Politis PDIP Akhyar Nasution mengkritik pembangunan Kota Medan di masa kepemimpinan Bobby Nasution. Menurut Akhyar, selama empat tahun menjadi Wali Kota Medan, pembangunan yang dilakukan Bobby lebih banyak mudaratnya (tidak berguna).
Karena itulah pria yang pernah menjadi Wali Kota Medan itu menilai Bobby tidak boleh menjadi Gubernur Sumut. Sebab, kemudaratan itu akan meluas ke Sumut.
"Mengapa saya mendukung Pak Edy untuk menjadi Gubernur Sumatera Utara, berdasarkan pengalaman 4 tahun di Kota Medan yang pembangunannya lebih banyak menimbulkan mudarat daripada manfaat," katanya ketika ditemui di kediamannya, Selasa (13/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai warga negara, Akhyar merasa punya kewajiban untuk mencegah hal itu terjadi.
"Adalah hak saya warga negara untuk mencegah supaya kemudaratan itu tidak terdistribusi ke Sumatera Utara," jelas dia.
Karena memilih mendukung Edy Rahmayadi, dia pun keluar dari Partai Demokrat. "Saya per 1 Juli 2024 sudah menyatakan mengundurkan diri sebagai pengurus dan anggota Partai Demokrat," katanya.
Sikap Partai Demokrat yang mendukung dan mengusung Bobby Nasution maju Pilgub Sumut tidak sejalan dengan sikap pribadinya. Karena Akhyar dengan tegas menolak politik dinasti.
"Sikap politik secara nasional, terjadinya perubahan sikap politik secara nasional itu lah menyebabkan saya tidak bisa lagi berada di barisan Demokrat, karena sikap Partai Demokrat yang masuk ke dalam dinasti Jokowi, sementara sikap politik saya adalah mencegah kerakusan dinasti Jokowi ini berkuasa di Indonesia, maka secara moral politik saya tidak pantas lagi berada di Demokrat," jelas dia.
(astj/astj)