Sejak adanya larangan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) harga tandan buah segar (TBS) sawit di Aceh terjun bebas. Di saat bersamaan harga pupuk dan pestisida lain justru mengalami kenaikan hingga 300 persen.
Sekretaris Wilayah Apkasindo Aceh Fadhli Ali mengatakan sebelum ada pelarangan ekspor CPO harga TBS di tingkat petani lintas Timur Utara Rp 3.100-Rp 3.200/kg. Namun saat ini hanya Rp 1.500/kg. Untuk harga sawit di wilayah Barat Selatan, menurut dia lebih murah lagi. Dari biasanya Rp 2.800-Rp 3.000/kg, kini turun menjadi Rp 1.000-1.200/kg.
"Harga pupuk KCL Jerman itu harganya Rp 930 ribu satu sak. Dulu harganya cuma Rp 320 ribu. Artinya apa, satu ton sawit petani sekarang ini hampir setara dengan harga satu sak pupuk," ujarnya kepada detikSumut, Rabu (18/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama harga anjlok, kata Fadhli, para petani memilih menunda memanen sawit. Bahkan ada petani yang sudah tidak panen lagi karena akan bertambah rugi.
"Dampak lain lagi biasa setiap 15 hari sekali petani selalu memanen TBS, sekarang mereka menunggu mengira-ngira jangan-jangan nanti harga TBS naik, nunggu-nunggu sampai akhirnya buah sawit rontok. Saya juga melakukan hal yang sama," jelas Fadhli.
Fadhli berharap, pemerintah segera mencabut larangan ekspor CPO supaya harga TBS ditingkat petani kembali naik. Selain itu, pemerintah juga diminta mengawasi distribusi CPO serta minyak goreng.
"Harapan kita segera dicabut larangan ekspor supaya harga TBS petani bisa kembali naik dan petani bisa mendapatkan harga yang adil dan menguntungkan," bebernya.
"Pada sisi lain pemerintah itu coba mengatur dan mengawasi sistem produksi dan distribusi perdagangan minyak goreng dan CPO, itu bukannya urusan petani kok petani yang jadi korban," lanjutnya.
(agse/astj)