Anomali TBS Sawit di Sumut: Harga Turun Saat Produksi Turun

Anomali TBS Sawit di Sumut: Harga Turun Saat Produksi Turun

Kartika Sari - detikSumut
Jumat, 11 Nov 2022 20:30 WIB
Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat, Rabu (11/08/2021). Harga TBS kelapa sawit tingkat petani sejak sebulan terakhir mengalami kenaikan harga dari Rp1.970 per kilogram naik menjadi Rp2.180  per kilogram disebabkan meningkatnya permintaan pasar sementara ketersediaan TBS kelapa sawit berkurang. ANTARA FOTO/ Akbar Tado/wsj.
Ilustrasi (ANTARA FOTO/AKBAR TADO)
Medan -

Harga tandan buah segar (TBS) sawit mengalami anomali. Saat produksi TBS turun, harganya justru mengalami penurunan.

Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Sumut, harga TBS periode 9-15 November 2022 seharga Rp 2.832 per kg, turun Rp 2.845 per kg pada periode sebelumnya.

Sementara itu, harga CPO pekan ini dipatok seharga Rp 12.608 per kg, turun Rp 30 dibanding pekan sebelumnya Rp 12.638 per kg.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumut Gus Dalhari Harahap mengungkapkan bahwa saat ini kondisi perkebunan kelapa sawit sedang mengalami penurunan produksi.

"Produktivitas perkebunan lagi turun dan juga saat ini musim sedang tidak bagus," ungkap Gus kepada detikSumut, Jumat (11/11/2022).

ADVERTISEMENT

Masa penurunan produksi ini, menurut dia, sudah mulai terlihat saat jelang akhir tahun dan diprediksi akan berakhir pada awal tahun 2023.

"Saat ini sudah nampak ada mengalami penurunan hingga awal tahun nanti, memang ini musim tahunan," ujarnya.

Namun, Gus sempat heran lantaran pada masa penurunan produksi saat ini, harusnya harga sawit ada mengalami kenaikan harga.

"Kalau lagi trek harusnya harga naik ini, tapi ini turun. Saya juga tidak tahu apa penyebab anomali ini," tuturnya.

Gus menyebutkan bahwa saat ini penurunan produksi kelapa sawit berada sekitar 10-20 persen dibanding produksi normal. Ia menyebutkan bahwa penekanan penurunan produksi ini terjadi lantaran adanya rekayasa pupuk.

"Kalau untuk sekarang ini terbantu adanya rekayasa pupuk jadi penurunan masih 10-20 persen. Biasanya ini sudah mencapai 30 persen kalau tidak ada," ucapnya.




(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads