- Pahlawan Revolusi Indonesia 1. Jendral (Anumerta) Ahmad Yani 2. Letjen (Anumerta) Suprapto 3. Letjen (Anumerta) Siswondo Parman 4. Letjen (Anumerta) M.T. Haryono 5. Mayjen (Anumerta) D.I. Panjaitan 6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo 7. Brigjen (Anumerta) Katamso 8. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean 9. A.I.P II (Anumerta) K.S. Tubun 10. Kolonel Inf. (Anumerta) Sugiyono
Pahlawan Revolusi adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada para perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI). Gelar ini disematkan oleh Presiden Soekarno atas aksi heroik mereka dalam mempertahankan negara dari ancaman komunisme di Indonesia.
Dikutip dari detikedu, mereka ditembak mati di rumah masing-masing, dan ada yang dibawa ke markas di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. Kemudian, para korban dimasukkan ke dalam sumur tua yang disebut Lubang Buaya.
Yuk, kenal para pahlawan revolusi bangsa lebih dalam lewat artikel ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pahlawan Revolusi Indonesia
1. Jendral (Anumerta) Ahmad Yani
![]() |
Lahir di Purwerejo pada19 Juni 1922, Ahmad Yani adalah salah satu perwira TNI-AD yang menjadi korban dalam peristiwa G30S/PKI. Ia memulai pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada tahun 1928. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di MULO selama tiga tahun (1935-1938).
Ketertarikannya pada dunia militer meyakinkannya untuk bergabung dalam pendidikan milisi CORO dan kesatuan militer Jepang bernama Heiho. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Ahmad Yani ditunjuk menjadi komandan TKR di Purwokerto.
Selain itu, Ahmad Yani juga terlibat dalam beberapa pertempuran, seperti:
- Pertempuran Ambarawa melawan pasukan Inggris
- Agresi Militer Pertama Belanda, Ahmad Yani berhasil menahan musuh di daerah Pingit
- Pemberantasan Pemberontakan AUI dan DI/TII di Jawa Tengah pada tahun 1950-1951
- Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1958.
2. Letjen (Anumerta) Suprapto
![]() |
Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia adalah ajudan dari Panglima Besar Sudirman. Letjen (Anumerta) Suprapto menempuh pendidikan di MULO, yang kemudian dilanjutkan di AMS (setingkat SMU) dan diselesaikan pada tahun 1941.
Ketika pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia Kedua, Suprapto memasuki pendidikan militer di Koninklijke Militaire Akademie di Bandung.
Ia mencatat sejarah ketika terlibat dalam Pertempuran Ambarawa melawan Inggris saat menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam pertempuran ini, Suprapto mendampingi Panglima Besar Sudirman yang saat itu memimpin jalannya perlawanan bangsa sebagai ajudannya.
3. Letjen (Anumerta) Siswondo Parman
Letjen (Anumerta) Siswondo Parman lahir di Wonosobo pada 14 Agustus 1914. Pada masa pendudukan Jepang, Siswondo bekerja pada polisi militer Jepang yang dikenal dengan nama Kempetai.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Siswondo bergabung bersama TKR, dan pada tahun 1945 menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (MBPT) di Yogyakarta. Ia juga dipercaya menjadi Asisten-1/ Intelijen oleh Men/Pangad, Letnan Jenderal Ahmad Yani.
4. Letjen (Anumerta) M.T. Haryono
Letjen (Anumerta) M.T. Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya. Ia memulai pendidikannya di ELS, yang kemudian dilanjutkan dengan HBS (pada saat itu setingkat SMA). M.T. Haryono sempat menempuh pendidikan di sekolah kedokteran Ika Daigakko yang kemudian tidak dilanjutkan sampai selesai.
Dalam dunia militer, M.T. Haryono bergabung dengan TKR saat kemerdekaan RI, dan mendapatkn pangkat Mayor di awal pengangkatannya. Selama perang kemerdekaan, ia sering berpindah tugas mulai dari Kantor Perhubungan, menjadi Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda, Sekretaris Dewan Pertahanan Negara, hingga menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar.
5. Mayjen (Anumerta) D.I. Panjaitan
D.I. Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, pada 9 Juni 1925. Ia pernah mengikuti pendidikan militer Gyugun di masa penjajahan Jepang.
Pasca kemerdekaan, Mayjen D.I. Panjaitan terlibat dalam pembentukan TKR dan menjadi Komandan Batalyon. Pada tahun 1948, ia dipercaya menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi.
Selain itu, ia juga diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia saat Agresi Militer Belanda II. D.I Panjaitan juga mendapatkan tugas belajar ke AS dan menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat.
6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo
Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen, Keresidenan Kedu, pada 28 Agustus 1922. Awalnya, ia bekerja sebagai pegawai pemerintah di Purworejo sebelum mengundurkan diri pada tahun 1944.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Sutoyo bergabung dengan TKR, dan setahun kemudian diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Soebroto pada 1946. Ia terus mendapatkan kenaikan pangkat hingga pada tahun1954, Sutoyo menjadi Kepala Staf di Markas Besar Polisi Militer.
Setelah mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, Sutoyo diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat dan kemudian menjadi Inspektur Kehakiman/Jaksa Militer Utama pada tahun 1961.
7. Brigjen (Anumerta) Katamso
Brigjen (Anumerta) Katamso lahir pada 5 Februari 1923 di Sragen. Ia mengikuti pendidikan militer PETA di masa penjajahan Jepang dan kemudian bergabung dengan TKR setelah kemerdekaan Indonesia.
Ia berperan aktif dalam perjuangan melawan penjajah, seperti terlibat dalam menumpas pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah, menjadi saksi peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta pada 1958. Selain itu, Katamso juga aktif dalam pembinaan mahasiswa dan melawan pengaruh PKI di Indonesia.
8. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean
Kapten (Anumerta) Pierre Tendean lagir di Batavia (Jakarta) Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ) pada 21 Februari 1939. Ia merupakan anak dari pasangan Aurelius Lammert Tendean dan Maria Elizabeth Cornet. Pendidikan Tendean dimulai dari mengikuti Sekolah Rakyat Boton dan melanjutkan Sekolah Menengah di Semarang.
Awalnya, keinginannya untuk menjadi tentara ditentang oleh orang tuanya yang mengharapkan Tendean menjadi seorang dokter atau insinyur. Setelah ia gagal ujian masuk FKUI dan ITB secara disengaja, Tendean kemudian diterima di Akademi Militer Nasional (AMN) dan memilih ATEKAD.
Prestasinya di dunia militer membuatnya dipercaya mengemban banyak tugas penting. Pada tahun 1963, ia ditugaskan di DIPIAD untuk memimpin pasukan gerilya sukarelawan, dan pada 1965, dipromosikan menjadi letnan satu pada 15 April.
9. A.I.P II (Anumerta) K.S. Tubun
A.I.P II (Anumerta) Karel Satsuit Tubun lahi pada 14 Oktober 1928 di Tual. Awalnya, ia bergabung dengan Kepolisian Negara pada tahun 1951, dan kemudian mengikuti pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Ambon dan lulus dengan pangkat Agen Polisi II.
K.S. Tubun memiliki peran penting dalam operasi militer penumpasan pemberontakan DI/TII di Aceh, aktif dalam operasi militer di Sulawesi Utara dan Sumatera Barat untuk melawan pemberontakan PRRI/Semesta, dan terlibat dalam operasi Trikora untuk pembebasan Irian Barat.
10. Kolonel Inf. (Anumerta) Sugiyono
Kolonel Inf. (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto lahir di Gunungkidul pada 12 Agustus 1926 dari keluarga petani. Ia merupakan anak ke-11 dari 14 bersaudara dan satu-satunya yang memeluk agama Kristen.
Sugiyono awalnya memiliki cita-cita untuk menjadi seorang guru dan sempat menempuh pendidikan di Sekolah Guru Pertama Wonosari. Akan tetapi, ia kemudian terpaksa mengikuti pendidikan militer PETA dan menjadi Budancho di Wonosari.
Pasca kemerdekaan, Sugiyono bergabung dengan TKR dan mengawali karir sebagai komandan seksi. Ia kemudian menjadi ajudan Komandan Brigade 10 di bawah Letnan Kolonel Suharto pada tahun 1947.
Selain itu, Sugiyono juga berperan aktif dalam melawan serangan Belanda dalam peristiwa Agresi Militer II pada 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Dedikasinya untuk mengabdi kepada negara melalui jalur militer tetap diapresiasi hingga saat ini.
Nah, itu dia profil singkat dari 10 pahlawan revolusi bangsa. Semoga menambah wawasan detikers!
Artikel ini ditulis oleh Evita Doryna Br Ginting, peserta magang bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(astj/astj)