Birukan Langit Pulau Nias, si 'Setia' Kini Bisa Berenang Bebas

Birukan Langit Pulau Nias, si 'Setia' Kini Bisa Berenang Bebas

Kartika Sari - detikSumut
Kamis, 31 Okt 2024 22:20 WIB
Pertamina Pertamina FT Gunungsitoli bersama masyarakat saat melepaskan tukik penyu ke laut (Istimewa)
Foto: Pertamina Pertamina FT Gunungsitoli bersama masyarakat saat melepaskan tukik penyu ke laut (Istimewa)
Gunungsitoli -

Deru sepeda motor Feberama Halawa (35) perlahan berhenti di halaman rumahnya di Desa Tagaule, Kecamatan Bawolato, Kabupaten Nias, Kamis (24/10/2024) sore. Di punggungnya tergantung sebuah karung goni yang memperlihatkan leher seekor penyu, tampak malu-malu mencuat keluar.

Feberama perlahan menurunkan penyu sisik itu dan meletakkannya di rerumputan. Penyu sepanjang sekitar 40 cm tersebut menggerakkan siripnya perlahan. Sirip kanannya terlihat tertatih karena sebelumnya tersangkut di jaring nelayan.

Penyu dewasa tersebut diperoleh Feberama dari seorang nelayan di Pulau Onolimbu. Ia bercerita bahwa seorang nelayan menelponnya saat seekor penyu tersangkut di jaring.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penyunya kita tebus dengan uang ganti untuk nelayan. Sekarang saya bawa pulang, nanti kita serahkan ke Rumah Penyu Nias," ujar Feberama kepada detikSumut.

Feberama dikenal di kampungnya sebagai ranger atau pengawas penyu untuk Rumah Penyu Nias, yang berdiri sejak tahun 2022. Rumah Penyu Nias mengelola penangkaran penyu melalui sistem tebus telur dari nelayan untuk ditangkarkan selama tiga bulan hingga siap dilepas ke laut.

ADVERTISEMENT

Sudah dua tahun ini, Feberama yang juga seorang nelayan ini menjadi relawan dalam penyelamatan satwa purba yang terancam punah tersebut. Ia juga bercerita menyukai filosofi penyu yang dikenal sebagai hewan setia.

"Katanya penyu ini hewan yang setia karena sifatnya monogami. Walau bisa menampung sperma dari banyak penyu, tapi ia pilih menampung dari satu pasangan saja, salut saya," cerita Feberama.

Sehari-hari, Feberama rutin mencari informasi tentang area yang menjadi sarang bertelur penyu dan menghubungi para nelayan di pulau-pulau terpencil yang tersebar di sekitar Nias. Sistem tebus penyu dijalankan Feberama dengan menjalin relasi baik dan mengedukasi nelayan agar mereka bersedia terlibat dalam pelestarian penyu.

"Relasi baik dan koordinasi dengan nelayan itu penting. Kalau kita ambil secara paksa, mereka mungkin tidak mau memberikan. Bahkan, mereka akan memakan daging dan telur penyu atau menjualnya di pasar," ujarnya.

Dari Penikmat Penyu Menjadi Penyelamat

Dulu, Feberama termasuk orang yang menikmati daging dan telur penyu. Ia mengonsumsinya bila penyu tersangkut di jaringnya saat melaut, menganggapnya sebagai rezeki nomplok.

"Sebelum ada Rumah Penyu Nias, waktu dapat penyu saat melaut, daging sama telurnya kami makan. Rasanya mirip daging sapi, dan kulitnya bisa dibuat keripik. Jujur, sebelum paham soal pelestarian, saya pernah jual telurnya juga," ungkap Feberama.

Kini, penyu yang ditebus Feberama diserahkan ke Rumah Penyu Nias. Di sana, Yafaowolo'o Gea, pendiri Rumah Penyu Nias, menempatkan penyu tersebut di bak semen berukuran 1 x 2,5 meter. Di dekat bak terdapat tangki besar oranye untuk menyimpan air laut yang dibutuhkan untuk penangkaran.

Tangki 1500 liter ini diperoleh dari CSR PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Gunungsitoli. Setiap tiga atau empat hari sekali, Yafaowolo'o mengganti air bak yang digunakan sebagai tempat penangkaran tukik (bayi penyu) atau penyu dewasa sebelum dilepas ke laut.

Yafaowolo'o bercerita bahwa Rumah Penyu Nias telah menyelamatkan ratusan tukik dalam dua tahun terakhir. Selain Feberama, kini ada belasan nelayan yang ikut menjadi penyelamat untuk keberlanjutan ekosistem penyu.

"Dalam dua tahun ini, kami sudah melepas sekitar 600 tukik dibantu oleh para ranger kita yang sekarang yang penyelamat padahal dulu mereka ini penikmat. Harapannya, populasi penyu dapat meningkat," ujar Yafaowolo'o.

Upaya Pelestarian Melalui Sistem Tebus Telur

Feberama (kiri) saat menebus penyu untuk dibawa ke Rumah Penyu Nias (Kartika Sari/detikSumut)Feberama (kiri) saat menebus penyu untuk dibawa ke Rumah Penyu Nias (Kartika Sari/detikSumut)

Menurut Yafaowolo'o, satu butir telur penyu ditebus seharga Rp 2.000, lebih tinggi dari harga pasar yang sekitar Rp 1.500. Sementara itu, satu penyu dewasa biasanya ditebus sekitar Rp 250 ribu per ekor.

Sebelum ada sistem tebus ini, para nelayan cenderung menjual telur ke penadah atau pasar. Telur tidak dijual seluruhnya, mereka akan menyisakan untuk dikonsumsi secara pribadi.

"Sekali bertelur, penyu bisa menghasilkan 100-200 butir. Sebelum ada penebusan, biasanya telur-telur itu dijual ke pasar. Kami melihat ribuan telur penyu di Nias habis dimakan masyarakat," jelas Yafaowolo'o.

Ia menambahkan bahwa hanya satu dari seribu tukik yang selamat hingga dewasa, sehingga konsumsi telur penyu mempercepat kepunahan.

Bagi Yafaowolo'o, sistem tebus telur menjadi upaya pelestarian penyu dan mendukung keberlanjutan ekosistem penyu.

Yafaowolo'o menyadari bahwa mengubah kebiasaan masyarakat untuk tidak mengonsumsi daging atau telur penyu tidaklah mudah. Selain untuk konsumsi, cangkang penyu dijadikan aksesori atau suvenir.

"Kalau ketemu penyu, biasanya mereka jual ke pasar atau rumah makan. Ada pula yang menganggap daging penyu sebagai hidangan kehormatan untuk tamu. Penyu hidup bisa dijual antara Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu," kata Yafaowolo'o.

Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), telur penyu dikelompokkan dalam kategori telur lainnya (telur puyuh, telur asin mentah maupun matang, telur penyu, telur angsa). Rata-rata konsumsi kelompok ini per kapita dalam seminggu di Kabupaten Nias pada tahun 2022 sebanyak 22 butir per minggu per kapita. Angka ini naik dibandingkan tahun 2020 yang sebelumnya hanya 8 butir telur per kapita per minggu.

Demi memberi kesadaran masyarakat, Rumah Penyu Nias dan Pertamina FT Gunungsitoli mengadakan sosialisasi kepada para nelayan sebagai bagian dari program CSR Pertamina untuk mendukung ekosistem laut yang sehat.

"Sosialisasi ini bertujuan memberi kesadaran kepada masyarakat agar tidak lagi menangkap atau mengonsumsi penyu. Kami juga ajak mereka melihat langsung apa yang dilakukan di Rumah PenyuNias," jelasnya.

Program Karbon Biru: Menjaga Ekosistem Laut di Nias

Pegawai Pertamina saat ikut melepaskan penyu ke laut (Istimewa)Pegawai Pertamina saat ikut melepaskan penyu ke laut (Istimewa)

Ancaman kepunahan penyu mendorong PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Gunungsitoli untuk terlibat dalam pelestarian penyu di Kepulauan Nias. Program CSR "Pelestarian Penyu untuk Ekosistem Karbon Biru" diluncurkan pada pertengahan 2024, sebagai langkah mendukung kelestarian ekosistem laut.

"Program karbon biru ini mendukung penyerapan karbon melalui ekosistem laut seperti hutan bakau dan lamun yang berfungsi menyerap dan menyimpan karbon, pelestarian penyu ini turut mendukung penyebaran ekosistem dari program ini. Kita akan melihat penyu ini ke depan akan berenang bebas di laut," ujar Waluyo, Manajer Pertamina FT Gunungsitoli.

Pertamina juga membantu dengan menyediakan tangki dan pompa air bagi Rumah Penyu Nias serta mendanai sistem tebus penyu untuk mendorong masyarakat tidak lagi mengonsumsinya.

"Kami sediakan dana tebus agar penyu tidak dimakan. Selain itu, masyarakat di sini masih minim pengetahuan tentang penyu, jadi mereka menganggap telur dan daging penyu layak dikonsumsi atau dijual. Kita berkolaborasi berikan sosialisasi agar kehidupan penyu dapat terus berlanjut," jelas Waluyo.

Tak hanya memberi fasilitas, namun Pertamina juga ikut berpartisipasi dengan melakukan lepas liar tukik ke pantai. Bagi Waluyo, keterlibatan Pertamina dalam mendukung lingkungan merupakan komitmen untuk keberlanjutan ekosistem penyu

Bangun Kawasan Konservasi

Pengamat lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU) Vindy Rilani Manurung menyebut kolaborasi CSR Pertamina dengan masyarakat merupakan langkah tepat untuk program keberlanjutan ekosistem penyu.

"Ini merupakan langkah yang bagus ya, artinya perusahaan sadar dengan lingkungan. Ini akan menjadi bentuk keberlanjutan ke hal positif dalam mendukung pelestarian penyu di Kepulauan Nias," ungkap Vindy.

Vindy menyebut sistem tebus penyu menjadi langkah tepat dalam penyelamatan penyu dari kepunahan. Ia juga mengusulkan agar tak hanya perusahaan dan masyarakat yang berkolaborasi, namun juga dari sektor pemerintah.

"Sistem tebus penyu ini sudah baik, namun kita juga harapkan tidak hanya tebus dan dilepas tapi masuk dalam kawasan konservasi, ke depannya ini akan menjadi harapan bagi para warga setempat untuk dapat meningkatkan perekonomian lewat wisata konservasi," ujarnya.

"Pemerintah dan kepala desa bisa membuat aturan untuk melindungi penyu. Dengan demikian, upaya pelestarian ini akan benar-benar berjalan," sambungnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Viral Aksi Tak Terpuji Remaja Tunggangi Penyu Hijau di Kaltim"
[Gambas:Video 20detik]
(nkm/nkm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads