Plt Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Audy Joinaldy menyayangkan terjadinya insiden pencopotan label 'Masakan Padang' yang dilakukan sejumlah orang di salah satu rumah makan di Desa Sukadana, Kecamatan Pabuaran, Cirebon, yang viral di media sosial.
Audy menyebut seseorang yang berjualan masakan khas Minang meski bukan orang Padang merupakan bentuk kebebasan dalam berusaha. Sementara siapapun yang memilih makan di RM itu menurutnya hak masyarakat.
"Saya beberapa kali ke daerah juga. Ada yang mengasih tahu saya situ bukan orang Minang yang berjualan, itu palsu. Tapi kan itu hak orang memilih makan di mana saja. Itu pun kebebasan dalam berusaha. Artinya orang yang memiliki izin usaha boleh berusaha di mana saja. Jadi kita hargai seperti itu," kata Audy Joinaldy saat ditemui detikSumut, Kamis (31/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait autentik rasa masakan khas Padang ataupun luar Padang, Audy mengatakan nantinya akan dinilai oleh customer atau masyarakat yang belanja di lokasi itu.
"Terkait autentiksitas rumah makan Padang, kan itu customer sendiri yang milih. Owh ini rumah makan Padang namanya saja rasanya kurang. Dia nantinya akan cari yang lain," ungkapnya.
"Ibaratnya ginilah. Kalau kita analogikan saya buka warteg atau saya jualan pempek. Kalau Warteg orang Tegal dan Pempek orang Palembang, kalau diprotes orang Tegal dan Palembang kita nggak enak juga. Karena itukan usaha sama-sama," sambungnya.
Audy juga meminta semua pihak untuk menahan diri atas insiden pencopotan label 'Masakan Padang' di Cirebon ini.
"Kita saling menghargai lah, menahan diri, saling mengingatkan. Customer bebas memilih, orang boleh berusaha. Tapi kalau kita main hakim sendiri atau melakukan sesuatu yang bukan wewenang kita, kan kurang baik juga," jelasnya.
Atas insiden ini, Audy Joinaldy mengaku pihaknya juga akan berkomunikasi dengan organisasi yang melakukan pencopotan label 'Masakan Padang' itu.
"Kalau orang yang melanggar hukum tentunya akan ditindak secara hukum. Karena itu memang bukan wewenang mereka. Nanti kita lihat, karena kemarin yang saya lihat mereka membawa nama sebuah organisasi yah. Nanti saya akan berbicara dengan ketua umum organisasi langsung. Kita cari solusi yang baik," katanya.
Sebelumnya dilansir detikJabar, sebuah video berdurasi 38 detik yang menunjukkan aksi sejumlah orang mencopot label 'Masakan Padang' di salah satu rumah makan di Desa Sukadana, Kecamatan Pabuaran, Cirebon.
Video ini memicu perbincangan hangat di tengah masyarakat. Dalam video tersebut, dua orang terlihat melepas tulisan 'Masakan Padang' dari rumah makan yang menjual makanan dengan harga murah, hanya Rp 9.000 per porsi. Aksi ini mengundang perhatian warganet karena dianggap terkait dengan persaingan bisnis kuliner.
Saat dikonfirmasi, Penasehat Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC), Erlinus Tahar membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, fenomena rumah makan yang menggunakan nama 'Masakan Padang' dan menawarkan harga murah mulai muncul sejak 2021 atau 2022.
Erlinus menjelaskan pihaknya tidak mempermasalahkan siapa saja yang ingin menjual masakan Padang, baik orang Minang maupun non-Minang. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga standar harga agar tidak merugikan pedagang lain.
"Kami tidak melarang orang dari luar Minang berjualan Nasi Padang. Tapi, kalau harganya Rp 9.000 dengan ayam, itu terlalu murah. Bukan soal siapa yang berjualan, tapi agar persaingan tetap sehat dan semua pedagang bisa untung," ujarnya, Selasa (29/10/2024).
Ia menambahkan, rumah makan dengan promosi harga murah sebenarnya sah-sah saja sebagai strategi bisnis. Namun, karena menggunakan label 'Masakan Padang', pihaknya berharap rumah makan tersebut tidak mengganggu eksistensi penjual tradisional.
"Silakan jual Nasi Padang, tapi jangan pakai label harga murah sebagai promosi utama di depan. Akhirnya, kami negosiasi dan mereka setuju mencopot tulisan 'Masakan Padang'," jelas Erlinus.
Menurut Erlinus, langkah mencopot label 'Masakan Padang' menjadi solusi agar tidak ada salah paham terkait standar harga di masyarakat. Ia menyebut tren rumah makan murah seperti ini mulai berkembang di Cirebon, dengan beberapa pengusaha datang dari Bandung, Jakarta, dan Bekasi
Sekarang ada rumah makan yang menjual makanan Rp 8.000 sampai Rp 10.000. Kami tidak bisa melarang, jadi mencopot label 'Masakan Padang' menjadi opsi negosisasi, baik untuk pengusaha Minang maupun non-Minang," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melarang orang non-Minang untuk berjualan Nasi Padang. "Di Cirebon pun ada rumah makan Padang milik orang non-Minang, dan itu tidak masalah selama cara jualannya sesuai dengan umumnya," tandas Erlinus.
(nkm/nkm)