Impor Jagung Dilarang, 30 Persen Peternak Ayam di Sumut Bangkrut

Impor Jagung Dilarang, 30 Persen Peternak Ayam di Sumut Bangkrut

Kartika Sari - detikSumut
Selasa, 21 Jun 2022 19:22 WIB
Ketua Asosiasi Perhimpunan Peternak Petelur Sumatera Utara (P3SU) Fadhillah Boy.
Ketua Asosiasi Perhimpunan Peternak Petelur Sumatera Utara (P3SU) Fadhillah Boy. (Foto: Kartika Sari/detikSumut)
Medan -

Peternak ayam petelur di Sumatera Utara (Sumut) mengeluh karena harga pakan terus naik. Mahalnya harga pakan itu disebabkan menipisnya pasokan jagung karena impor masih disetop pemerintah sejak 2019 silam.

Ketua Asosiasi Perhimpunan Peternak Petelur Sumatera Utara (P3SU) Fadhillah Boy, bahkan telah melakukan audiensi dengan Pemprov Sumut untuk mempertanyakan kejelasan keran impor jagung yang masih ditutup itu.

"Kita tekankan saat itu di Kantor Gubernur kalau harga jagung bisa turun tidak. Nah kalau terkait ini kan pasti ada hubungannya dengan (pemerintah) pusat ya. Kadi mereka mesti diskusi dulu dengan pusat untuk solusinya," ungkap Fadhillah kepada detikSumut, Selasa (21/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahalnya harga pakan itu menyebabkan harga telur di tingkat peternak juga mencapai Rp 1.400 per butir. Meski terus naik, namun pedagang tak dapat untung.

Adapun harga jagung untuk pakan ternak dipatok pada level Rp 5.300 hingga Rp 5.600 per kg. Bahkan pernah mencapai Rp 6.000 per kg. Sebelum impor dihentikan, harga jagung ada di kisaran Rp 4.500 per kg.

ADVERTISEMENT

Sementara, harga keledai yang biasa menjadi campuran pembuatan pakan juga melambung dari Rp 6.000 menjadi Rp 9.000 per kg.

Menurut Fadhillah, harga ini masih belum menguntungkan para peternak yang harus merasakan kenaikan harga dari seluruh harga pokok produksi (hpp).

"Kalau harga pakan seperti ini, mau harga telur naik terus pun tidak ada titik amannya. Misalnya harga telur naik jadi Rp 1.500, tapi kemudian juga naik lagi harga jagung dan harga pakan lainnya," ujarnya.

Namun, Fadhillah dan pengusaha peternak petelur tak memiliki pilihan lain yang harus membeli dengan harga yang tinggi lantaran komposisi jagung untuk bahan pakan ternak mencakup 50 persen, diikuti komposisi bungkil kedelai sebanyak 30 persen.

Untuk mengatasinya, Fadhillah menyebutkan jika pengusaha peternak petelur terpaksa mengurangi jumlah pakan agar dapat menutup biaya produksi.

"Ya terpaksa harus kita kurangi lah (hasil produksi) bahkan sudah ada 30 persen pengusaha peternak di Sumut yang tutup farm (peternakan) karena tidak bisa tutupi produksi. Ada yang dijual atau pindah tangan," jelasnya.

Di samping harga bahan pokok yang melambung tinggi, ternyata peternak mengaku kesulitan mendapatkan jagung yang rata-rata diambil dari dataran tinggi.

"Ya kita berebutlah dengan perusahaan lain untuk dapatkan persediaan jagung, bahkan juga harus pakai sistem booking agar tidak diambil yang lain," kata Fadhillah.

Terkait hal ini, Fadhillah begitu berharap agar agar pemerintah pusat dapat bersedia membuka keran impor jagung untuk para pengusaha peternak ayam petelur.

"Kita masih menunggu dari berbagai pemerintah pusat, pemprov, dan instansi terkait agar kebijakan impor ini ada solusi dari pemerintah. Itu yang kita harapkan. Minimal dengan dibukanya keran impor, kapasitas produksi bisa membantu," pungkasnya.




(dpw/dpw)


Hide Ads