Pria di Italia Rela Bayar Rp 85 Juta demi Perbesar Penis, Begini Akhir Ceritanya

Pria di Italia Rela Bayar Rp 85 Juta demi Perbesar Penis, Begini Akhir Ceritanya

tim detikHealth - detikSumut
Kamis, 11 Apr 2024 20:00 WIB
ilustrasi ereksi
Foto: Ilustrasi. (iStock)
Jakarta -

Ukuran alat vital bagi sebagian besar pria kerap menentukan kejantanan. Sehingga tidak sedikit yang melakukan prosedur tertentu untuk memperbesar penisnya.

Salah satunya seperti yang dijalani pria di Italia yang menjalani operasi untuk memperbesar kelaminnya demi 'kejantanan'. Namun, sayangnya hasil dari operasi tersebut malah membuatnya impoten.

Dilansir detikHealth dari Oddity Central, pria berusia 40 tahun itu rela membayar 5 ribu euro atau sekitar Rp 85 juta untuk menjalani prosedur pembesaran penis. Sekitar satu bulan kemudian, dia akhirnya menelepon dokter untuk mengeluh tentang ketidaknyamanan yang dia rasakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dokumen pengadilan yang diperoleh media berita Italia, pria tersebut menjalani dua kali operasi lipofilling untuk memindahkan lemak dari berbagai bagian tubuhnya ke penisnya demi menyesuaikan bentuknya. Sayangnya, tindakan tersebut tidak memberikan efek yang diinginkan, karena alat kelamin pria tersebut tidak mempertahankan bentuk dan volume yang diharapkan.

Surat kabar Italia La Repubblica edisi Florentine menulis bahwa pria tersebut diduga menjalani beberapa prosedur lain untuk memperbaiki kerusakan pada alat kelaminnya, namun hal itu justru memperburuk keadaan. Menurut para ahli yang dikutip dalam dokumen pengadilan, pria itu menjalani prosedur yang telah dilarang.

ADVERTISEMENT

Usai menjalani 12 kali operasi, penisnya dilaporkan cacat dan tidak bisa digunakan. Sehingga dia memutuskan untuk menuntut dokter yang menanganinya.

Di pengadilan, dokter yang dituduh membela diri dengan mengklaim bahwa pasien awalnya puas dengan hasil operasi, bahkan mengiriminya video sebagai bukti dan bahwa ia telah menandatangani formulir persetujuan sebelumnya. Namun, pengadilan Pistoia menolak klaimnya, memutuskan bahwa pasien "tidak menyadari risiko fisik yang dihadapinya," dan menambahkan bahwa kepuasannya terhadap hasil estetika dari operasi tersebut sama sekali tidak relevan, karena "itu adalah tugas profesional kesehatan. untuk mengevaluasi keberhasilan prosedur".

Kedua klinik yang terlibat dalam kasus ini berusaha menghindari tanggung jawab dengan mengklaim bahwa mereka hanya "meminjamkan" fasilitas mereka kepada dokter, namun hakim memutuskan bahwa mereka mendapat manfaat dari pekerjaan dokter dan berbagi tanggung jawab.




(mjy/mjy)


Hide Ads