Bukan Lagi 'Global Warming', Bumi Masuki Fase 'Global Boiling'

Bukan Lagi 'Global Warming', Bumi Masuki Fase 'Global Boiling'

Tim detikHealth - detikSumut
Selasa, 14 Mei 2024 05:00 WIB
Asian woman drying sweat in a warm summer day
Ilustrasi cuaca panas. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Pheelings Media)
Medan -

Perubahan suhu bumi menyebabkan cuaca ekstrem terjadi di beberapa wilayah di dunia. Gelombang panas melanda sejumlah negara, hingga menyebabkan korban jiwa.

Hal itu membuat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Gutterez menggambarkan bahwa kondisi bumi sudah masuk ke tahap baru. Bukan lagi menghadapi "Global Warming" melainkan "Global Boiling".

Tahun lalu, ilmuan menggambarkan pada Juli 2023 sebagai rekor terpanas suhu bumi sepanjang sejarah. Gutterez merujuk pada laporan dari the World Meteorological Organization (WMO) and the European Commission's Copernicus Climate Change Service yang menyatakan bahwa Juli 2023 sebagai bulan terpanas dalam sejarah dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Era global warming telah berakhir, dan era global boiling telah tiba," kata Guterres dikutip dari laman PBB dari konferensi pers Agustus 2023 silam dilansir detikHealth.

Pada 2024, suhu bumi diprediksi akan jauh lebih ekstrem. Observatorium Iklim Uni Eropa (UE), Copernicus Climate Change Services mencatat April 2024 lebih hangat secara global dibandingkan bulan April di tahun-tahun sebelumnya.

ADVERTISEMENT

Eropa Timur menjadi wilayah dengan suhu paling tinggi di atas rata. Sementara di luar Eropa, suhu di atas rata-rata terjadi di Amerika Utara, Greenland, Asia Timur
Timur Tengah, sebagian Amerika Selatan, dan sebagian besar Afrika.

Sementara di sebagian wilayah Asia Selatan dan Tenggara, mulai dari Bangladesh hingga Vietnam, kini tengah menghadapi gelombang panas yang menyengat, dan Brasil bagian selatan, Uni Emirat Arab, serta negara-negara Afrika Timur seperti Kenya dan Tanzania dilanda banjir mematikan akibat perubahan iklim yang ekstrem.




(nkm/nkm)


Hide Ads