Sumut in History

Ternyata Air di Sungai Deli Dulu Bisa Diminum, Kini Jorok-Warna Coklat

Finta Rahyuni - detikSumut
Minggu, 24 Mar 2024 20:00 WIB
Foto: Kondisi Sungai Deli saat ini (Finta/detikSumut)
Medan -

Kuning kecoklatan-coklatan, begitulah warna aliran Sungai Deli di sekitaran Jalan Letjen Suprapto, Kota Medan, siang itu. Cuaca saat itu sedikit mendung, tidak ada hujan yang turun seharian.

Ada anak-anak yang asyik melompat ke sungai. Mereka hanya mengenakan celana pendek dan telanjang dada. Berendam di air memang menjadi pilihan yang pas di tengah cuaca Kota Medan yang cukup panas pada beberapa hari terakhir ini.

Anak-anak itu bergantian dengan temannya melompat ke Sungai Deli. Wajah mereka cukup sumringah. Betapa tidak, pada masa kecil, mandi sungai menjadi hal yang menyenangkan. Di bagian pinggir sungai itu ada seorang wanita tengah sibuk mencuci sesuatu.

Di seberang sungai itu ada tumpukan sampah plastik. Sampah itu menambah kesan jorok dari sungai itu.

Jangankan untuk diminum, untuk mandi saja rasanya air itu terbilang tidak layak. Padahal, konon katanya air Sungai Deli itu dulunya menjadi air minum warga.

Begitulah kondisi Sungai Deli sekarang. Jika hujan di kota atau di pegunungan tengah deras, warga yang tinggal di bantaran sungai sudah pasti terendam banjir.

Paling sering adalah warga Kampung Aur dan Gang Merdeka yang berada di Jalan Brigjend Katamso. Kondisi tersebut hingga kini masih terjadi.

Lalu, bagaimana kondisi Sungai Deli pada masa dulunya. Konon, sungai itu dulunya jernih dan menjadi moda transportasi utama warga. Berikut detikSumut berikan penjelasannya:

Guru Besar Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Budi Agustono mengatakan dulunya sungai memang menjadi pusat peradaban manusia, termasuk, Sungai Deli. Dulunya, sungai ini menjadi pusat perekonomian, kebudayaan dan sebagai moda transportasi bagi masyarakat.

Masyarakat yang ingin menuju ke suatu tempat, misal ingin mengantarkan produk-produk lokalnya, akan menyusuri sungai ini. Masyarakat akan saling bertukar hasil pertanian atau produk lokal dengan masyarakat luar yang datang ke daerah tersebut, atau istilahnya disebut barter.

Pedagang-pedagang atau masyarakat juga membawa sebagian produk-produk lokalnya ke pelabuhan-pelabuhan kecil di pinggiran laut yang berada di wilayah Medan Labuhan hingga Medan Belawan.

Termasuk juga ketika Medan saat itu telah membuka industri-industri perkebunan, seperti tembakau dan yang lainnya. Tembakau itu akan dibawa menggunakan perahu dan diangkut menuju pelabuhan.

"Mungkin sebelum kedatangan bangsa asing ke Sumatera Timur dulu namanya, sekarang Sumut, sungai tidak hanya menjadi moda transportasi, tapi sungai sebagai sumber peradaban, karena saat itu sungai menjadi bagian dalam proses perkembangan, penyebaran kebudayaan juga sebagai pusat aktivasi ekonomi," kata Budi saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Budi mengatakan pada tahun 1820-an, pemukiman warga di pinggiran Sungai Deli itu masih jarang. Rumah-rumah warga pada saat itu masih berbentuk rumah panggung dari kayu.

Jalan darat pada masa itu juga tidak sebanyak sekarang. Jalan-jalan yang saat ini dibangun gedung-gedung atau rumah warga, dulunya adalah hutan. Kota Medan kala itu juga masih pepohonan.

Baca selengkapnya di halaman berikut...



Simak Video "Video: Menanti Aksi Lee Je Hoon Cs di Taxi Driver 3"

(afb/afb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork