Pengapalan karet asal Sumut masih cenderung lesu. Tercatat, per Agustus 2023 ada terjadi pengurangan 3,2 persen menjadi 24.422 ton.
"Volume eskpor karet alam dari Sumatera Utara untuk pengapalan Agustus 2023 turun kembali. Penurunan sebesar 3,2 persen Month of Month menjadi 24.422 ton dibandingkan Juli. Penurunan lebih tajam lagi bila dibandingkan dengan Agustus 2022, yakni 15,80 persen dari 29.005 ton," ungkap Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, Jumat (8/9/2023).
Edy menyebutkan, bahwa kinerja ekspor karet masih sulit untuk bangkit apabila volume ekspor masih mengalami penurunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk pengapalan Agustus kondisi permintaan karet China masih lemah. Namun, diperkirakan untuk pengapalan September mulai membaik seiring dengan faktor pendukung, di antaranya adanya pemotongan suku bunga oleh Bank of China untuk pembeli rumah, peningkatan PMI manufaktur China untuk bulan Agustus, dan upaya Beijing untuk menguatkan pasar lokal," ujarnya.
Berdasarkan data dari Gapkindo Sumut, posisi China pada ekspor Agustus masih dalam posisi nomor 4 besar negara tujuan ekspor. Seperti diketahui, China merupakan konsumen nomor satu dunia yang mengkonsumsi lebih 40 persen dari 15,12 juta ton dari total konsumsi karet alam dunia pada 2022.
Ada sebanyak 30 negara tujuan ekspor Agustus 2023, adapun 5 negara tujuan utama adalah Jepang 33,26 persen, USA 15,07 persen, Brazil 14,52 persen, China 7,18, dan Turki 5,45 persen.
Edy mengakui bahwa selain penurunan ekspor, ternyata pasokan bahan baku juga sulit didapat. Namun begitu, kondisi ini tak mempengaruhi harga di pasar global.
"Keadaan Sumatera Utara dimana terjadi penurunan volume ekspor, di sisi lain pasokan bahan baku yang berkurang hampir di semua sentra produksi karet. Keadaan ini tidak mempengaruhi harga di pasar global.
Pada September ini, trend bearish yang persisten diperkirakan akan berubah seiring adanya peningkatan harga di awal bulan ini," jelasnya.
Sementara itu, Edy menyebutkan bahwa ekspor bulan September diprediksi masih belum dapat memberikan dampak pertumbuhan yang baik. Hal ini akan terjadi apabila permintaan dari China masih lesu.
"Kondisi ekonomi dunia saat ini belum kondusif sehingga ekspor pada pengapalan September diperkirakan tidak banyak perubahan terhadap Agustus karena China selaku konsumen nomor 1 dunia permintaannya masih melambat," kata Edy.
Lanjutnya, Edy menyebutkan bahwa saat ini harga karet global sudah mulai naik. Harga karet jenis TSR20 di bursa Singapura-SGX pada penutupan 31 Agustus tercatat 135 sen AS per kg, sedangkan pada harga penutupan pada 7 September tercatat 145,5 sen.
Kemudian, terkait produksi karet, Edy menyebutkan bahwa saat ini terjadi penurunan pasokan berimbas dari banyaknya pemilik kebun yang melakukan konversi kebun karet.
"Dari sisi pasokan, produksi kebun karet di Sumatera Utara diperkirakan masih belum normal karena musim hujan baru saja mulai. Dan penurunan produksi semakin parah akibat konversi kebun karet saat ini masih terus berlanjut," pungkasnya.
(afb/afb)