Penyanyi asal Iran Amir Hossein Maghsoudloo, atau lebih dikenal sebagai Tataloo, penyanyi asal Iran, dilaporkan telah divonis hukuman mati. Vonis itu diberikan karena Amir menghina Nabi Muhammad SAW.
Dikutip detikPop dari media lokal Iran, seperti Etemad dan Jame Jam, Tataloo, sebelumnya telah menjalani hukuman penjara lima tahun atas berbagai dakwaan termasuk penistaan agama. Dia juga ditahan di Iran sejak Desember 2023 setelah diekstradisi dari Turki.
Kini, kasusnya kembali dibuka atas permintaan jaksa dan berujung pada putusan hukuman mati setelah pengadilan ulang. Vonis mati terhadap Tataloo belum bersifat final karena dia masih bisa banding atas vonis tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini memperpanjang daftar dakwaan terhadap Tataloo, yang sebelumnya juga dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena didakwa mempromosikan prostitusi, propaganda anti-rezim, serta konten cabul.
Sosok Penyanyi asal Iran Tataloo
Tataloo dikenal sebagai penyanyi yang kerap memadukan unsur pop, rap dan R&B ke dalam musiknya. Karier Tataloo dimulai pada 2003 dengan cara sederhana, yaitu merilis lagu di blog pribadinya.
Saat itu, ia adalah musisi underground yang nggak diakui secara resmi oleh Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran. Tapi siapa sangka, justru dari sana namanya mulai dikenal.
Bahkan, Time Magazine pernah menjulukinya sebagai rapper dengan segudang fans, sementara Radio Free Europe menyebutnya punya basis penggemar yang kuat di kalangan anak muda Iran.
Tataloo tak selalu berada di pihak yang berseberangan dengan pemerintah Iran. Pada 2015, ia sempat merilis lagu yang mendukung program nuklir Iran, yang sempat menjadi kontroversi setelah dihentikan akibat keputusan pemerintah AS di era Trump.
Pada 2017, ia bahkan mengadakan pertemuan dengan presiden konservatif Iran, Ebrahim Raisi, yang saat itu sedang menjabat. Raisi kemudian meninggal dalam kecelakaan helikopter pada tahun yang sama.
Namun, popularitas Tataloo di kalangan anak muda dan kritik yang tersirat dalam beberapa karyanya dianggap menjadi ancaman oleh otoritas.
Sejak 2018, Tataloo tinggal di Istanbul, Turki. Pada Desember 2023, ia diekstradisi ke Iran setelah permintaan resmi dari pemerintah Iran.
Penahanan dan vonisnya memicu reaksi dari komunitas internasional, terutama di kalangan aktivis hak asasi manusia.
Kasus ini terjadi di tengah meningkatnya penggunaan hukuman mati di Iran. Menurut laporan PBB, jumlah eksekusi yudisial pada 2024 mencapai 901 kasus, tertinggi dalam sembilan tahun terakhir.
(astj/astj)