Warna langit berubah menjadi warna jingga kemerahan ketika matahari terbit dan tenggelam. Fenomena ini disebeut dengan hamburan.
Fenomena hamburan yang terjadi ketika matahari terbit dan tenggelam akan mempengaruhi warna langit di sekitarnya.
Dosen Meteorologi University of Wisconsin (UW) Madison Steven Ackerman menjelaskan pada fenomena ini, molekul dan partikel kecil di atmosfer mengubah arah sinar cahaya matahari. Cahaya yang berhamburan itulah yang membuat langit menjadi berwarna merah jingga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ackerman menjelaskan hamburan mempengaruhi warna cahaya yang datang dari langit. Namun, detailnya ditentukan oleh panjang gelombang cahaya dan ukuran partikel.
Saat Matahari Terbenam Langit Berwarna Jingga
Jon Nese, Professor Meteorologi di Penn State University (PSU) dalam laman kampusnya menjelaskan cahaya Matahari terdiri dari spektrum warna pelangi. Urutan spektrum cahaya Matahari dengan panjang gelombang paling panjang ke paling pendek yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nilai, dan ungu.
Matahari paling rendah atau paling dekat dengan cakrawala saat terbit dan terbenam. Saat itu, spektrum cahaya dengan panjang gelombang yang terpanjang seperti cahaya merah, jingga, dan kuning dapat melalui atmosfer.
Cahaya tampak dengan panjang gelombang pendek akan terserap saat memasuki atmosfer pada waktu Matahari terbit dan terbenam. Ini menyebabkan langit saat itu tidak tampak biru atau kebiruan.
"Ketika sinar pendek di ujung spektrum ungu dan biru dibelokkan ke segala arah, sinar tersebut tidak dapat sampai ke mata kita. Sementara panjang gelombang oranye dan merah mendominasi persepsi kita tentang warna langit," kata Nese.
Langit Biru Saat Siang Hari Cerah
Namun saat Matahari muncul di titik tertingginya di langit siang hari yang cerah, cahaya mencapai kita paling langsung, melewati lebih sedikit atmosfer dalam perjalanannya. Posisi Matahari yang tinggi mengurangi efek hamburan.
Ackerman mengatakan, posisi Matahari saat siang hari cerah memungkinkan cahaya biru dan nila dihamburkan oleh molekul di udara lebih banyak dari warna lainnya pada spektrum.
Namun, pendeknya panjang gelombang cahaya nila membuat kebanyakan terserap oleh atmosfer dan juga tidak bisa dilihat mata.
"Karena posisi Matahari rendah di cakrawala, cahaya Matahari melalui lebih banyak udara saat Matahari terbenam dan terbit dibandingkan saat siang hari, ketika Matahari lebih tinggi di langit. Makin luas atmosfer, makin banyak molekul yang perlu dihamburkan cahaya tampak nila dan ungu agar tampak pada mata," kata Ackerman, dikutip dari laman UW-Madison.
"Jika jalurnya cukup panjang, semua cahaya biru dan nila jadi tidak tertangkap mata. Sedangkan warna lainnya bisa terus merambat hingga sampai mata. Inilah mengapa warna Matahari terbenam seringkali kuning, jingga, dan merah," jelasnya.
(astj/astj)