Melihat Industri Rokok Rumahan di Aceh, Pasarnya Tembus Luar Daerah

Aceh

Melihat Industri Rokok Rumahan di Aceh, Pasarnya Tembus Luar Daerah

Agus Setyadi - detikSumut
Jumat, 04 Agu 2023 18:15 WIB
Industri Rokok Rumahan di Aceh. (Foto: Agus Setyadi)
Industri Rokok Rumahan di Aceh. (Foto: Agus Setyadi)
Aceh Besar -

Enam perempuan dengan cekatan melinting rokok kretek di sebuah tempat industri rokok rumahan di Aceh Besar, Aceh. Mereka mulai bekerja pagi hingga siang hari dengan upah Rp 80 per batang rokok yang mereka hasilkan.

Nurhayati sudah 10 bulan bekerja di PT Makmu Beurata berlokasi di Desa Lambeugak, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar yang memproduksi rokok merek Haba. Setiap hari, Nurhayati mampu melinting hingga 700 batang menggunakan alat manual.

"Kalau alatnya macet-macet kadang 600 batang sehari. Kadang alat ini sering macet, harus di kontrol terus," kata Nurhayati kepada detikSumut, Jumat (4/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nurhayati menjadi pelinting rokok setelah belajar di tempat tersebut selama sepekan. Awalnya, dia masih susah menakar tembakau untuk menghasilkan rokok sesuai yang diinginkan.

Namun lambat laun, perempuan tersebut mulai cekatan menggunakan alat dan menaruh tembakau. "Kami dapat upah Rp 80 rupiah perbatang. Tapi dibayar bulanan. Dalam sebulan bisa dapat Rp 700 ribu," jelasnya.

ADVERTISEMENT
Industri Rokok Rumahan di Aceh. (Foto: Agus Setyadi)Industri Rokok Rumahan di Aceh. (Foto: Agus Setyadi).

Selain bekerja di industri rokok, Nurhayati juga memiliki lahan tembakau serta menjual bibit tembakau. Harga jual tembakau mencapai jutaan rupiah setiap panen.

Seorang pekerja lainnya, Santi, juga sanggup melinting hingga 700 batang rokok perhari. Perempuan yang baru lima bulan bekerja itu mengaku mengalami sedikit kesulitan saat awal-awal bekerja.

"Awalnya sedikit kesulitan, tapi sekarang sudah terbiasa," jelasnya.

Owner Haba, Taufik (30), mengatakan, pabrik rokok tersebut dibangunnya setahun lalu saat ini mampu memproduksi 30 slop rokok setiap harinya. Rokok itu dijual di seluruh Aceh serta beberapa daerah lain seperti Kalimantan dan Sulawesi.

"Kita memproduksi sehari sekitar 6 ribu batang. Di sini ada 11 pekerja dan enam orang di antaranya perempuan," jelas Taufik.

Rokok yang diproduksi Haba menggunakan tembakau asli Aceh Besar dan tanpa campuran bahan lain. Menurut Taufik, industri rokok di Aceh saat ini masih kalah saing dengan rokok ilegal yang beredar di pasaran.

"Rokok ini kita jual Rp 12 ribu isi 12 batang," jelas Taufik.

Selain Haba, di Aceh Besar juga ada industri rokok rumah Oryza berlokasi di Desa Tanjong Seulamat, Kecamatan Darussalam. Pabrik rokok yang didirikan Fendi Syahputra (33) itu saat ini mampu memproduksi 130 bungkus rokok perhari. Rokok itu dipasarkan di beberapa daerah di Aceh serta Kalimantan, Samosir, Bekasi dan Bandung.

Menurutnya, rokok Oryza menggunakan tembakau campuran dari Aceh dan Pulau Jawa serta cengkeh Aceh dan Jawa. Rokok itu disebut memiliki cita rasa khas dan berbeda dengan rokok di daerah lain.

"Kita campur tembakau dari Pulau Jawa dengan tembakau di Aceh sehingga dapatlah satu cita rasa yang berbeda dengan di Pulau Jawa. Apalagi kita menggunakan tembakau hijau Gayo itu yang membedakan tembakau kita dengan di Jawa," jelas Fendi.

Rokok Oryza dijual Rp 8.500 perbungkus dari pabrik. Menurutnya, industri rokok di Aceh saat ini terkendala dengan pemasaran serta belum memiliki satu rasa yang pasti dari rokok lain.




(agse/dhm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads