Bank Indonesia mengambil langkah menaikkan besaran bunga acuan atau BI 7 days repo rate sebanyak 50 basis poin. Dengan ini, suku bunga acuan menjadi 4,75 persen.
Ekonom Sumut Gunawan Benjamin menyebutkan bahwa pasar saat ini terus mengharapkan imbal hasil tinggi seiring dengan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh bank sentral AS atau The FED serta banyak Bank Sentral di dunia lainnya.
"Sehingga saya menilai kebijakan ini memang akan meredam gejolak nilai tukar Rupiah, meskipun di sisi lain ini jadi kabar buruk bagi dunia usaha. Karena beban biaya pinjaman kembali naik dan tentunya akan menekan pertumbuhan ekonomi nasional," ungkap Gunawan, Kamis (20/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gunawan menilai jika tren kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Sentral AS, pada dasarnya tidak lantas diikuti oleh BI.
BI sebelumnya tidak begitu merespon perubahan suku bunga acuan global, dan kenaikan bunga acuan pada bulan Agustus juga sebagai dampak antisipasi lonjakan inflasi karena BBM dinaikkan harganya.
"Nah saat ini inflasi pada dasarnya akan bergerak melandai pasca BBM dinaikkan. Namun yang menjadi persoalan adalah belakangan ini Rupiah mengalami pelemahan dan surplus neraca perdagangan menurun," ujarnya.
"Ditambah stance kebijakan Bank Sentral di banyak negara di dunia belakangan bersikap hawkish atau cenderung menaikkan bunga acuan. Jadi yang dilakukan BI saat ini adalah untuk merespon pasar seiring dengan pelemahan mata uang Rupiah" lanjut Gunawan.
Diakui Gunawan bahwa saat ini ekonomi masih dalam tekanan hebat tahun ini dan diprediksi akan lebih tertekan pada tahun depan. Terkait hal ini, Gunawan menyebutkan BI memiliki peran dalam mengambil kebijakan untuk menyelamatkan Rupiah.
"Nah kejadian pada hari ini, Rupiah kembali melemah di kisaran Rp 15.560-Rp 15.575, meskipun BI sudah menaikkan bunga acuan. Tetapi sangat terlihat ada tekanan di pasar dengan memaksa Rupiah untuk melemah sebelum kebijakan penentuan bunga acuan. Ini menunjukan bahwa pelaku pasar memiliki ekspektasinya sendiri. Dan BI harus dipastikan bahwa bukan karena tekanan pasar maka bunga harus disesuaikan," jelasnya.
"Kita harus tetap membuat kebijakan stabilitas Rupiah yang digunakan untuk kemaslahatan ekonomi nasional. Dan bukan semata mata karena pasar yang menghendaki demikian," pungkasnya.
(afb/afb)