yang menguntungkan. Bisa dibayangkan kalau sekiranya semuanya terintegrasi di Aceh," kata Safuadi.

Bila proses produksi hingga pemasangan pita cukai dilakukan di Aceh, Safuadi yakin akan sangat berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Tanah Rencong. Serapan tenaga kerja semakin besar sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.

"Itu yang kami harapkan secara bersama-sama kita melihat prospek ini untuk jadi alat untuk membangkitkan derajat ekonomi Aceh," jelasnya.



Simak Video "Video: CISDI Dorong Pemerintah Naikkan Cukai untuk Tekan Jumlah Perokok"
[Gambas:Video 20detik]


Hide Ads