Asas-Asas Hukum Acara Perdata

Asas-Asas Hukum Acara Perdata

Jevon Noitolo Gea - detikSumut
Jumat, 23 Agu 2024 09:16 WIB
ilustrasi hukum
Foto: Dok.detikcom
Medan -

detikers, dalam dunia hukum terdapat prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan utama dalam pembentukan hukum juga disebut titik tolak dalam pembentukan dan interpretasi undang-undang. Meskipun hukum sering terlihat rumit, jika kita memahami asas-asas dasarnya, kita bisa lebih mengerti bagaimana hukum itu berjalan dan bagaimana hukum menjaga ketertiban di masyarakat.

Nah Hukum Acara Perdata merupakan serangkaian aturan yang mengatur tata cara penyelesaian sengketa di pengadilan yang berhubungan dengan hak-hak perdata, seperti masalah utang-piutang, sengketa tanah, atau perkara warisan. Dalam hukum acara perdata, terdapat beberapa asas penting yang menjadi landasan agar proses peradilan berjalan dengan adil dan tertib.

Dikutip dari Buku Pengantar Ilmu Hukum Indonesia oleh Dr Herlina Manullang SH, MHum, berikut detikSumut rangkum asas-asas hukum acara perdata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Hakim Bersifat Menunggu

Persidangan perdata terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang mengajukan tuntutan untuk menuntut haknya, baik ada perselisihan atau tidak. Oleh karena itu, hakim menunggu permohonan, permintaan, atau tuntutan dari masyarakat. Hakim tidak boleh menolak perkara perdata yang diajukan untuk dipertimbangkan dan diputuskan (Pasal 10 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009)

2. Hakim Bersifat Pasif

Artinya, ruang lingkup pokok sengketa yang diajukan kepada hakim pada hakekatnya ditentukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perkara tersebut, bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu orang-orang yang mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala rintangan dan rintangan untuk mencapainya dengan mudah, cepat dan biaya murah (Pasal 4 Ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009). Dalam hal ini hakim tidak dapat menambah atau mengurangi permasalahan yang diajukan para pihak.

ADVERTISEMENT

3. Persidangan Bersifat Terbuka

Sebagai aturan umum, proses hukum di pengadilan terbuka untuk umum dan siapa pun dapat mengamatinya selama tidak mengganggu jalannya persidangan dan ketertiban tetap terjaga (Pasal 13 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009). Hal ini untuk memastikan bahwa prosesnya adil dan obyektif dan hak asasi manusia dilindungi. Keputusan pengadilan diharapkan bisa adil bagi masyarakat.

4. Mendengar Kedua Belah Pihak

Hukum acara perdata mengharuskan kedua pihak yang bersengketa didengarkan, dihormati, dan diperlakukan setara. Prinsip kedua belah pihak harus didengarkan disebut juga dengan asas audi et elteram partem. Seorang hakim tidak dapat menerima informasi dari suatu pihak sebagai benar sampai pihak tersebut menyatakan pendapatnya. Oleh karena itu, pembuktian harus dilakukan dalam sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

5. Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan

Setelah proses pemeriksaan perkara selesai, hakim akan memberikan putusan, dan putusan tersebut harus menyertakan alasan-alasan yang menjadi dasar pertimbangan dalam mengadili perkara tersebut (Pasal 50 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009). Alasan-alasan ini dicantumkan sebagai bentuk tanggung jawab hakim atas keputusannya, baik kepada para pihak yang terlibat maupun kepada masyarakat, sehingga putusan tersebut memiliki nilai objektif. Wibawa dari putusan hakim berasal dari alasan-alasan yang mendasarinya, bukan karena siapa hakim yang mengeluarkan putusan tersebut.

6. Beracara Dikenakan Biaya

Pada dasarnya, mengajukan perkara dikenakan biaya (Pasal 52 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009). Biaya tersebut mencakup biaya administrasi pengadilan, panggilan, pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait, serta biaya materai. Namun, pihak yang tidak mampu membayar dapat mengajukan permohonan untuk bebas biaya (prodeo) dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu dari kepala polisi. Dalam kenyataannya, surat tersebut biasanya dibuat oleh camat setempat. Hakim akan menolak permohonan prodeo jika ternyata pemohon sebenarnya mampu membayar biaya perkara.

7. Asas Tidak Keharusan Mewakilkan

Kitab Hukum Acara Perdata tidak mengharuskan para pihak untuk menunjuk perwakilan, sehingga pemeriksaan di persidangan dapat dilakukan langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Namun, jika diinginkan, para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa hukum.

8. Asas Objektivitas

Asas ini berarti bahwa hakim harus bersikap netral dan tidak memihak salah satu pihak. Untuk memastikan asas ini dijalankan, pihak-pihak yang merasa hakim bersikap tidak objektif dapat mengajukan keberatan.

Nah detikers, demikian informasi mengenai asas-asas hukum acara perdata detikSumut bagikan. Semoga bermanfaat.

Artikel ini ditulis Jevon Noitolo Gea, mahasiswa magang dari UHN Medan di detikcom.




(afb/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads