WHO Ungkap 2 Kemungkinan Penyebab Penyakit Misterius yang Mewabah di RD Kongo

Internasional

WHO Ungkap 2 Kemungkinan Penyebab Penyakit Misterius yang Mewabah di RD Kongo

Sarah Oktaviani Alam - detikSumut
Jumat, 07 Mar 2025 12:00 WIB
Ilustrasi orang sakit
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/gorodenkoff),
Jakarta -

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap dua hal yang kemungkinan menjadi penyebab penyakit misterius terjadi di Republik Demokratik Kongo. Mereka menduga puluhan kematian di wilayah tersebut akibat keracunan atau meningitis.

Melansir detikHealth, penyakit yang tak teridentifikasi itu sudah menyerang orang-orang di provinsi barat laut Equateur. Ketika kasus pertama dilaporkan pada 9 Februari, otoritas kesehatan sudah mencatat lebih dari 1.300 orang yang diduga menderita penyakit tersebut.

Kluster penyakit dan kematian baru ini menyusul yang sebelumnya telah dilaporkan pada Januari 2025. Kedua wabah tersebut terjadi di provinsi Equateur, tetapi WHO menetapkan bahwa keduanya merupakan kejadian terpisah dengan penyebab yang berbeda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gejala yang dilaporkan terkait dengan wabah terbaru tersebut bersifat luas, termasuk demam, menggigil, sakit kepala, dan gejala lain yang terlihat pada penyakit umum, seperti malaria. Sehingga tren kasus sulit ditafsirkan," menurut laporan WHO yang diterbitkan Senin (3/3).

Dikutip dari Live Science, WHO menduga malaria dapat menjadi salah satu penyebab kasus tersebut. Tapi, mereka berhipotesis bahwa keracunan kimia yang sengaja maupun tidak atau meningitis bakteri (infeksi otak) mungkin bisa juga menjadi penyebabnya.

ADVERTISEMENT

"Penyebab penyakit tersebut masih belum dapat dipastikan," catat WHO.

Tapi, bukti saat ini menunjukkan tren penurunan jumlah kematian sejak dilaporkan pertama kali pada 9 Februari dan kematian terakhir yang tercatat pada 22 Februari. Penyakit tersebut juga tampaknya terkelompok secara geografis, dengan sebagian besar kematian terbatas di satu desa, yang disebut Bomate.

Berdasarkan dari hal ini, penyakit tersebut tampaknya tidak menyebar.

"Mayoritas kematian (50 kasus) terjadi di desa yang sama," kata laporan WHO.

"Lebih jauh, insiden kematian menurun dengan cepat setelah klaster awal, yang menunjukkan bahwa ini bukanlah peristiwa yang menyebar dalam waktu atau tempat."




(dhm/dhm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads