Prabowo Minta Perusahaan Diusut, Ini Sederet Konflik TPL dengan Warga

Duka dari Utara Sumatera

Prabowo Minta Perusahaan Diusut, Ini Sederet Konflik TPL dengan Warga

Finta Rahyuni - detikSumut
Selasa, 16 Des 2025 12:40 WIB
Prabowo Minta Perusahaan Diusut, Ini Sederet Konflik TPL dengan Warga
Foto: Warga Taput demonstrasi dengan tuntutan agar PT TPL segera ditutup (Foto: Istimewa)
Medan -

Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan Kementerian Kehutanan mengaudit dan evaluasi mendalam PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) karena diduga menjadi salah satu penyebab bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut). PT TPL ini telah berulang kali terlibat bentrok dengan warga, khususnya masyarakat adat.

Permasalahan ini dipicu konflik lahan yang sudah lama terjadi, bahkan hingga kini. PT TPL mengklaim memiliki hak konsesi di Hutan Tanaman Industri (HTI). Sementara masyarakat adat memperjuangkan tanah ulayat mereka yang sudah dikelola sejak nenek moyang mereka.

Bentrok ini kerap menimbulkan korban, baik dari pihak masyarakat maupun TPL. Berikut detikSumut rangkum sejumlah peristiwa bentrok yang terjadi antara PT TPL dan masyarakat:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya pada Mei 2021 lalu terjadi bentrok antara warga dengan sekuriti PT TPL. Kasi Humas Polres Toba Kompol Bungaran Samosir menyebut peristiwa itu terjadi pada Selasa (18/5/2021).

"Benar. Pada hari Selasa, 18 Mei 2021, terjadi bentrok antara pihak karyawan dan sekuriti PT TPL di Bor-Bor dengan masyarakat Natumingka," sebut Bungaran, Rabu (19/5).

ADVERTISEMENT

Bungaran menjelaskan pihak perusahaan awalnya hendak melakukan penanaman bibit eukaliptus. Dia menyebut ada sejumlah warga yang menghadang para karyawan hingga berujung bentrok. Terdapat korban luka dari kedua belah pihak.

Lalu, pada tahun 2024, Ketua Komunitas MA Ompu Umbak Siallagan, Sorbatua Siallagan di Kabupaten Simalungun ditangkap oleh Polda Sumut usai dilaporkan oleh TPL. Sorbatua dihadang sejumlah pria diduga petugas kepolisian usai membeli pupuk dan dibawa pergi meninggalkan istrinya yang saat itu ikut bersamanya.

Peristiwa itu terjadi di Simpang Simarjarunjung, Tanjung Dolok, Jumat (22/3) pagi. Istri Srobatua menyebut ada sekitar 10 orang pria diduga polisi datang dan hendak menangkap Sorbatua.

Kabid Humas Polda Sumut saat itu Kombes Hadi Wahyudi mengatakan penangkapan itu berdasarkan laporan PT TPL dengan nomor: LP/B/717/VI/2023/SPKT/Polda Sumatera Utara, pada 16 Juni 2023.

"Sorbatua dilaporkan oleh Reza Adrian sebagai Litigation Officer PT Toba Pulp Lestari, Tbk," kata Hadi, Sabtu (23/3).

Hadi menyebut Sorbatua dilaporkan atas dugaan pengerusakan, penebangan pohon ekaliptus dan pembakaran lahan yang ditanami oleh PT TPL Tbk. Sorbatua juga diduga menguasai lahan klaim PT TPL dengan cara membangun pondok-pondok sebanyak lima unit dan melakukan penanaman pohon palawija berupa ubi, jahe, cabe dan jagung serta tanaman lainnya.

Luas lahan milik PT TPL yang dikerjakan Sorbatua dan rekan-rekannya seluas Β± 162 hektare. Polisi menyebut bahwa Sorbatua tidak memiliki hak untuk mengelola kawasan hutan itu.

Setelah ditangkap, Sorbatua dibawa ke Polda Sumut untuk proses pemeriksaan lebih lanjut dan ditahan. Penahanan Sorbatua ini sempat mendapat protes dari masyarakat. Mereka pun menggelar aksi di Polda Sumut dan sempat ricuh. Belakangan, Polda Sumut menangguhkan penahanan Sorbatua Siallagan.

Tak sampai di situ, pada Juli 2024 lalu juga ada enam masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Simalungun diduga diculik dan diborgol sekitar 50-an orang yang diduga suruhan TPL.

Ketua Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Jhontoni Tarihoran, mengatakan peristiwa itu terjadi di Buntu Pangaturan, Nagori Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, 22 Juli 2024 sekira pukul 03.00 WIB tadi. Saat kejadian, keenam warga itu tengah tertidur.

"Jadi, yang disampaikan dari kampung itu bahwasanya terjadi pukul 03.00 tadi pagi. Dari masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita," kata Jhontoni saat dikonfirmasi detikSumut, Senin (22/7/2024).

Puluhan orang itu datang dengan mengendarai dua mobil sekuriti dan satu truk colt diesel. Dia menduga puluhan orang tersebut merupakan suruhan PT TPL.

Tak hanya menyasar masyarakat adat, aktivis lingkungan bernama Delima Silalahi (45) yang kerap menyuarakan penutupan TPL juga diduga diteror. Delima mendapatkan paket berisi burung mati yang diantar ke rumahnya di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput).

Rocky Pasaribu yang merupakan rekan Delima sekaligus Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) menyebut paket tersebut dikirim ke rumah Delima di Desa Parik Sabungan, Kecamatan Siborong-borong. Paket kardus kecil tersebut diletakkan di meja perpustakaan yang berada di areal rumah Delima. Paket tersebut baru diketahui Delima pagi Jumat (30/5/2025) pagi.

Tidak ada detail pengirim yang tercantum dalam kotak paket tersebut dan hanya bertuliskan 'kepada Delima'. Rocky menduga hal tersebut sudah direncanakan oleh pihak-pihak tertentu. Dia menduga pengiriman paket itu juga sebagai bentuk teror kepada mereka yang menyuarakan soal penutupan PT TPL.

Dia menyebut Delima merupakan aktivis lingkungan yang fokus menyuarakan agar PT TPL ditutup. Delima juga mantan direktur KSPPM yang juga berkali-kali melakukan demonstrasi untuk menutup TPL.

Rocky menyebut dugaan itu semakin diperkuat karena pada 26 Mei lalu, ada sejumlah warga yang mengaku buruh PT TPL melakukan aksi demo di Kabupaten Toba. Saat itu, massa aksi meminta agar Delima, Rocky dan seorang teman mereka bernama Roganda untuk ditangkap.

Pada September 2025 lalu, bentrok kembali terjadi antara TPL dan masyarakat adat di Buttu Pangaturan, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang mengatakan PT TPL terlibat bentrok dengan masyarakat Nagori Sihaporas kelompok Lamtoras. Peristiwa bermula pada Senin (22/9) sekitar pukul 08.00 WIB di areal konsesi PT TPL Desa Nagori Sihaporas.

Marganda menjelaskan bahwa akar permasalahan telah berlangsung lama. Ada puluhan warga yang terluka dalam peristiwa itu.

"Latar belakang permasalahan sudah lama, sejak tahun 2015 sampai saat ini belum selesai. Permasalahan dimulai dari masing-masing pihak saling mengklaim lahan yang berada di Desa Sihaporas tersebut. Kami meminta agar seluruh pihak untuk sabar dan menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan apapun sementara di daerah konflik," ujar Marganda, Selasa (23/9).

Pada November 2025 lalu, ribuan massa dari Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis di Sumut melakukan demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu). Mereka menuntut agar Gubsu Bobby Nasution merekomendasikan PT TPL untuk ditutup.

"Kami melawan, kami menolak kehadirannya (PT TPL) di Tapanuli Raya, kami berharap tidak ada lagi air mata yang dijatuhkan oleh ibu-ibu, tidak ada lagi anak-anak yang menangis karena trauma, tidak ada lagi orang yang mengalami ketidaknyamanan di rumahnya sendiri, di ladang nya, di tanah leluhurnya karena gebukan karena pukulan karena intimidasi dari PT Toba Pulp Lestari," kata Ketua Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis di Sumut, Pastor Walden Sitanggang, di lokasi, Senin (10/11).

Belakangan, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kemenhut untuk mengaudit dan mengevaluasi PT TPL usai diduga menjadi salah satu penyebab bencana banjir dan longsor di Sumut.

"PT Toba Pulp Lestari, PT TPL, yang banyak diberitakan, Pak Presiden secara khusus memerintahkan kepada saya untuk melakukan audit dan evaluasi total terhadap TPL ini," ujar Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/12).

Ia menjelaskan proses audit dan evaluasi mendalam ini akan dipantau langsung oleh Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki. Nantinya jika perusahaan ini benar melanggar aturan, Kemenhut berpotensi mencabut PBPH yang dimiliki Toba Pulp atau pengurangan luas lahan hutan yang boleh dikelola.

"Insyaallah dalam waktu yang tidak terlalu lama, nanti Pak Wamen terutama yang akan saya tugaskan untuk menseriusi proses audit dan evaluasi PT Toba Pulp Lestari ini. Nanti Insyaallah, sekali lagi apabila ada hasilnya, akan saya umumkan kembali kepada publik, apakah kita akan kita cabut atau kita lakukan rasionalisasi terhadap PBPH yang mereka kuasai beberapa tahun belakang ini," terang Raja Juli.

Direktur Toba Pulp Lestari, Anwar Lawden mengklaim, operasional perseroan dijalankan sesuai izin dan ketentuan pemerintah. Dari total areal 167.912 hektare, perseroan mengaku hanya mengembangkan tanaman eucalyptus seluas 46.000 hektare.

"Seluruh kegiatan HTI telah melalui penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga untuk memastikan penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari. Dari total areal 167.912 Ha, Perseroan hanya mengembangkan tanaman eucalyptus sekitar 46.000 Ha, sementara sisanya dipertahankan sebagai kawasan lindung dan konservasi," tulis Anwar dikutip dari Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (3/12).

Anwar menjelaskan, perseroan telah beroperasi 30 tahun lebih dengan terus menjaga komunikasi terbuka melalui dialog, sosialisasi, serta program kemitraan dengan pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.

Anwar mengaku menghormati aspirasi publik, namun ia menekankan data yang akurat dan dapat diverifikasi. Namun karena ramainya sorotan publik inilah, PT Toba Pulp Lestari Tbk turut menjadi perhatian hingga Prabowo memerintahkan Kemenhut untuk melakukan audit dan evaluasi.

Halaman 2 dari 4


Simak Video "Video: Seputar PT Toba Pulp yang Ramai Dikaitkan dengan Luhut"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads