Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menelusuri penyebab tarif tiket feri rute Batam-Singapura naik signifikan sejak tahun 2022. Dalam kurun Januari-Juni 2022, penumpang sempat dikenakan tarif sebesar Rp 800.000 hingga Rp 900.000.
Tarif turun menjadi sekitar Rp 700.000 setelah mendapat perhatian dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu mulai berlaku pada 21 Juni 2021.
Padahal sebelumnya, tarif tiket feri Batam-Singapura hanya berada di kisaran Rp 270.000 hingga Rp 450.000.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir detikFinance, saat ini KPPU tengah melakukan kajian terkait Penyelenggaraan feri rute Batam-Singapura. KPPU akan mengevaluasi regulasi pelayaran yang ada dan penerapannya di lapangan serta mengkaji potensi hambatan masuk ke pasar operator feri rute Batam-Singapura yang dihadapi oleh pelaku usaha Indonesia.
"Dalam FGD (diskusi kelompok terpumpun), kami menghimpun informasi dan mengidentifikasi penyebab tingginya tarif dan faktor-faktor yang menjadi hambatan masuk pelaku usaha untuk berperan dalam bisnis ferry Batam-Singapura, apakah ada perjanjian bilateral di balik bisnis ini, dan bagaimana mekanisme penetapan tarif ferry antar kedua negara," jelas Anggota KPPU Mohammad Reza dikutip dari situs resmi KPPU, Sabtu (8/6/2024).
Direktur Badan Usaha Pelabuhan BP Batam Dendi Gustinandar menyampaikan sejak pandemi melanda pada tahun 2019, terjadi penurunan jumlah pengguna feri Batam-Singapura. Sebelum COVID-19, jumlah penumpang yang menggunakan ferry mencapai 3,9 juta orang per tahun, terdiri atas 1,9 juta turis mancanegara dan sisanya penumpang lokal Batam dan Non-Batam.
Namun setelah pandemi berakhir, bisnis feri Batam-Singapura belum bisa kembali seperti semula. Hingga 2023 hanya 60% tiket terjual atau sekitar 2,2 juta juta orang. Tarif tiket feri sekarang mencapai Rp 760.000 sampai Rp 780.000 perjalanan pulang pergi, dari sebelumnya dibanderol Rp 270.000 sampai Rp 450.000.
Diduga hal ini karena kurangnya jumlah penumpang, biaya solar yang makin mahal, dan biaya operasional meningkat. Kementerian Perhubungan dalam diskusi menyatakan, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut telah mengatur trayek angkutan laut dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing.
Tarifnya pun diatur oleh Menteri Perhubungan, telah ada perhitungan variable cost dan fixed cost. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur penentuan tarif harus melalui kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa.
Sementara, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Haris Muhammadun mengungkap bahwa dalam angkutan laut, pada dasarnya terdapat cara membentuk harga yakni ability to pay dan willingness to pay. Keduanya, menurutnya, dapat menentukan tarif batas bawah dan tarif batas atas, best practice-nya pada industri penerbangan.
Dengan adanya batas bawah dan batas atas, faktor keselamatan penumpang dan jaminan keberlangsungan perusahaan operator dapat diperhitungkan. Selanjutnya, Reza menekankan bahwa hasil dari FGD ini akan menjadi bahan kajian lanjutan.
(mjy/mjy)