Ketika mendengar istilah surat wasiat dan warisan, beberapa orang mungkin menganggap keduanya sama. Namun, sebenarnya maknanya berbeda loh detikers.
Dikutip dari Jurnal Tinjauan Hukum Surat Wasiat Dalam Penyerahannya Oleh Orang Lain ke Notaris, oleh Monica Sriastuti Agustina, SH.MH., dan Jurnal Tanggung Jawab Ahli Waris Terhadap Harta Warisan Pewaris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata oleh Yayu Palayukan, ada perbedaan mengenai surat wasiat dan warisan menurut hukum.
Nah sebagai informasi untuk kamu detikers, berikut penjelasan singkatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
A. Surat Wasiat
Surat wasiat atau testament, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yang tercantum dalam pasal 875, adalah sebuah pernyataan dari seseorang mengenai harta yang akan diwariskan kepada ahli warisnya, yang juga dapat dicabut kapan saja.
Surat wasiat atau testament merupakan suatu akta yang dibuat sebagai pembuktian apabila dikemudian hari si pembuat wasiat meninggal serta pembuatannya diperlukan campur tangan dari seorang pejabat resmi dalam hal ini yang sering dijumpai di masyarakat adalah Notaris.
Berdasarkan pasal 875 BW, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat membuat wasiat:
1. Wasiat mulai berlaku setelah pewaris meninggal.
2. Surat wasiat dapat dicabut atau diubah oleh pembuatnya selama masih hidup.
3. Pernyataan harus dibuat tanpa paksaan dari pihak mana pun.
Syarat sahnya membuat testament diatur dalam pasal 888 BW, yang menyatakan bahwa jika testament berisi syarat yang tidak jelas, tidak mungkin dilaksanakan, atau bertentangan dengan norma, maka dianggap tidak ada. Pasal 890 BW menegaskan bahwa testament tidak sah jika mencantumkan informasi palsu yang membuat pewaris tidak akan menetapkan hal tersebut jika mengetahui kebohongannya. Selain itu, pasal 893 BW menyatakan bahwa testament batal jika dibuat karena paksaan, penipuan, atau muslihat.
Dengan adanya larangan yang ditetapkan oleh Undang-Undang, seseorang yang ingin membuat wasiat harus memperhatikan peraturan yang berlaku. Mereka harus memiliki akal sehat, dapat dipertanggungjawabkan, dan cakap secara hukum. Menurut pasal 897 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, orang yang dianggap cakap adalah mereka yang berusia 18 tahun atau sudah menikah, sehingga dapat membuat wasiat.
B. Warisan
Dalam konteks hukum, warisan mencakup semua aset dan kewajiban yang ditinggalkan oleh seseorang setelah meninggal, untuk ahli warisnya. Pewarisan diatur dalam KUHPerdata sebagai proses peralihan harta kepada ahli waris, yang terjadi hanya setelah kematian pewaris, sesuai dengan Pasal 830. Terdapat tiga syarat untuk terjadinya pewarisan:
1) adanya kematian pewaris,
2) adanya ahli waris yang hidup untuk menerima warisan, dan
3) adanya harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Harta warisan merupakan nilai bersih setelah dikurangi biaya yang terkait dengan perawatan pewaris selama sakit, pengurusan jenazah, utang, dan pelaksanaan wasiat.
Unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya warisan adalah:
1. Adanya pewaris yang telah meninggal,
2. Adanya harta warisan yang ditinggalkan,
3. Adanya ahli waris yang berhak dan berkewajiban atas harta tersebut.
Setiap unsur ini penting untuk memahami proses pewarisan secara keseluruhan.
Demikianlah perbedaan mengenai surat wasiat dan warisan menurut hukum. Semoga bermanfaat bagi para detikers.
Artikel ini ditulis Melisa Junita Padang, mahasiswa magang dari UHN Medan di detikcom.
(afb/afb)